Hektaran Tamanan Padi di Bangli Teraserang “Blast” | Bali Tribune
Diposting : 5 August 2017 11:39
Agung Samudra - Bali Tribune
SOSIALISASI
SOSIALISASI - Petugas dari Dinas PKP berikan sosialisasi pencegahan penyakit blast.

BALI TRIBUNE - Merebaknya penyakit blast pada tanaman padi di sejumlah subak di wilayah Kabupaten Bangli, mendapat atensi  Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Kabupaten Bangli. Buktinya beberapa petugas penyuluh turun memberikan pemahaman penyakit  blast di Subak Tempek  Bau, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli, Jumat (4/8).

Kepala Seksi Perlindungan Tanaman Dinas PKP Bangli I Wayan Sentana mengatakan, penyakit blast pada tanaman padi timbul akibat adanya sumber inokulum berupa rumput gajah yang menjadi tempat inang bagi jamur ini. “Sumber utamanya adalah pada rumput gajah yang telah dewasa dan biasa tumbuh di arweal persawahan,” jelasnya.

Paparnya gejala penyakit blast ini biasanya diketahui ketika padi berusia 45 hingga 50 hari. Bermula pada titik putih berbentuk belah ketupat yang terdapat pada daun padi, hingga akhirnya menyebar dan berubah menjadi kuning kecoklatan. Namun, tidak menutup kemungkinan penyakit blast ini dapat menyerang padi berusia 10 hari.  Hal ini dipengaruhi faktor cuaca ekstrem berupa angin kencang dan hujan yang membuat tanah menjadi lembab. Sehingga penyebaran penyakit blast tidak membutuhkan waktu yang lama.

“Meski rata-rata daun padi tampak masih hijau, jika dibiarkan terus menerus, maka akan menyebar dan menyebabkan busuk leher (next blast), yang ditandai dengan warna coklat kehitaman pada leher padi. Hal ini tentu menghambat jalannya proses makan sehingga padi tidak mampu mematangkan bijinya,” ujar Sentana.

Jelasnya, dari beberapa kasus penyakit blast ini, kebanyakan yang diserang adalah padi dengan varietas impair dan varietas 64. Namun tidak menutup kemungkinan varietas lain seperti varietas Cierang dan varietas Cigelis juga terserang.

Terhadap perebakan penyakit Blast ini, pihak Dinas PKP Bangli telah mensosialisasikan kepada seluruh klian subak terkait bahaya serta penanganan berupa pengendalian penyakit blast. Upaya pengendaliannya yakni dengan cara penyemprotan menggunakan fungisida, hanya saja, kata Sentana, pengendalian ini akan lebih efektif jika dilakukan saat musim panas. Sehingga fungsisida yang disemprotkan tidak luntur akibat hujan.

Selain itu, Sentana mengatakan juga, untuk memutus rantai penyebaran penyakit blast ini juga dirasa cukup sulit, mengigat sistem tanam padi di beberapa subak menggunakan sistem tanam bergilir. “Seperti di subak tempek jalan bau ini, disini sistem tanamnya menggunakan sistem sorong (sistem tanam bergilir). Untuk itu pengendalian akan dilakukan dengan dua cara, yakni penyemprotan, serta pembersihan rumput gajah,” jelasnya.

Klian Tempek subak jalan Bau, Desa Sulahan, Susut, I Nengah Raka mengatakan, luas keseluruhan subak di tempeknya seluas 34 hektar, sedangkan subak yang memasuki musim tanam, saat ini seluas 24 hektar. “Dari 24 hektar tersebut, sekitar 8 hektar subak mengalami gejala penyakit blast,” jelasnya.

Dari banyaknya subak yang mendapat gejala penyakit Blast, Raka mengatakan saat ini masih banyak petani yang enggan mengikuti Asuransi Usaha Tanam Padi (AUTP), dengan alasan mahalnya biaya penggarapan sawah, sehingga petani takut jika gagal panen dan merugi. “Claim asuransi didapatkan jika petani mengalami kerugian minimal sebesar 75 persen, belum lagi biaya penggarapan sawah cukup mahal. Jadi daripada merugi, sedari dini petani menggarap sawahnya sebaik mungkin,” kata Nengah Raka.