Pangdam: Maknai Konsensus Kehidupan Berbangsa! | Bali Tribune
Bali Tribune, Jumat 29 Maret 2024
Diposting : 9 June 2017 18:53
Djoko Moeljono - Bali Tribune
Mayjen TNI Komarruddin Simanjuntak, SIP., MSc.
Mayjen TNI Komarruddin Simanjuntak, SIP., MSc.

BALI TRIBUNE - Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang didirikan oleh para pendiri bangsa (founding fathers), yaitu sebuah negara yang berideologikan Pancasila.

“Bukan negara komunis dan bukan pula sebuah negara agama, tetapi negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yakni negara yang menghormati dan menghargai semua agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, dimana satu sama lainnya sangat toleran. Kita semua saudara dalam kemanusiaan,” ujar Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Komarruddin Simanjuntak, SIP., MSc., di Makodam IX/Udayana, Denpasar, Kamis (8/6).

Demikian pula bangsa Indonesia, kata Pangdam, adalah bangsa yang sangat beragam, baik dari segi agama, suku, budaya, adat istiadat serta berbagai keberagaman dalam kebhinnekaan sekaligus sebagai kekuatan dan keindahan. “Keberagaman tersebut merupakan kekayaan yang mencerminkan nilai positif dan memberikan khasanah keindahan bagi bangsa yang berbhinneka, sebagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda yang merefleksikan semangat pluralisme bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan yang sama,” jelas Jenderal TNI bintang dua berkumis tebal itu.

Melihat fenomena yang berkembang, seperti isu sukuisme, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dengan berbagai dinamikanya yang terjadi belakangan ini, menurut Pangdam, hal itu mencerminkan mulai memudarnya semangat dan nilai-nilai kebhinnekaan. Termasuk politik identitas juga mulai muncul dengan mengedepankan identitas kelompok dan menjadi negasi atau ingkaran -- suatu pernyataan, baik tunggal maupun majemuk yang membalikkan nilai kebenaran -- atas kelompok lainnya.

“Fenomena ini menunjukkan terjadinya degradasi dan terkikisnya semangat kebersamaan dalam kebhinnekaan serta persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa. Sehingga perlu segera disegarkan kembali tentang pemaknaan filosofi Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai konsensus kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegas lulusan Akmil 1985 yang pernah menjabat Dandim 1611/Badung dan Kasrem 163/Wira Satya itu.

Nilai-nilai Sumpah Pemuda, pelajaran wawasan kebangsaan hingga etika dalam kehidupan bermasyarakat hendaknya perlu ditanamkan kembali. Termasuk, pemahaman terhadap kerukunan hidup beragama yang merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di tengah perbedaan, karena harus disadari bersama bahwa perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.

“Kesadaran akan kerukunan hidup beragama yang bersifat dinamis, humanis, dan demokratis perlu diingatkan kembali kepada semua lapisan masyarakat, agar mereka memahami bahwa mereka yang berbeda dalam iman adalah saudara dalam kemanusiaan dan saudara dalam kehidupan berbangsa. Jadi, jangan karena perbedaan keimanan, lantas nilai-nilai kemanusiaan ini menjadi terinjak-injak,” tutur mantan Aster Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), seraya mengingatkan agar jangan karena berbeda keimanan, bangsa ini menjadi terpecah belah serta mengabaikan semangat persatuan dan kesatuan.

Mengingat, dalam faktanya NKRI ini didirikan oleh para pendiri bangsa dengan berasaskan Pancasila atas dasar kesepakatan bersama di dalam kebhinnekaan. “Sehingga tidak perlu lagi ditawar-tawar, karena sudah merupakan kesepakatan final. Jadi, ya harus ditaati dan dilaksanakan dengan konsekuen oleh seluruh bangsa Indonesia,” tegas Jenderal Kommaruddin.