Pendamping Desa Tulikup Diganjar 28 Bulan | Bali Tribune
Bali Tribune, Jumat 29 Maret 2024
Diposting : 8 March 2018 08:28
Valdi S Ginta - Bali Tribune
korupsi
TERBUKTI - Dewa Putu Suartana saat menjalani sidang vonis kasus korupsi yang dilakukannya, di Pengadilan Tipikor, Rabu (7/3).

BALI TRIBUNE - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan 4 bulan (28 bulan) terhadap Dewa Putu Suartana (41), terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM)  untuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sari Lestari, Tulikup, Gianyar senilai Rp 76 juta.

Putusan majelis hakim diketuai I Wayan Sukanila ini lebih ringan 14 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Made Edi Setiawan yang sebelumnya menuntut terdakwa  dengan hukuman pidana selama 3 tahun dan 6 bulan.

Dalam putusannya, majelis hakim menilai perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi untuk kepentingan sendiri sebagaimana dakwaan subsider Pasal 3 Ayat 1 Jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Dewa Putu Suartana dengan pidana penjara selama selama 2 tahun dan 4 bulan, denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan," tegas ketua hakim saat membacakan amar putusannya.
Selain itu, majelis hakim juga menyebutkan terdakwa dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 76 juta dengan ketentuan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam tenggat waktu paling lama 1 bulan setelah adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita dan dijual lelang guna membayar pengganti tersebut. Dan apabila harta bendanya masih belum cukup, maka hukuman pidananya akan ditambah 1 bulan kurungan.

Sebelum membacakan amar putusan, majelis hakim terlebih dulu mengurai sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan. Hal yang menberatkan, terdakwa tidak mendukung progran Pemprov Bali dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

Hal yang meringankan, selain sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan sebagai tulang punggung keluarga, terdakwa juga telah mengembalikan sebagian uang yang dikorupsi.

Mendengar vonis hakim, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya, Made Suryawan maupun JPU Made Edi Setiawan sama-sama menyatakan pikir-pikir.

Sebagaimana diketahui, hingga kasus ini bergulir, berawal dari dicairkannya dana bantuan sosial kegiatan Penguatan-LDPM untuk Gabungan Sari Lestari dari Pemerintah Provinsi Bali sebesar Rp 150 juta pada tanggal 9 November 2009. Dana bantuan tersebut kemudian digunakan untuk pembangunan gudang beras dan gabah dengan menghabiskan dana sebesar Rp 30 juta dan sisa dana Rp 120 jiya dipergunakan untuk pembelian beras dalam rangka pengadaan stok pangan dan distribusi pangan kepada petani anggota Gapoktan Sari Lestari. 

Selanjutnya, masalah  mulai muncul setelah Saksi I Gusti Putu Suwetja selaku Sekertaris Gapokan Sari Lestari sekaligus pelaksana kegiatan Unit Jasa Pengelolaan, bersama saksi I Gusti Ngura Oka Winaya selaku Ketua Gapokan Sari Lestari, dan terdakwa Suarta selaku pemdamping Gapoktan Sari Lestari Program Penguatan-LDPM mendatangi rumah I Wayan Narka selaku bendahara Gapokan Sari Lestari untuk membahas pembelian beras.  

Dalam pertemuan itu, terdakwa Suartana menyanggupi untuk membantu membelikan beras sehingga saksi Suwetja menyerahkan uang milik Gapokan Sari Lestari sebesar Rp 30 juta. Terdakwa kemudian membelikan beras sebanyak 5 ton dengan harga Rp 27,5 juta sehingga masih terdapat sisa uang Rp. 2,5 juta yang mana uang sisa tersebut dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya. 

Setelah beras sebanyak 5 ton itu hampir habis, saksi Suwetja kembali meminta bantuan terdakwa untuk membeli beras dengan menyerahkan uang hasil penjualan beras sebesar Rp 20 juta. Kemudian uang tersebut digunakan terdakwa Suartana untuk membeli  beras sebanyak 1 ton dengan harga Rp 6,5 juta sehingga uang masih tersisa Rp 13,5 juta yang mana uang sisa ini kembali digunakan terdakwa Surtana untuk kepentingan pribadi. 

Pembelian beras selanjutnya, Saksi Suwtja kembali memberikan uang kepada terdakwa yang tidak diingat jumlahnya. Oleh terdakwa dibelikan beras sebanyak 500 kilogram sehingga ada sisa uang sebesar Rp 1,5 juta yang kembali dipergunakan terdakwa untuk kepentingannya.  Sehingga jumlah keseluruhan sisa uang pembelian beras Program Penguatan-LDPM yang dipergunakan oleh terdakwa sebesar Rp 17,5 juta. 

Terdakwa yang juga sebagai pendamping pada program PUAP (Pengembangan Usaha Agrabisnis Pedesaan) di Desa Tulikup yang bergerak di bidang pengadaan pupuk kepada petani anggota Subak. Kembali melakukan korupsi dana LDPM dari Gapokan Sari sebesar Rp 60 juta.

Mulanya, pada akhir tahun 2010 di Desa Tulikup terdapat pengadaan pupuk subsidi ganda kepada petani namun karena dana bantuan untuk PUAP dari pemerintah belum turun maka terdakwa menyarankan untuk meminjam dana kepada LDPM terlebih dahulu. Saran itu kemudian disetujui oleh saksi I Made Widiana selaku Ketua PUAP.

Kemudian pengurus Gapokan Sari memberikan pinjaman dana kepada PUAP sebesar Rp 60 juta yang diserahkan terdakwa Suartana. Setelah menerima uang tersebut lalu terdakwa membayarkan kepada penjual pupuk. Pada 21 Desember 2010 dana dari pemerintah untuk PUAP telah cair kemudian uang dipinjam kelompok PUAP dari LDPM pada Gapokan Sari Lestari dikembalikan bulan Januari 2011 oleh ketua PUAP I Made Widiana melalui terdakwa sebesar Rp 60 juta, namun uang tersebut tidak serahkan kepada bendahara atau pengurus LPDM melainkan digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi. 

Setelah pengurus LDPM menagih uang tersebut, terdakwa hanya mampu mengembalikan Rp 1,5 juta. Sehingga jumlah keseluruhan dana LDPM yang digunakan terdakwa untuk keperluan pribadinya sebesar Rp 76 juta.