ForBali “Duduki” Gedung DPRD Bali | Bali Tribune
Diposting : 26 August 2016 10:37
San Edison - Bali Tribune
Reklamasi
DATANGI GEDUNG DPRD – Ribuan massa ForBali ramai-ramai mendatangi Gedung DPRD Bali, Kamis (25/8). Sayang kedatangan mereka justru saat anggota dewan sedang tidak di tempat.

Denpasar, Bali Tribune

Massa tolak reklamasi Teluk Benoa (ForBali) bersama Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi, kembali mendatangi Kantor Gubernur Bali dan Gedung DPRD Bali, Kamis (25/8). Sebagaimana aksi-aksi sebelumnya, kedatangan massa kali ini juga gagal diterima wakil rakyat Renon, yang saat bersamaan sedang kunjungan kerja (kunker) ke luar daerah.

Karena tak ada anggota dewan, Gedung DPRD Bali pun dikuasai massa. Selain itu, gedung rakyat tersebut bahkan ramai dihiasai oleh bendera-bendera serta spanduk berisi tulisan 'Penolakan Reklamasi Teluk Benoa'.

Jero Bendesa Buduk, IB Ketut Purbanegara, pada kesempatan tersebut bersuara lantang tentang penolakan reklamasi Teluk Benoa. Ia juga menyayangkan mayoritas anggota DPRD Bali yang tidak menyuarakan penolakan terhadap rencana reklamasi di kawasan perairan Teluk Benoa itu.

Meski tanpa dukungan politik lembaga dewan, ia memastikan Pasubayan Desa Adat tidak akan berhenti bergerak menolak reklamasi. “Wakil rakyat seharusnya merakyat. Jangan hanya tidur waktu sidang soal rakyat. Wakil rakyat bukan paduan suara, hanya tau satu lagu “setuju” (reklamasi Teluk Benoa)! Kami menolak pemimpin berjiwa pelacur, kami dari Pasubayan tidak akan pernah berhenti memperjuangkan penolakan ini,” tandasnya.

Dalam aksi di halaman Kantor Gubernur Bali, ia pun mempertanyakan kegiatan kunjungan kerja anggota dewan pada saat aksi demonstrasi tersebut. Tetapi Purbanegara tetap berharap para anggota dewan tetap mewakili suara masyarakat yang terus menyuarakan penolakan reklamasi.

"Terima kasih mewakili kami ke luar negeri, tetapi sekarang wakili suara kami. Di mana kalian 4 tahun? Kalian hanya diam! Kalau kalian tidak bicara, kami mengatakan somasi tidak percaya kepada kalian,” tandasnya.

Hal senada dilontarkan perwakilan dari Denpasar, Made “Ariel” Suardana. Ia mengatakan, hanya ada 3 orang anggota DPRD Bali yang memiliki komitmen dan menolak reklamasi Teluk Benoa. Kunker yang dilaksanakan anggota dewan saat demo berlangsung, juga tak luput dari sorotannya.

"Anggota DPRD Bali hanya 3 orang bersuara menolak reklamasi Teluk Benoa dan itu semua dari Denpasar. Jika hari ini tidak ada anggota dewan yang hadir dan lebih mengutamakan kunjungan kerja, ini artinya Anda tidak pantas menjadi wakil rakyat. Kami tidak percaya anggota DPRD,” ujarnya.

Adapun Koordinator ForBali Wayan “Gendo” Suardana, mengatakan, ini adalah saksi sejarah dari desa adat yang bangkit menolak reklamasi Teluk Benoa. Karena dalam sejarah tidak ada yang namanya desa adat sampai turun ke DPRD Bali.

"Kita harus mendukung perjalanan pimpinan (bendesa adat) kita. Desa adat di Bali saat ini sedang bangkit. Di luar isu identitas, tidak ada namanya desa adat turun ke DPRD. Baru kali ini desa adat di Bali bangkit melawan kerakusan,” ujarnya.

Hal yang sama juga dilontarkan oleh Jerinx SID. Ia menyebut, perjuangan ForBali merupakan perjuangan berasal dari diri sendiri dan memperjuangkan tanah kelahiran Bali. "Jangan pernah dengarkan orang sinis yang mengatakan gerakan ini tidak ada artinya. Tetap jaga persatuan ini jangan sampai padam,” tegas drummer SID itu.

Sementara Ketua Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi, Wayan Swarsa, menjelaskan, ada 39 bendesa adat yang sudah menyatakan penolakan reklamasi Teluk Benoa. "Didudukinya rumah rakyat ini adalah simbol dari perjuangan rakyat Bali untuk menolak reklamasi Teluk Benoa," ucapnya.

Ia menyebut tanggal 25 Agustus 2016 adalah batas akhir izin lokasi reklamasi. Di sisi lain, Menteri Susi tidak bersikap dan, itu artinya memperpanjang izin reklamasi.

"Ada gedung dan rumah rakyat, ada hiasan ornamen siapa yang membuat? Ada simbol perjuangan, kita pernah menduduki rumah (rakyat) ini, ini adalah milik kita. Pada saat Amdal itu dipaksakan nanti, sehingga terjadi reklamasi di tanah Bali ini, saat itu juga tidak ada pemimpin dalam gerakan adat, tidak ada tokoh dalam gerakan rakyat. Bendesa adat akan menjadi rakyat juga, saat itu tidak ada komando, tidak ada perintah apapun, rakyat punya cara untuk menunjukkan jalannya,” ancamnya.

Ia mengingatkan, wakil rakyat seharusnya tidak diam dan tuli dalam mendengarkan tuntutan desa adat. "Ada sekian anggota dewan. Seandainya jika mereka di Bali, apakah mereka berani berhadapan dengan ida dane (kalian)? Mereka tidak akan berani, jika tidak ada hati nurani yang bersih. Kami ingin DPRD ini tidak diam dan tidak tuli! Anda (DPRD Bali) tanyakan kepada kolega Anda Gubernur Bali. Sekarang tidak ada yang mendampingi rakyat untuk memperjuangkan tanah Bali baik legislatif dan eksekutif,” pungkasnya.