Sertifikat pun Digadaikan Demi Tina | Bali Tribune
Bali Tribune, Jumat 29 Maret 2024
Diposting : 25 June 2016 11:48
Arta Jingga - Bali Tribune
tumor
Ni Wayan Tina Mariani didampingi ayahnya I Wayan Mayik

Tabanan, Bali Tribune

Seorang gadis Ni Wayan Tina Mariani (29), warga  Banjar Gamongan, Desa Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, harus berjuang menahan sakit akibat tumor tulang belakang. Benjolan sebesar bola tenis yang ada di punggung bagian bawahnya tersebut, tiba-tiba muncul saat Tina-- panggilan akrab gadis tersebut berusia 20 tahun.

Tina menceritakan, semua bermula ketika dirinya tiba-tiba merasakan sakit luar biasa pada kedua kakinya. Saat itu dirinya mengira sakit itu berasal dari keseleo yang pernah ia alami satu tahun sebelumnya. Namun setelah diperiksa ke rumah sakit, dokter mengatakan jika dirinya mengalami saraf kejepit.

"Waktu itu saya merasakan kaki saya sakit sekali, saya pikir karena keseleo. Soalnya satu tahun sebelumnya saya pernah jatuh terpeleset di sawah, setelah diperiksa ternyata ada saraf terjepit," kata Tina mengawali kisahnya.

Akan tetapi, sakit di kedua kaki tersebut tak kunjung hilang meski sudah diobati, malahan semakin nyeri. Bersamaan dengan itu, Tina tidak menyadari jika di punggung bagian bawah muncul benjolan kecil seperti bisul, hingga ayah Tina memutuskan untuk kembali membawa putrinya ke rumah sakit Tabanan, dan setelah diperiksa ternyata Tina divonis menderita tumor tulang belakang. Benjolan kecil itu pun terus berkembang dan semakin membesar hingga kini menjadi sebesar bola tenis.

"Saat diperiksa di BRSU Tabanan dokter bilang saya kena tumor tulang belakang, lalu saya sempat periksa dan tes darah di RS Sanglah juga sama divonis tumor tulang. Benjolannya terus membesar sampai dua tahun, lalu tidak membesar lagi sampai sekarang ukurannya seperti ini," ucapnya.

Tumor tulang belakang yang diderita Tina kemudian membuat dirinya harus keluar dari pekerjaan yang sudah ia geluti selama 5 tahun di pabrik lilin di Bajera, Selemadeg. Bagaimana tidak, kedua kaki Tina terus melemah sehingga ia tak bisa berlama-lama berdiri dan berjalan, belum lagi jika nyeri dan kesemutan pada kakinya datang, maka tak ada pilihan selain beristirahat. "Kalau sudah kambuh bisa semalaman tidak tidur karena menahan sakit sambil menangis karena sakit sekali dan nyeri" ujarnya.

Benjolan di punggung bagian bawah itu pun membuat ia tidak leluasa beraktivitas, karena jika tidak sengaja tersentuh maka akan terasa sakit. Oleh sebab itu untuk tidur dirinya harus miring menghadap kiri atau kanan alias tidak bisa telentang. Namun untuk melakukan aktivitas sepeti memasak, mencuci pakaian dan menyapu ia mengaku masih sanggup. "Kalau memasak, mencuci atau menyapu sih masih bisa. Tapi tidak bisa berdiri lama-lama, cepat kesemutan dan nyeri," sambungnya.

 Atas kondisi tersebut, ayah Tina, I Wayan Mayik (56), tak mau berdiam diri. Meskipun hanya menjadi seorang petani dengan penghasilan tidak menentu, ia memiliki tekad kuat untuk melihat putri semata wayangnya sembuh dan beraktivitas seperti sedia kala. Kurang lebih ada 15 dokter dan puluhan pengobatan alternatif sudah dijalaninya, namun hasilnya nihil. "Kalau ke dokter sampai sejauh ini hanya disarankan operasi saja, tapi saya tidak sanggup. Selain biayanya besar, keberhasilan dari operasi juga hanya 50 persen. Jadi di dokter paling hanya diberikan obat penghilang rasa sakit saja," ungkap pria yang biasa dipanggil Pan Tina tersebut.

Meskipun telah menggunakan Jamkesmas, belakangan ini Tina sudah tidak lagi menjalani pengobatan medis. Hanya sekali-kali sang ayah mengantarkannya untuk menjalani terapi pijat pengobatan alternatif karena memang benar-benar sudah tidak ada biaya.

Penghasilan dari bertani di lahan milik orang bersama istrinya, Ni Ketut Suarmi (54), bahkan tak mampu memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. "Ke mana-mana sudah pernah kami coba, ke medis, alternatif sampai pengobatan niskala. Tetapi tetap tidak ada perubahan. Sekarang sudah tidak ada biaya untuk berobat lagi," ujarnya.

 Mirisnya lagi, untuk biaya pengobatan Tina sebelum memiliki jaminan kesehatan, Pan Tina sampai menggadaikan sertifikat rumahnya di salah satu BPR senilai Rp25 juta dengan bunga Rp500 ribu per bulannya. Selain itu ia juga berutang di LPD setempat sebesar Rp8 juta. "Sampai sekarang saya hanya bisa membayar bunganya saja karena saya hanya mengandalkan uang hasil tani yang tidak seberapa," lanjutnya.

 Namun ia tak putus asa, sebagai orangtua yang baik, ia selalu mensupport putrinya agar tegar dan kuat menghadapi penyakitnya. Ia pun berharap Tina bisa sembuh dan kembali seperti semula. "Semoga ada keajaiban anak saya bisa sembuh dan kembali seperti dulu," harapnya.