Humas dan Semangat Bhineka Tunggal Ika, Persatuan dalam Perbedaan di Media Sosial | Bali Tribune
Diposting : 14 October 2019 20:02
Redaksi - Bali Tribune
Bali Tribune/ Rizka Septiana MSi, IAPR
Oleh: Rizka Septiana MSi, IAPR *)
 
Balitribune.co.id - Media sosial adalah situs jejaring sosial, sebuah layanan berbasis web yang memberikan cara membangun percakapan antara banyak orang.  Bahkan saat ini media sosial sudah menjadi bagian dari gaya hidup dalam berbagi informasi, interaksi, dan diskusi dunia, tidak terkecuali Indonesia. Seperti halnya Instagram, Facebook, Youtube,  LINE, Twitter, Reddit, LindkedIn, SnapChat serta masih ada ratusan jejaring sosial yang tersedia dan jumlahnya terus bertambah. Jejaring sosial sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan lintas generasi. Semua orang tahu cara menggunakan media sosial, namun tidak semuanya tahu bagaimana cara menggunakannya dengan bijak. 
 
Menurut Smart Insights di tahun 2017, yang terjadi dalam satu menit di dunia saat ini adalah 3,3 juta post yang terjadi di Facebook, 448.800 tweets di Twitter, 65.972 post di Instagram, 3,8 juta pencarian data di google, 149.513 email yang terkirimkan dan banyak lagi. Hal  ini menunjukkan bahwa perkembangan di segi teknologi memiliki banyak manfaat untuk penggunanya, dari penyebaran informasi yang lebih cepat dan lebih luas jangkauannya. 
 
Menjadi bagian penting di Era kecanggihan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), seorang Humas harus memiliki sifat adaptif, terus belajar dan meningkatkan kemampuan terkait perkembangan teknologi informasi karena disrupsi terjadi di segala lini kehidupan. Era disrupsi ditandai dengan makin seringnya perubahan terjadi, kecepatan penyebaran informasi, dan munculnya inovasi-inovasi baru. Humas saat ini dituntut mampu memainkan peran mengelola citra dan reputasi dengan cara menjalankan manajemen isu, manajemen resiko, manajemen krisis Humas dan menjalin hubungan baik dengan media massa. Kemampuan old school seperti membuat rilis, membuat konferensi pers saja sudah tidak cukup, melainkan harus memahami juga perkembangan disekitar seperti regulasi, tren bisnis, terlebih apa yang diinginkan audiensnya. Salah satunya dengan pemanfaatan sosial media.
 
Ciaran McCullagh mengatakan bahwa di media baru ini terdapat keuntungan dibandingkan dengan media massa tradisional, yaitu democratising of access dan democratising of content. (McCullagh, 2009): Democratising of access ini karena media baru yang berbasis internet ini berbiaya murah dan mudah digunakan, sehingga siapa pun di seluruh dunia dapat menggunakan dan mengaksesnya setiap saat (24x7). Mereka hanya memerlukan komputer atau perangkat lainnya untuk membuka website atau mengunduh informasi yang diperlukan, lalu mereka dapat berpartisipasi dengan berinteraksi dengan individu lainnya seperti sharing informasi, berdiskusi dalam lingkup lokal, nasional, regional, ataupun internasional.
 
Democratising of content diartikan bahwa media baru mampu memberikan informasi dengan jumlah yang tidak berbatas dibandingkan dengan media konvensional yang mempunyai keterbatasan seperti waktu, tempat (space), dan jangkauan. Teknologi ini memberikan ruang kepada publik untuk bersuara dan mengemukakan pandangan mereka. Ini akan menuju kepada masyarakat yang lebih berpengetahuan, lembaga yang lebih terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dapat dilakukan melalui tiga hal, yaitu access to information, reconnecting to politics, dan electronic town halls. 
 
Mengacu pada democratising of access seperti McCullagh katakan, perkembangan ini memberikan manfaat positif yang bisa kita bagi menjadi enam kategori seperti: (1) komunikasi melalui media sosial, saling berinteraksi secara langsung dengan melalui chatting, ataupun yang tidak langsung yaitu email. Bahkan sekarang sudah memberikan fitur telepon bahkan video call. (2) Sarana rekreasi yaitu dengan mengunduh games, musik ataupun video. (3) Pencari informasi yang cepat, baik dalam bentuk berita (tulisan), radio ataupun televisi online. (4) Menjadi tempat referensi seperti ensiklopedia, e-jurnal, mesin pencari. (5) Dapat melakukan transaksi yaitu e-banking, e-commerce, e-perizinan, dan (6) dari sisi edukasi yaitu adanya kelas online, games edukasi, ataupun e-learning. 
 
Dan mengacu pada democratising of content, perangkat jejaring yang merupakan salah satu dari media baru juga memiliki ancaman bagi kita; seperti penyebaran hoaks, tumbuh kembangnya radikalisme, penyebaran pornografi, meningkatnya penipuan, prosititusi, bullying, sinis, SARA, ujaran kebencian, dll. Semua terdistribusikan secara liar kepada masyarakat dan memberikan dampak negatif. 
 
Satu posting-an seseorang dapat mengakibatkan banyak hal buruk seperti menyulut kebencian, kemarahan, ataupun hasutan yang menghasilkan demonstrasi. Hal ini sudah terjadi beberapa waktu lalu di negeri ini.Banyak masyarakat yang belum pakem dalam literasi digital terpengaruh dan merasakan dampak dari media sosial ini seperti pembentukan persepsi negatif untuk memanipulasi alam pikiran dan memberikan respon seperti keinginan pembuat berita palsu. Seperti baru-baru saja terjadi, kita merasakan dampak negatif dari indahnya perkembangan teknologi, yakni timbulnya opini negatif sehingga terjadi disintegrasi bangsa. 
 
Masyarakat harus menyadari bahwa mereka adalah Humas bagi Indonesia. Peran dan fungsi sebagai Humas bagi negaranya ada di tangan mereka. Jangan sampai perpecahan terjadi di depan mata dan semua terjadi atas kontribusi kita sendiri. Sebaliknya, masyarakat harus memiliiki komitmen menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antarwarga negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Sudah seharusnya kita semua mengedukasi dan menyosialisasikan pesan positif tentang Indonesia agar kepercayaan serta reputasi bangsa ini baik dimata dunia. #AkuHumasIndonesia #IndonesiaBicaraBaik! 
 
*) Penulis adalah Dosen Tetap & Media Relations LSPR-Jakarta, Pengurus Pusat Perhumas