FOKUS : Bunuh Diri | Bali Tribune
Diposting : 22 March 2018 14:27
Mohammad S. Gawi - Bali Tribune
perekonomian
Bali Tribune

BALI TRIBUNE - Di balik gemerlapnya kemajuan industri pariwisata, ternyata Bali menyimpan dua masalah psikhososial yang amat pelik; tingginya angka bunuh diri dan bertambahnya penderita gangguan jiwa.

Data yang dirilis Suryani Institute for Mental Health (SIMH) mengkonfirmasikan, selama tahun 2017 jumlah kasus bunuh diri di Bali sebanyak 99. Dari jumlah itu,  21 kasus terjadi di Buleleng (tertinggi), 5 kasus terjadi di kota Denpasar (terendah), sedangkan sisanya tersebar merata di kabupaten lain.

Dalam semester pertama tahun 2018, kasus bunuh diri di Bali sudah mencapai 17 kasus. Angka bunuh diri paling tinggi terjadi  tahun 2004 dengan jumlah 180 kasus.

Direktur SIMH, Prof Dr dr Luh Putu Suryani, SpKJ mengidentifikasi dua penyebab utama bunuh diri di Bali yakni pelaku menderita penyakit fisik yang tak kunjung sembuh dan tekanan ekonomi yang tak mampu dipikul pelaku. Penyebab lainnya adalah masalah perselingkuhan, renggangnya integrasi keluarga dan putus cinta di kalangan muda remaja.

Masalah psikologi lain yang membebani masyarakat Bali adalah meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa. Saat ini, SIMH mencatat tidak kurang dari 9.000 penderita gangguan jiwa ada di Bali.

Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali, Wayan Gunawan mengaku sangat prihatin dengan kondisi itu. Gunawan mengimbau pemerintah segera melakukan riset  mendalam  dengan sungguh-sungguh agar tahu motifnya secara jelas dan ada solusinya yang pas.

Hasil penelitian Emile Durkheim ini rupanya bisa menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk melakukan riset mendalam tentang kondisi Bali. Bahwa bunuh diri, kata sosiolog termasyhur ini, umumnya terjadi karena disintegrasi  sosial.

Durkheim mengidentifikasi setidaknya ada 4 jenis bunuh diri: 1. bunuh diri egoistic, yakni bunuh diri yang dilakukan karena individu merasa kepentingan diri sendiri lebih diutamakan daripada kepentingan kesatuan sosialnya. Individu yang tidak mampu memenuhi peranan yang diharapkan dalam kehidupan sosialnya, akan merasa frustasi sehingga melakukan bunuh diri.

2. Bunuh diri anomik, bunuh diri ini terjadi apabila dalam masyarakatnya terjadi ketidakjelasan norma yang mengatur cara berpikir dan merasa masyarakat. Gangguan itu mungkin dapat membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka.

3. Bunuh diri altruistic; bunuh diri jenis ini terjadi karena individu merasa menjadi beban dalam masyarakat, 4. Bunuh diri fatalism yakni bunuh diri ini terjadi karena individu merasa putus asa. Tidak ada lagi semangat melanjutkan kehidupannya.

Untuk menekan angka bunuh diri, maka perlu langkah terintegrasi untuk menciptakan ruang sosial yang nyaman, meningkatkan kesejahteraan lahir bathin dan agar tokoh formal maupun informal menjadi pengayom yang bijak.

Dalam rangka melakukan kajian mendalam, rekomendasi Durkheim ini bisa menjadi pintu masuk.