Dewan Raker dengan PVMBG dan BNPB = Bahas Potensi Bahaya Erupsi Gunung Agung | Bali Tribune
Diposting : 17 October 2017 19:30
Redaksi - Bali Tribune
PVMBG
Suasana Rapat Kerja DPRD Karangsem dengan PVMBG dan BNPB, kemarin.

BALI TRIBUNE - Untuk mengetahui seberapa besar potensi bahaya jika terjadi erupsi Gunung Agung, DPRD Karangasem menggelar rapat kerja dengan menghadirkan PVMBG Kementerian ESDM, BNPB, Komandan Posko Darurat Gunung Agung, Letnan. Inf. Fierman Syafrial Agustus, Sekda Karangasem dan unsur terkait lainnya, Senin (16/10).

Dalam rapat kerja dipimpin Ketua DPRD Karangasem, I Nengah Sumardi tersebut, Kabid Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, PVMBG Kementerian ESDM, I Gede Suantika, banyak memaparkan terkait kondisi terkini aktivitas vulkanik Gunung Agung. Termasuk menjawab pertanyaan dewan mengenai potensi produk letusan jika terjadi erupsi.

Dalam rapat kemarin juga banyak dibahas mengenai kesiap siagaan Pemerintah dan BNPB dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Agung.

Kepada wartawan usai rapat kerja, Gede Suantika menjelaskan, sampai saat ini aktivitas kegempaan Gunung Agung masih cukup tinggi atau masih maksimum dengan rata-rata 500-600 kali gempa vulkanik dalam, 300 kali gempa vulkanik dangkal, dengan gempa tektonik lokal mencapai 70 kali sehari.

“Sampai saat ini kita sudah merekam adanya gempa tremor non-harmonik. Artinya gempa-gempa yang selama ini terekam menunjukkan jika sistem di bawah itu sudah begitu hancur. Kemungkinan dorongan-dorongan dari magma ini sudah mulai ada yang mengalir. Itulah ciri-ciri dari gempa tremor non-harmonik,” ulasnya.

Tetapi gempa tremor non-harmonik yang terekam seismograf ini durasinya masih pendek, yakni kurang dari dua menit dan bahkan sejak kemarin tremor tersebut tidak lagi terekam.

“Jadi gempa tremor non-harmonik ini saya rasa belum cukup lah untuk menimbulkan erupsi. Sebaliknya letusan akan terjadi jika tremornya terjadi dengan durasi cukup lama sambung menyambung minimal dua jam,” bebernya.

Apakah ada kemungkinan tidak akan terjadi letusan? Kemungkinan untuk tidak meletus menurutnya selalu ada dan pihaknya berharap mudah-mudahan letusan tidak terjadi.

Dari pengamatan sejak dua hari lalu, pihaknya melihat adanya penurunan freqwensi kegempaan kendati masih maksimum di atasnya. Pihaknya masih menunggu hingga gempa itu tidak ada. Atau background gempa di Gunung Agung itu sudah tidak ada untuk kemudian memutuskan penurunan status Gunung Agung dari level awas.

Lantas apakah ada kaitannya dengan letusan gunung api lainnya seperti Gunung Sinabung? “Itu terlalu jauh ya, tapi gunung api di Indonesia itu masih dalam satu zona sunduksi. Sistem tektoniknya masih sama, dari selatan itu Australia, dari timur Pasifik, dari utara itu Eurasia. Nah kombinasi ini menyebabkan sistem gunung api di Indonesia ini dalamnya hampir sama yakni kedalaman 100 kilometer,” sebutnya.

Tapi untuk sistem magma yang agak dangkal itu memang terpisah. Kecuali untuk Gunung Agung dan Gunung Batur ada kemungkinan terhubung. Februari Tahun 1963 Gunung Agung erupsi, dan kemudian pada Bulan September giliran Gunung Batur yang meletus. Tetapi begitu erupsi Tahun 2000-an atau tahun 1994 ketika Gunung Batur meletus, Gunung Agung tidak meletus.  “Jadi memang ada kemiripan sedikit,” ucapnya.

Untuk asap solfatara dari pagi kemarin memang terpantau terus mengepul hingga ketinggian 300 meter.  “Namun demikian kita belum bisa memantau perubahan kawah,” kata Gede Suantika.

Untuk pengambilan gambar menggunakan drone yang sebelumnya gagal, disebutkannya minggu ini kemungkinan akan dicoba lagi. “Itu penting kalau drone itu mampu mencapai kawah dan merekam gambar kondisi kawah. Jika tidak nanti kita akan pasang alat sensor emisi gas,” pungkasnya.