Kader PDIP Dilarang Gabung Ormas | Bali Tribune
Diposting : 27 August 2016 10:25
San Edison - Bali Tribune
pilgub
Wayan Koster

Denpasar, Bali Tribune

Pilgub Bali memang baru akan digelar tahun 2018. Namun sejumlah nama sudah menegaskan sikapnya ikut bertarung dalam suksesi kepemimpinan di Pulau Dewata itu. Bahkan para bakal calon gubernur ini sudah proaktif turun ke masyarakat hingga menghadiri berbagai forum yang digelar masyarakat, organisasi, bahkan kampus.

Hal ini pula yang dilakukan Ketua DPD PDIP Provinsi Bali Wayan Koster, yang belakangan terus mendapat dukungan kader PDIP untuk maju sebagai calon gubernur Bali. Jumat (26/8) misalnya, Koster menghadiri acara Student Day Mahasiswa Baru Fakultas Hukum Universitas Udayana, yang diselenggarakan di Auditorium Fakultas Hukum Unud, Denpasar.

Ada cukup banyak hal yang disampaikan Koster, selaku pembicara dalam acara tersebut. Namun sebelumnya, Koster didoakan oleh moderator acara tersebut, Made Gde Subha Karma Resen, agar bisa menjadi Gubernur Bali Periode 2018-2023.

“Ya, mungkin Pak Koster bisa jadi RI 1 atau Bali 1,” ujar Resen, sembari tersenyum. Sontak, secara spontan ucapan Resen yang juga Dosen Fakultas Hukum Unud ini disambut tepuk tangan meriah para civitas akademika Fakultas Hukum Unud, yang menghadiri acara ini. Sementara Koster, hanya tersenyum mendengarkan ucapan Resen tersebut.

Dalam acara ini, Koster dicecar mahasiswa dengan sejumlah pertanyaan. Salah satunya datang dari mahasiswa Fakultas Hukum Unud, yang menanyakan tentang keberadaan ormas di Bali yang meresahkan akibat adanya pungutan uang keamanan. Bahkan ada pula ormas yang membuat kericuhan.

Menjawab hal ini, Koster menegaskan, keberdaan ormas yang ada di Bali ini sudah banyak yang jauh berbeda dari tujuan dan AD/ART didirikannya ormas tersebut. “Ini apakah karena tidak dijalankannya sistem sesuai dengan cita-cita didirikannya ormas. Karena di UU Ormas kan sudah pasti tertulis Ormas harus ada AD/ ART. Karenanya kan tidak mungkin ada dalam AD/ART itu membunuh,” tuturnya.

Untuk itu, menurut anggota Fraksi PDIP DPR RI ini, seharusnya sudah tidak ada ormas-ormas yang melakukan tindakan pungutan uang dengan dalih menjaga keamanan suatu wilayah. Terlebih, imbuhnya, di Bali telah ada lembaga-lembaga resmi yang memang ditugaskan oleh negara untuk menjaga keamanan, yakni TNI dan Polri, serta lembaga keamanan adat yaitu pecalang.

Karena itu menurut dia, ormas-ormas yang melakukan praktik keamanan di Bali ini, seharusnya tidak boleh ada. “Mohon maaf ya, ormas yang melakukan praktik dengan dalih menjaga keamanan dan sebagainya sudah clear. Pertama kita harus menggunakan keamanan yang digunakan oleh negara, kita punya TNI. Kalau berkaitan dengan kemasyarakatan ada polisi. Kalau ada hubungannya dengan sistem sosial di Bali, kita ada pecalang,” tandasnya.

Koster juga mengaku dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPD PDIP Provinsi Bali, pada berbagai kesempatan dengan tegas melarang seluruh jajaran kader PDIP di Bali untuk mengikuti ormas-ormas tersebut. Bahkan dirinya telah menyiapkan sanksi apabila ada kader yang ikut dalam ormas-ormas tersebut.

“Demikian juga Bali ini harus dijaga keamanannya, kenyamanannya, sebagai daerah wisata. Ini sudah rusak semua. Sehingga saya dalam berbagai kesempatan, sebagai pimpinan partai di Bali, saya katakan tidak boleh ada (kader) yang ikut. Kalau ada yang ikut, harus ke luar semua, tidak boleh ada yang ikut. Akan diberikan sanksi kalau ada yang ikut di situ. Jadi harus tegas, kalau tidak bisa panjang itu, karena kekuasaan masuk di situ,” ujarnya.

Menariknya, dalam acara ini Koster tak hanya memberi warning bagi kader PDIP agar tidak bergabung dengan ormas-ormas yang meresahkan. Sebab, Koster juga secara khusus menyindir para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ikut dalam ormas-ormas tersebut.

Bahkan, menurut dia, seharusnya para PNS yang mengikuti ormas tersebut harus diberikan sanksi tegas. Terlebih, ormas-ormas tersebut sudah membuat konflik di masyarakat Bali.

“Ini jeleknya. Sudah jelas-jelas itu sudah membuat konflik di masyarakat, merugikan masyarakat, ada penguasanya di situ, apalagi penguasanya itu PNS pula. Harusnya PNS-nya itu ada aturannya juga. Kan ada sanksi kalau PNS. Cuma kenapa tidak tegas,” pungkas Koster.