Catatan Politik Akhir Tahun Seorang Agung Widiada, Tumbuhkan Mental “Petarung” Upaya Lahirkan Kader Politik Bermartabat | Bali Tribune
Diposting : 27 December 2017 17:58
Redaksi - Bali Tribune
NasDem
AAN Gede Widiada

BALI TRIBUNE - Konstelasi politik di Indonesia saat ini belum sepenuhnya mengarah pada perubahan fundamental untuk melahirkan kader-kader politik yang berjiwa “petarung”. Masih berjalan pada “rule” lama berdasarkan tata tertib usang.

Kondisi ini menjadi perhatian khusus AAN Gede Widiada, seorang kader partai yang berkecimpung di dunia politik selama 30 tahun. Euforia politik sudah dialaminya saat partai di atas angin maupun saat merajut asa pada partai baru.

Widiada membuat catatan akhir tahun yang misinya untuk mengajak seluruh kader partai mulai menumbuhkembangkan mental “petarung” dalam suatu hajatan politik. “Sebagai upaya melahirkan pemimpin yang handal dan bermartabat,” tulisnya.

Potret pragmatis, menghamba dan sikap kepura-puraan masih kental mewarnai perjalanan politik di Tanah Air. Politisi jarang hadir dengan lompatan pikiran jauh ke depan, lebih banyak melompat-lompat melakukan pemanasan untuk kembali duduk mengikuti alur dan nafas sistem yang telah mereka sepakati dalam tata tertib.

AAN Gede Widiada dan Wagub Bali Ketut Sudikerta tampak begitu akrab.

Dalam dinamika warna politik seperti itu, sulit melahirkan hasrat (passion) perpolitikan yang lebih baik dan bermartabat dan hanya berhenti di kehendak elite partai. “Koalisi yang terbangun di dalam proses pilkada dengan komitmen dan target menang, walau koalisi harus dibangun dengan spirit dagang, sehingga spirit tarik ulur komunikasi politik yang terjadi adalah kalah menang atau untung rugi. Yang penting menang, walau harus kehilangan martabat. Inilah yang menjadi catatan penting saya selama ini,” tandasnya.

Sejatinya, dalam kontestasi politik, spirit “petarung” sejatinya menjadi ideologi partai. Komitmen bahwa "pemenang terpilih oleh rakyat adalah kemenangan kita bersama” harusnya menjadi landasan kuat dalam menuju perubahan. “Politik sebenarnya menarik kalau attitude & moralitas kader bisa diandalkan. Pragmatisme melanda elite politik, menjadikan politik kering, gampang diterka karena para aktor politik hanya mengejar target serta menghamba pada tuannya,” ungkapnya tajam.

Pemilu atau pesta demokrasi yang dilandasi oleh perspektif berpikir siap kalah dan siap menang akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang tangguh dan bermartabat. “Kita tidak memberi kesempatan menumbuhkembangkan mental-mental “petarung” dalam membangun keandalan kader partai. Ini jelas tidak akan mampu mengubah kultur fundametal perpolitikan kita ke depan di Pemilu Pilkada dan Pileg”.

   Bersama sejumlah simpatisannya menunjukkan bahwa AAN Gede Widiada adalah figur yang merakyat.

“Tapi saya bersyukur, Partai NasDem telah berkontribusi besar dalam menghadirkan Presiden Jokowi -- sang “petarung” yang “smart” dan berpihak untuk kepentingan rakyat Indonesia. Sebagai kader Partai NasDem, saya kokohkan komitmen, “Jokowi Presidenku dan Partai NasDem Pilihanku”.

Menjadi kebanggaan ketika dirinya bisa menjadi salah satu figur yang turut membidani kehadiran Partai NasDem di Kota Denpasar dan Bali. NasDem adalah partai yang ternyata cocok dengan gerakan batinnya yang selama ini juga “memberontak” untuk adanya suatu perubahan.

“Spirit saya rasakan semakin memuncak, ketika bisa menjadi kader Partai NasDem. Sejak awal partai hadir di Bali, saya menemukan apa yang selama ini saya cari. Saya bisa berjuang bersama kader lainnya menuju perubahan ke arah lebih baik,” tutupnya.