Antisipasi Penurunan PAD, Bapenda Diminta Lirik Pajak Reklame | Bali Tribune
Diposting : 10 March 2020 06:09
I Wayan Sudarsana - Bali Tribune
Bali Tribune/ REKLAME – Sejumlah papan reklame yang terpasang di salah satu jalan Denpasar.
Balitribune.co.id | Denpasar - Mengantisipasi adanya penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Denpasar yang diakibatkan virus korona, Dewan Denpasar meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Denpasar berkreasi mencari celah untuk bisa memperkuat pendapatan dengan memanfaatkan yang belum tergarap, salah satunya pajak reklame.
 
 "Saat ini merupakan tantangan bagi pejabat Bapenda untuk berkreasi untuk bisa memperkuat pendapatan. Untuk reklame ini kan kemarin hampir selama 1,5 tahun ini los. Sehingga sangat perlu perancangan dan disampaikan ke Walikota karena penting reklame ini diatur untuk memperoleh pendapatan paling tidak di atas Rp 20 miliar. Daripada bersliweran tidak karuan kan akhirnya repot menurunkan," kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Denpasar, I Wayan Gatra dalam rapat dengar pendapat yang digelar di DPRD Kota Denpasar, Senin (9/3) siang.
 
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bapenda Denpasar, I Dewa Nyoman Semadi mengatakan memang reklame ini menjadi sorotan. Pihaknya mengaku sebelum ada moratorium pajak reklame ini, pihaknya mendapat pendapatan paling tinggi dari reklame ini sebesar Rp 17.5 miliar tahun 2013. "Kemudian ada regulasi moratorium reklame, sehingga regulasi diperbaiki dengan harapan menata wajah kota. Tantangannya kan menertibkan yang tidak sesuai," katanya.
 
Ia menambahkan, saat ini terkait reklame ini masih digodok kembali di Dinas PUPR Kota Denpasar.Pihaknya mengaku hanya boleh memungut pajak dari reklame yang sudah berijin.
 
 "Sekarang sedang digodok di bawah PUPR, dan kami hanya bisa memungut pajak dari reklame berijin. Kalau yang tidak ya harus diturunkan," imbuhnya.
 
Semadi mengatakan jika kondisinya normal tahun 2020 ini sesuai KUAPPAS, Denpasar bisa mendapat PAD sebesar Rp 1 triliun. Namun dikarenakan kasus virus korona ini menurutnya perkembangan terakhir telah terjadi penurunan okupansi hotel dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama. 
 
"Namun target pajak hotel dan restoran bulan Januari dan Februari tahun 2020 ini lebih besar dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, tapi untuk bulan Maret kami tidak tahu, nanti tanggal 20 baru tahu," katanya.
 
Sementara untuk wacana penghentian pungutan PHR dari pusat sampai saat ini masih belum ada surat resmi untuk pelaksanaannya. Dengan adanya wacana ini kini sudah banyak wajib pajak yang bertanya padanya, namun dirinya selalu mengatakan karena belum ada surat resmi semua masih berlaku sesuai aturan. "Sebelum ada surat resmi, wajib pajak harus patuh sesuai kewajiban," katanya.