Derita Sakit Saraf Belakang, Bertahun-tahun di Tempat Tidur | Bali Tribune
Bali Tribune, Kamis 28 Maret 2024
Diposting : 3 January 2018 19:37
Agung Samudra - Bali Tribune
penyakit
I Made Open Prasetya di kamar tidur di dampingi bibinya

BALI TRIBUNE - Di usianya  menginjak remaja, I Made Open Prasetya (16), asal Banjar Nyanglan, Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Bangli, hanya  bisa tergolek di tempat tidur karena diduga menderita penyakit saraf belakang.

Remaja yang semestinya sudah duduk di kelas XI ini tumbuh dalam kondisi fisik memprihatinkan. Karena tidak bisa menggerakkan anggota badannya, maka untuk urusan makan dan MCK harus dibantu.

Ditemui di rumahnya, Open hanya ditemani bibinya Ni Wayan Suwinten. Sementara kedua orangtuanya I Nengah Pugra dan Ni Nengah Nasih, bekerja sebagai buruh pembuat bata di Desa Temesi, Gianyar.

Kata Suminten, kondisi  fisik keponakannya sejak lahir sudah tidak normal. Di usia yang sudah remaja, Open hanya terbaring lemah di tempat tidur. Badannya yang kurus tidak bisa menggerakkan anggota badan.

Open juga memiliki seorang kakak yakni I Wayan Adi Pariadi yang bekerja di sebuah percetakan di Gianyar. Untuk urusan makan, kata Suwinten,  biasanya sebelum berangkat bekerja lebih dulu orangtuanya memberikan Open makan dan kalau ada waktu langsung memandikannya. “Orangtuanya  bekerja dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00 Wita dalam durasi itu saya yang menjaga Open,” sebutnya.

Lanjut Suminten, karena tidak mampu mengangkat sendiri, sehingga amat jarang Open keluar kamar. "Kalau kebetulan ada orang di rumah baru Open diajak ke luar kamar, saya tidak kuat mengangkat ke kursi roda,“ sebutnya.

Bila waktu makan siang, Suwinten yang menyuapi Open. Kemudian untuk mandi, menunggu kedua orangtuanya pulang bekerja. Kadang badannya dibersihkan di kamar saja.

Disinggung bantuan, keluarga ini menerima bantuan berupa beras miskin (raskin), serta jaminan kesehatan, mengingat Nengah Pugra ini tergolong KK miskin.

Sementara pamannya, I Ketut Laba mengungkapkan, saat Open dilahirkan kondisi fisik dan berat badan normal seperti bayi lain yang baru lahir.

Sambil mengingat-ingat, Ketut Laba mengatakan Open dilahirkan di salah satu bidan  dekat kampungnya. “Saat melahirkan saya tidak ikut ke bidan. Usai melahirkan ibunya pulang sendiri, saat saya tanya bayinya kok tidak diajak,dikatakan bayinya dirujuk ke RSUD Klungkung. Karena khawatir saya langsung ke rumah sakit. Dari keterangan dokter disebutkan bayi mengalami gangguan pada saraf belakang, bila nanti bayi selamat dipastikan tidak normal,”ujar Ketut Laba sembari mengaku sempat kaget dengan keterangan dokteritu.

Dalam konidisi lemah, Open sering mengalami kejang-kejang, dan upaya yang dilakukan kedua orangtuanya hanya mengurut dengan minyak.

“Nengah Pugra masuk sebagai KK miskin dan sudah mendapat bantuan baik itu raskin maupun bentuk lainya” ujar Ketut Laba yang juga Bendesa Adat Nyanglan ini.

Untuk rumah, kata pria yang berprofesi sebagai guru di SMKN 3 Bangli ini, kondisi rumah Pugra sangat memprihatinkan, atap rumah berbahan seng sudah banyak yang ocor, begitupula bagian plafon rumah mulai lapuk karena termakan usia.

”Kondisinya sangat menyedihkan, kami berharap ada pihak yang bisa membantu meringankan beban kedua orangtuanya yang hanya mengandalkan hidup dari buruh cetak batu bata,“ harap Ketut Laba.