Tidak Cocok dengan Jukung Nelayan, Mesin Bantuan Pusat Kembali Diprotes | Bali Tribune
Diposting : 27 December 2017 17:34
Putu Agus Mahendra - Bali Tribune
ESDM
TIDAK SESUAI - Nelayan tradisional Jembrana belum berani memasang mesin tempel bantuan Kementerian ESDM karena tidak sesuai dengan kondisi jukung kayu dan gelombang di laut, sehingga dikhawatirkan membahayakan saat dibawa melaut.

BALI TRIBUNE - Setelah peruntukannya sempat dipersoalkan beberapa waktu lalu, bantuan mesin tempel dari Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bagi para nelayan tradisonal di Jembrana  kembali dikeluhkan.

Nelayana mengeluh karena mesin tersebut tidak cocok dengan sampan (jukung) yang digunakan. Sejumlah nelayan penerima mesin tempel mengaku spesifikasi mesin tidak sesuai dengan kondisi jukung. Mesin yang diberikan nelayan berkapasitas jauh lebih tinggi dibanding dengan kekuatan jukung yang terbuat dari kayu, yang selama ini telah digunakan para nelayan mencari ikan.

Menurut para nelayan, mesin bantuan yang diberikan dalam rangka konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) tersebut, berkapasitas kecepatan hingga 8,5 PK sedangkan kekuatan jukung tradisonal yang digunakan nelayan hanya menggunakan mesin dengan kekuatan maksimal 5,5 PK.

"Saya mendapatkan bantuan mesin dengan kekuatan 8,5 PK, padahal sampan kayu yang saya gunakan maksimal hanya mampu menggunakan mesin 5,5 PK," ungkap salah seorang nelayan di Pantai Pengambengan, Negara yang enggan disebutkan namanya.

Para nelayan ini mengatakan mesin tempel berbahan bakar elpiji itu hanya cocok untuk sampan fiber yang bobot dan ukurannya lebih besar dibandingkan sampan kayu yang mereka miliki. Karena berisiko, para nelayan mengaku,hingga kini tidak berani memaksakan diri memasang mesin tersebut pada sampan kayu miliknya, karena dikhawatirkan bisa menyebabkan sampan berukuran kecil yang mereka gunakan melaut malah tenggelam saat berlayar.

Terlebih kondisi gelombang laut di perairan Selatan Jembrana terbilang cukup tinggi dan ekstrem. Mesin konvensional yang mereka gunakan selama ini dianggap telah sesuai dengan kondisi jukung dan kondisi gelombang.

"Selain berat, dorongan mesin yang terlalu besar bisa membuat ujung depan sampan kayu justru menukik ke bawah laut, apalagi kalau ada ombak besar," ungkap nelayan ini.

Bantuan ini berbeda dengan yang diharapkan para nelayan. Padahal saat pengajuan bantuan mesin tersebut melalui kelompok nelayan, nelayan sebenarnya sudah mengisi kebutuhan mesinnya yang hanya berkekuatan 5,5 PK.

Agar mesin bantuan pemerintah tersebut bisa mereka fungsikan untuk melaut menggunakan bahan bakar elpiji sesuai yang diharapkan pemerintah, kini di tengah hasil tangkapan yang sulit dan cuaca yang ekstrem, nelayan penerima bantuan harus kembali mengumpulkan modal untuk membeli sampan berbahan fiber yang harganya mencapai Rp 25 juta per unit.

Kepala Dinas Perhubungan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jembrana, Made Dwi Maharimbawa saat dikonfirmasi mengakui, seluruh mesin yang dibagikan kepada nelayan tradisional Jembrana tersebut memang berkekuatan 8,5 PK dari rekanan pemenang tender di pusat. Spesifikasi mesin bantuan tersebut, menurutnya sudah diverifikasi dari Kementerian ESDM, sedangkan pihaknya hanya mendata nelayan yang dijaring dari tingkat banjar hingga desa/kelurahan. 

"Verifikasi sudah dilakukan, harusnya kalau nelayan bersangkutan merasa tidak cocok, bisa menolak saat verifikasi atau saat penerimaan," katanya.

Ia mengingatkan nelayan penerima bantuan mesin tersebut agar jangan sampai menjual mesin tersebut karena bantuan ini diawasi BPKP yang memegang data lengkap nelayan penerima serta nomor mesinnya. 

"Kalau ada yang menjual dengan modus apapun bisa kena sanksi. Kami di kabupaten sudah memfasilitasi agar nelayan Jembrana mendapatkan bantuan mesin tersebut, tolong dijaga dan digunakan dengan baik," ungkapnya.