BPJS Kesehatan Defisit Rp 32 M, KSPI Tantang BPJS Buktikan Data | Bali Tribune
Diposting : 7 September 2019 18:17
Hans Itta - Bali Tribune
Bali Tribune/ Ketua KSPI Said Iqbal
Balitribune.co.id | Denpasar - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menantang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membuktikan data secara detail terkait defisit anggaran lembaga itu hingga Rp32 triliun.
 
"Kita mau tanya datanya, jika memang sudah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP), mana?" kata dia saat peluncuran dan bedah buku BPJS Kesehatan Dalam Pusaran Kekuasaan di Gedung DPR RI Jakarta, Jumat.
 
Kemudian, apabila telah diperiksa oleh BPK RI maka seharusnya juga sudah ada dengar pendapat (Public Hearing) bersama pihak terkait termasuk DPR RI. Namun, hingga kini KSPI melihat itu belum terjadi.
 
Bahkan, Said yang juga sekaligus penulis buku BPJS Kesehatan Dalam Pusaran Kekuasaan tersebut mengatakan jika pemerintah tetap menaikkan iuran kepada masyarakat, maka harus ada uji publik terlebih dahulu.
 
Dikutip dari Antara, Said menuding Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mengerti soal BPJS sehingga memiliki wacana menaikkan iuran lembaga kesehatan yang dikeluhkan oleh masyarakat terutama kelompok buruh. "Jadi seolah-olah bila defisit diambil dari peserta."
Buku yang ditulis oleh Said Iqbal juga menceritakan gambaran dari awal proses perjalanan BPJS Kesehatan hingga berbagai persoalan termasuk adanya aksi unjuk rasa.
 
Pada awalnya, KSPI mengusulkan iuran BPJS gratis dengan mengambil biaya dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), yaitu cukai rokok yang dijadikan APBN dan dikonversikan menjadi pembayaran layanan kesehatan tersebut.
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi IX dan Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu menyampaikan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
 
Kenaikan tersebut antara lain iuran peserta kelas III dan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) menjadi Rp42 ribu dari sebelumnya Rp25.500, peserta kelas II menjadi Rp110 ribu dari sebelumnya Rp52 ribu, dan untuk peserta kelas I menjadi Rp160 ribu dari sebelumnya Rp81 ribu.
 
Jika masyarakat merasa keberatan dengan kenaikan iuran dan harus membayar Rp110-160 ribu per bulan untuk kelas II dan kelas I, bisa membayar iuran kelas III sebesar Rp42 ribu per bulan.
 
Menkeu menyampaikan bahwa layanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah adalah standar kelas III, namun berbagai jenis penyakit yang dijamin sama dengan peserta kelas II dan kelas I.