Gelontor Rp 675 Miliar ke 46 Desa, Tiap Desa Terima Kisaran Rp 11,9 M hingga Rp 21,7 M | Bali Tribune
Diposting : 15 February 2019 23:25
I Made Darna - Bali Tribune
Bali Tribune/ DANA DESA - Wabup Badung Ketut Suiasa saat menyerahkan dana desa kepada para perbekel di Badung, Kamis (14/2).
Bali Tribune,  Mangupura - Pemerintah Kabupaten Badung menggelontor dana kepada 46 desa di Badung. Dana yang diserahkan bersumber dari Dana Desa APBN, Alokasi Dana Desa (ADD) dari Dana Perimbangan dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah tahun 2019 dengan total Rp 675 Miliar lebih.
 
Masing-masing desa menerima berkisar antara Rp. 11,9 M hingga 21,7 M. Dana desa diserahkan langsung Wakil Bupati Badung didampingi Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, I Putu Gede Sridana kepada Perbekel se-Badung, Kamis (14/2) di Puspem Badung.
 
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Badung Putu Gede Sridana menjelaskan, Dana Desa yang diterima dari pemerintah Pusat/APBN sebesar Rp.52.584.767.000, masing-masing desa paling sedikit menerima Rp. 900 juta dan paling besar Rp 2 M. Alokasi Dana Desa dari Dana Perimbangan sebesar Rp 44.660.525.600, masing-masing desa paling sedikit menerima Rp 750 juta dan paling besar Rp 1,4 M. Dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah sebesar Rp. 577.969.447.185, masing-masing desa paling sedikit menerima Rp. 10 M dan paling besar Rp. 18,5 M.
 
“Total dana ke Desa tahun 2019 sebesar Rp. 675.214.739.785, paling sedikit Desa menerima Rp. 11,9 M dan paling besar Rp. 21,7 M. Pembagian dana kepada Desa ini telah ditetapkan ke dalam Surat Keputusan Bupati Badung Nomor 115/0419/HK/2019,” jelasnya.
 
Lebih lanjut dikatakan, ada beberapa indikator sebagai dasar pembagian dana ke desa yaitu; jumlah penduduk, jumlah banjar, jumlah penduduk miskin, luas wilayah dan indeks kesulitan geografis.
 
Wabup Ketut Suiasa mengatakan, begitu besarnya dana yang diterima oleh desa, menjadi penting penyerahan dana ini tidak secara langsung ditransfer, namun sebelumnya pemerintah daerah mengundang para Perbekel dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sebagai wujud prinsip transparansi anggaran, dimana BPD sebagai unsur pemerintahan desa salah satu fungsinya memberi pengawasan terhadap pelaksanaan penganggaran di desa sejak awal hingga penerimaan dan pemanfaatan dana desa.
 
Sehingga BPD akan melaksanakan fungsinya sebagai pendorong, motivator dari perbekel untuk mempercepat melakukan eksekusi terhadap anggaran yang diterima sesuai dengan perencanaan yang diputuskan bersama antara Perbekel dengan BPD. Perbekel juga diminta menggunakan prinsip-prinsip anggaran yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
“Kami akui ini menjadi beban tersendiri bagi perbekel dalam mengelola dana besar, dibalik ini memberi harapan dan peluang untuk berakselerasi lebih banyak dalam rangka percepatan pembangunan masyarakat. Namun secara teknis ini juga beban buat mereka, pertanggungjawaban cukup berat. Untuk itu BPD dan perbekel agar bersinergi, agar alur pemanfaatan dana ini baik secara aturan, penyiapan administrasi dan tata pelaksanaannya di masyarakat tepat sasaran sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
 
Selain itu kepada perangkat daerah juga diminta ikut bersama-sama memberikan pendampingan dan tuntunan kepada desa sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Inspektorat juga diharapkan terus melakukan pendampingan, pembinaan dan pengawasan kepada desa.
 
“Inspektorat kami minta melakukan pendampingan, tuntunan dan pengawasan setiap saat, diminta ataupun tidak. Kita menginginkan sejak awal pemerintah desa ada yang memberikan arah yang pasti, sehingga masalah hukum di kemudian hari tidak terjadi dan kebermanfaatan untuk mewujudkan kesejahteraan benar-benar dapat tercapai,” pungkasnya.