Diposting : 6 October 2018 23:35
redaksi - Bali Tribune
BALI TRIBUNE - Pelaku usaha jasa angkutan wisata (taksi konvensional) di Ubud mengaku kian terancam oleh adanya ekspansi armada taksi dalam jaringan (online). Kondisi ini berpotensi mengusik kondusivitas kepariwisataan setempat yang berbasis budaya. Lantaran pemerintah daerah terkesan angkat tangan, perlindungan dari desa pakraman pun kini mulai dijadikan alternatif.
Dengan hadirnya taksi online yang merambat ke kampung turis ini, sejumlah paguyuban taksi konvensional mulai mengeluh dan mendesak Pemkab Gianyar agar tidak menutup mata. Setidaknya ada regulasi yang memberikan batasan-batasan tertentu, agar keberadaan taksi online ini tidak merecoki fondasi sadar wisata di Ubud berbasis budaya.
“Tidak hanya sekedar kepentingan perut kami yang memang sudah mulai keroncongan ini, namun ada kepentingan lebih besar terkait kepariwisataan di Ubud. Kami bukan sekedar sopir, kami juga berbekal pengetahuan kewilayahan, kemampuan berbahasa asing dan yang terpenting pengetahuan sadar wisata berbasis seni budaya,” keluh Koordinator Paguyuban Bali Agung Transport, Kadek Restu Widi, kemarin.
Bila harapan kepada pemerintah daerah buntu, pihaknya pun akan mencoba berkoordinasi dengan desa pakraman yang ada di Ubud. Terlebih paguyuban yang dipimpinnya telah dikukuhkan oleh desa pakraman melalui bendesa adat. Ini artinya, jika keberadaan mereka sangat diakui sebagai bagian komponen kepariwisataan di Ubud.
Demikian juga sejumlah paguyuban taksi konvensional lainnya yang berbasis di masing-masing desa pakraman yang ada. Dan tidak menutup kemungkinan, jika serbuan taksi online ini berpotensi merusak tatanan kepariwisataan di Ubud, desa pakraman pun akan bersikap.
”Kami pastikan para sopir taksi online itu tidak memiliki pengetahuan ataupun pengalaman seperti kami yang sudah puluhan tahun menjadi bagian kepariwisataan Ubud ini. Wilayah Ubud saja mereka belum mengusai, belum kemampuan berbahasa asing. Dan akan menambah faktor kemacetan di Ubud,” terangnya lantang.
Lanjutnya, para awak taksi online di Ubud dan sekitarnya juga menyadari jika pemerintah terkendala payung hukum. Namun, diharapkan mencari solusi untuk melindungi kepariwisataan Ubud yang akan berimbas pada kesejahteraan masyarakatnya.
“Setidaknya ada pembatasan agar taksi online hanya boleh men-drop wisatawan ke Ubud. Demikian juga tidak menerima pelayanan perjalanan wisata,” harap Restu.
Kadis Perhubungan Gianyar, I Wayan Arthana membenarkan adanya keluhan dari awak armada angkutan wisata di Ubud. Namun terkait pembatasan taksi online yang sudah mengantongi kelengkapan izin operasional, pihaknya angkat tangan. Meski demikian, akan tetap berusaha mencari solusi, agar keberadaan taksi online tidak mempengaruhi tatanan kepariwisataan yang sudah berjalan.