Gunung Agung Kembali Alami Tremor Overscale | Bali Tribune
Diposting : 30 November 2017 22:41
Redaksi - Bali Tribune
OVERSCALE
OVERSCALE - Gunung Agung masih mengalami gempa tremor overscale dengan amplitude cukup kuat. Warga yang masih berada di zone merah diminta segera mengungsi.

BALI TRIBUNE - Gunung Agung kembali mengalami gempa tremor overscale (terus menerus), yang terjadi pada pukul 17.24 Wita hingga pukul 18.00 Wita. Seismograf di Pos Pantau Gunung Agung merekam gempa vulkanik tersebut dengan amplitudo cukup kuat.

Kasubid Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, PVMBG, Kementerian ESDM, Devy Kamil Syahbana, kepada wartawan di Pos Pantau Gunung Agung, Rabu (29/11) menjelaskan adanya gempa tremor overscale tersebut menandakan aktivitas vulkanik Gunung Agung masih tinggi, dan mengindikasikan masih terjadi pergerakan magma dari dalam tubuh gunung ke permukaan kawah.

"Hari ini (Rabu) terjadi aktivitas gempa tremor secara terus menerus melebihi ambang batas dari alat yang kami miliki dan terdeteksi dari seismograf hampir 52 menit lamanya," katanya.

Menurut dia, saat ini letusan atau erupsi magmatik bisa terjadi kapan saja jika gempa vulkanik yang terjadi ke depan memiliki amplitudo yang cukup kuat.

“Sampai saat ini juga deformasi kita menunjukkan adanya indikasi penggelembungan tubuh Gunung Agung. Selain itu kemungkinan terjadinya letusan yang lebih besar juga bisa dilihat dari gempa vulkanik dengan amplitudo yang cukup kuat yang terekam seismograf, termasuk dari aspek geokimia juga. Kita sudah lakukan pengukuran gas magmatik SO2 dan jumlahnya terekam lebih 2.000-3.000 ton per hari, pengukuran itu dilakukan sebelum terjadinya erupsi kemarin,” ungkap Devy.

Sebelumnya pihaknya juga sudah merekam kadar SO2 yang cukup tinggi yakni hampir 6.000 ton per hari. Tingginya kadar SO2 ini mengindikasikan jika magma berada dalam kedalaman yang cukup dangkal atau sudah berada di permukaan. Jadi potensi terjadinya erupsi yang lebih besar masih tetap ada.

“Kalau kita lihat sejarah erupsi Gunung Agung ini mulai dari tanggal 21 November 2017 lalu, dimana saat itu erupsi pembuka berupa erupsi freatik ketinggiannya hanya 700 meter, dan setelah itu ketinggiannya kalau kita perhatikan naik mencapai 3.400 meter dari bibir kawah,” lontarnya.

Dan bahkan ketinggiannya sempat mencapai 4.000 meter. “Yang bisa kita sampaikan adalah trend dari data menunjukkan bahwa ketinggian letusan abu vulkanik mengalami peningkatan. kalau trend ini terus terjaga maka memungkinkan terjadinya letusan yang lebih besar,” imbuhnya.

Meski demikian, pihaknya akan  melihat data-data yang terekam seperti apa. Kalau misalnya data-data sebelum terjadinya letusan relatif masih sama, kemungkinan letusan yang sama akan terus terjadi. Namun kalau misalnya ada perubahan yang sangat signifikan, semisal gempa vulkanik jumlahnya meningkat cukup tinggi termauk pengukuran lain seperti deformasi dan geo kimia, kemungkinan letusan yang lebih besar bisa saja terjadi.

Dijelaskan juga telah terjadi vulkanik glow yang diakibatkan oleh lava yang sudah berada di permukaan. “Jadi kita tidak perlu naik ke atas untuk membuktikan lavanya ada atau tidak. Tapi kita kan punya teknologi satelit, dan satelit sudah merekam adanya lava di permukaan dan jumlah lavanya semakin banyak, itu bisa dilihat dari energi termal yang ada di permukaan. Dua hari lalu nilainya 51 megawatt, dan kemarin malam jumlahnya sudah dua kali lipat yakni 97 megawatt. Artinya  ada pertumbuhan energi termal yang cukup signifikan di permukaan kawah,” sebutnya.

Soal gas yang diukur pihaknya, diketahui SO2 atau kandungan dioksida yang merupakan unsur gas magmatik juga menunjukkan jika magma sudah sampai ke permukaan. Artinya jika magma belum sampai di permukaan, kemungkinan kadar SO2-nya tidak terekam. Pihaknya akan secara rutin melakukan pengukuran untuk mengetahui seberapa banyak kandungan SO2 nya.

Terus bahayanya seperti apa? “Kalau dalam kondisi kita sekarang sudah erupsi, dimana kita merekomendasikan tidak boleh ada aktivitas di bawah radius 8 kilometer dan perluasan 10 kilometer, dan jika masyarakat sudah keluar semua dari zona berbahaya itu, mereka kemungkinan sudah terhindar dari potensi bahaya lontaran material dan awan panas serta hujan abu lebat,” bebernya.