Berada di Zona Bahaya, 195 Pengungsi Gunung Agung Memilih Bertahan di Pupuan | Bali Tribune
Bali Tribune, Kamis 28 Maret 2024
Diposting : 13 November 2017 18:55
Komang Arta Jingga - Bali Tribune
pengungsi
DIBANTU - Pengungsi Gunung Agung yang berada di Pupuan dibantu sembako.

BALI TRIBUNE - Berada di zona bahaya sekitar 6 kilometer dari Gunung Agung, sebanyak 195  pengungsi memilih tetap tinggal di posko pengungsian di Kecamatan Pupuan, Tabanan. Guna memenuhi kebutuhan logistik, para pengungsi yang berasal dari Banjar Tegeh,  Desa Amerta Buana,  Kecamatan Selat, Banjar Uma, Desa/Kecamatan Selat,  Banjar Tiing Seka,  Desa/Kecamatan Bebandem, dibantu sembako oleh elemen pemuda Tabanan.

Elemen pemuda Tabanan yang terdiri dari KMHDI Tabanan,  Peradah, Komunitas Satu Jiwa dan Forum Pelestari Budaya Tabanan, memberikan bantuan berupa air mineral 100 dus,  telur lima krat, daging ayam 30 ekor dan keperluan dapur lain, Minggu (12/11). Ketua KMHDI Tabanan I Gede Arya Adi Gunawan menyebutkan,  pihaknya memberikan bantuan kepada pengungsi di Pupuan karena lokasinya yang jauh dari Pusat Kota Tabanan.

Ketua Komunitas Satu Jiwa I Gede Made Raka Aryawan menilai bantuan kepada pengungsi harus tetap disalurkan, meskipun statusnya sudah diturunkan. Karena masih ada warga yang mengungsi terutama yang rumahnya berada dalam radius sekitar tujuh kilometer dari Gunung Agung.

I Wayan Jaman (47) pengungsi  asal Banjar Tegeh,  Desa Amerta Buana,  Kecamatan Selat mengatakan, dirinya masih ragu-ragu kembali ke kampung halaman wilayah banjarnya berdekatan dengan radius berbahaya. "Ingin pulang,  tapi beberapa waktu lalu sempat gempa, takutnya gunung meletus," katanya. Ia mengatakan dirinya sempat pulang ke Banjar Tegeh saat Hari Raya Galungan untuk sembahyang. Jaman mengaku hanya bisa pasrah dengan kondisi Gunung Agung saat ini.

Posko pengungsi Kecamatan Pupuan berada di rumah seorang warga, yakni Wayan Dira. Perbekel Desa Pujungan, I Made Wismu Jaya mengatakan, saat ini yang menempati posko pengungsi sebanyak 25 orang. Sisanya masih berada di rumah saudaranya. "Untuk logistik,  pengungsi di posko kekurangan lauk pauk untuk makan, beras masih ada. Jika logistik lebih baru kami salurkan kepada pengungsi yang tinggal bersama keluarganya," jelasnya.

Ia menceritakan,  awalnya semua pengungsi asal Karangasem itu berada di rumah saudaranya,  hanya empat orang yang menempati posko.  Namun, seiring berjalannya waktu dan status Gunung Agung belum jelas,  pihak keluarga yang ditumpangi pun tidak kuat lagi mengajak saudaranya yang mengungsi karena keterbatasan ekonomi.