Kredit Macet LPD Selat Capai Rp900 juta | Bali Tribune
Bali Tribune, Kamis 28 Maret 2024
Diposting : 4 January 2017 09:08
AA Samudra Dinata - Bali Tribune

Bangli, Bali Tribune

Penyebab macetnya Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Selat mulai menemukan titik terang. Ternyata kolapsnya LPD yang berdiri beberapa tahun lalu itu karena kredit macet yang besarannya mendekati miliaran rupiah. Penyebab lainnya adalah ulah mantan sang ketua yang sempat menilep dana ratusan juta rupiah dari LPD ini.

Bendesa Adat Selat, I Made Rijasa, saat dikonfirmasi, Selasa (03/01/2017), mengakui, jumlah kredit macet mencapai Rp900 juta. Sementara omzet LPD sendiri diperkirakan mencapai Rp1,6 miliar. “LPD kami kolaps lantaran banyak nasabah nakal. Mereka hanya mau meminjam, namun tidak lancar saat mengembalikan,” jelasnya.

Ketua Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Bangli ini menambahkan, terkait penilepan dana oleh ketua LPD sebelumnya, yang bersangkutan telah telah divonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bangli. Selain itu, dia juga harus mengembalikan ganti rugi terkait dana yang diambil sebelumnya.

“Yang bersangkutan menyerahkan tanahnya seluas tiga are, namun menolak menandatangani berita acara. Akibatnya jaminan tersebut hingga kini sulit untuk dijual untuk dana LPD,” ungkapnya. Sebagai pengawas LPD, sebutnya lagi, pihaknya tidak mungkin ikut serta dalam menyelesaikan kredit macet di LPD tersebut.

Pihaknya ingin pengurus LPD lebih gencar dalam menuntaskan masalah itu. Sebelumnya, dirinya mengaku telah menuntaskan masalah dana yang ditilep oleh oknum ketua LPD. Di mana dirinya saat itu telah melaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangli, yang berbuntut yang bersangkutan divonis penjara selama 10 bulan.

Terkait kredit macet, Rijasa berharap agar nasabah yang notabene warga setempat sadar untuk menuntaskan kredit macet ini. “Tanpa adanya kesadaran warga, tidak mungkin masalah kredit macet ini bisa dituntaskan,” katanya. Sebelumnya, sejumlah nasabah LPD Selat mengadu ke Kejari Bangli terkait masalah ini. Namun, hingga kini belum jelas pengananannnya.*