Diposting : 16 April 2019 22:27
I Wayan Sudarsana - Bali Tribune
balitribune.co.id | Denpasar - Pembongkaran sejumlah kawasan bernilai atau bangunan yang kerap disebut heritage seperti Pura atau tempat suci ( palinggih, candi dan yang lainya) belakangan ini kian mengkhawatirkan. Untuk itu para pemerhati dan pecinta situs bakal menarasikan situs dan ritus dalam spirit rohani yang akan dikemas dalam wujud pameran foto, lukisan dan video.
Pameran ini digagas para pecinta situs yang tergabung dalam wadah Yayasan Bakti Pertiwi Jati (BPJ) Bali, di Denpasar Art Space (DAS) Denpasar, 25 April hingga 9 Mei 2019.
Ketua BPJ Bali Made Bakti Wiyasa mengungkapkan, pameran ini tercetus setelah melewati perjalanan cukup panjang. "Pameran ini bagian dari upaya membangkitkan kesadaran masyarakat Bali, yang peduli terhadap nilai - nilai atau spirit kawasan warisan leluhur kita, dimana munculnya peduli situs, berawal dari kekhawatiran maraknya pembongkaran kawasan suci yang notabena masyarakat memperbaiki namun tanpa dibekali pengetahuan , tidak memperhatikan nilai situs tersebut yang seharusnya bisa dilakukan lewat restorasi , bukan mengganti dengan bahan baru saja, ini sangat mengkhawatirkan peradaban leluhur kita," kata Bakti, saat dikonfirmasi, Minggu (14/4).
Kata Bakti , akan ada ratusan karya berupa foto, lukisan yang akan disuguhkan untuk kembali memperkenalkan nilai warisan luhur budaya Bali kepada masyarakat. "Pameran ini mendapat dukungan positif dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah dan berbagai persiapan pameran sedang dilakukan para pecinta situs, semoga pada saat digelar masyarakat bisa saling berbagi dan mempelajari spiritnya," tambahnya.
Sementara itu, Jro Mangku Sara selaku pegiat situs menambahkan, pameran ini bertujuan untuk kembali mengingatkan spirit rohani yang bisa digali dari setiap situs yang ada. "Jadi simbol - simbol dalam berbagai wujud di setiap bangunan, baik candi, Pelinggih, bale itu bukan seni semata, melainkan banyak tata cara yang menjelaskan fungsinya , yang di Bali kita mengenal konsep tatwa, etika dan upacara, jadi spiritnya banyak yang belum dipahami, " Mangku Sara.
Lanjut Mangku Sara, belakangan ini pemaknaan desa mawacara, atau desa kala Patra kian kabur. "Kenyataannya , kita di Bali upaya penyeragaman terjadi, ini yang mau kita ingatkan kembali, bicara tanah Bali (karang) tentu berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainya, untuk itu secara bertahap kita bersama - sama mengajak kesadaran semua elemen masyarakat, akademisi, mahasiswa , desa Pakraman, para pemangku agar memahami peradaban Bali sebenarnya," ungkapnya.