Biaya Sekolah Anak Pinjam Tetangga | Bali Tribune
Diposting : 20 October 2016 09:55
Arta Jingga - Bali Tribune
RSUD
Ketut Yuliani saat menemani suaminya dirawat di BRSUD Tabanan.

Tabanan, Bali Tribune

Terbaring di tempat tidur BRSUD Tabanan di ruangan Bougenvile Nomor 6, Made Kartika tampak lemas dan tidak bisa bergerak. Pria 38 tahun asal Banjar Kebonjero, Desa Munduk Temu, Kecamatan Pupuan itu terkapar karena sebelumnya terjatuh saat memetik buah kelapa dari ketinggian sekitar delapan meter. Karena kecelakaan itu, Kartika mengalami cedera tulang leher hingga saat ini tubuhnya tidak dapat digerakkan dan nyaris lumpuh.

Ditemui di ruangan tempat suaminya dirawat, Rabu (19/10), Ketut Yuliani (36) mengatakan dirinya sudah sekitar seminggu berada di BRSUD Tabanan menemani suaminya.

“Luka di punggung suami saya tidak kunjung sembuh dan kondisi tubuhnya juga melemah pascajatuh dari pohon, bulan Juni lalu. Sejak terjatuh, suami saya belum pernah dapat perawatan medis, maklum kami tidak punya biaya dan hanya menggunakan pengobatan alternatif,” kata Yuliani.

Dia menceritakan, setelah terjatuh dari pohon, suaminya langsung dilarikan oleh temannya ke tukang urut. Semenjak saat itu, suaminya belum pernah mendapatkan perawatan medis. “Sekarang kondisinya begini saja, masih bisa berbicara,” jelasnya.

Selain itu, karena kondisi tubuh Made Kartika lemah, pihak rumah sakit terpaksa melakukan transfusi darah agar dapat mengembalikan kondisi tubuhnya seperti semula.

Terkait dengan biaya hidup selama suaminya sakit, Ketut Yuliani dengan mata berkaca-kaca menceritakan jika dibantu oleh saudara dan tetangganya. Selama berumah tangga dengan Made Kartika, pasangan ini telah memiliki dua orang anak.

Sebagai tulang punggung keluarga, Made Kartika bekerja sebagai petani dan buruh petik kelapa. “Biaya sekolah anak pinjam di tetangga, anak pertama saya sekolah di SMKN 3 Bantas kelas X, yang kedua masih sekolah kelas VII di SMPN 5 Pupuan,” ujarnya. 

Kasubdit Rawat Inap dan Rawat Jalan BRSUD Tabanan, dr I Wayan Doddy mengatakan, untuk pasien Made Kartika memang tergolong lambat dalam mendapatkan perawatan, selain itu untuk kesembuhan pasca terjatuh dari pohon kelapa tergolong kecil.

“Pasien lambat dalam mendapatkan penanganan medis. Untuk cedera di tulang leher bisa diobati dengan fisioterapi, namun peluang sembuh kecil,” jelasnya.

Ditambahkan pihak keluarga membawa Made Kartika ke rumah sakit karena adanya keluhan lain, yakni luka pada punggung yang tidak sembuh disebabkan pasien lama berbaring, anemia, protenin darah rendah dan maag. “Jadi dibawa berobat ke rumah sakit bukan karena cedera pascajatuh itu,” terangnya.

Ditambahkan, dalam kondisi cedera karena terjatuh atau kecelakaan, korban sebaiknya cepat mendapatkan penanganan medis karena ada masa penanganan efektif yang disebut golden periode.

“Golden periode berselang hingga enam jam sampai delapan jam setelah kecelakaan, jika mendapatkan perawatan pada periode itu kemungkinan sembuh lebih besar,” jelasnya.

Saat ini pihak rumah sakit hanya fokus pada penyembuhan luka di bagian punggung pasien dan pengembalian kondisi tubuhnya seperti semula. Disebutkan juga, pasien sempat kesulitan mendapatkan donor darah golongan B, tapi sekitar tiga hari yang lalu telah mendapatkannya. “Telah dapat dua kantong, kami akan gunakan. Jika kondisi pasien masih lemah bisa diperlukan lagi darah golongan B,” ujar dr Doddy.