Tradisi Mapeed Dihadiri Ribuan Pamedek | Bali Tribune
Bali Tribune, Kamis 28 Maret 2024
Diposting : 28 September 2016 10:13
Arta Jingga - Bali Tribune
Sembahyang
Ribuan Pamedek Sembahyang ke Pura Dalem Kahyangan Kedaton saat Pujawali yang jatuh pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (27/9).

Tabanan, Bali Tribune

Pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton, Desa Pakraman Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, yang jatuh pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (27/9) dihadiri ribuan umat. Pamedek yang datang tak hanya dari seputaran Desa Pakraman Kukuh, namun ada pula dari luar kabupaten Tabanan. Tradisi Mapeed Prani dan Ngerebeg menjadi incaran fotografer untuk diabadikan.

Tradisi Mapeed dimulai pukul 13.00 Wita diawali dari kelompok PKK Banjar Adat Menalun dan PKK Banjar Adat Lodalang yang lokasinya paling dekat dengan Pura Dalem Kahyangan Kedaton. Ada 12 banjar adat yang menjadi peserta Mapeed Prani. Namun hanya 5 banjar adat yang Mapeed sekaligus ngiring Ida Bhatara Patapakan Barong Ket dan Barong Landung.

Adapun kelima banjar adat itu masing-masing Banjar Adat Lodalang, Banjar Adat Tengah, Banjar Adat Munggal, Banjar Adat Batanwani, dan Banjar Adat Tegal. Bendesa Adat Kukuh, I Gede Subawa menerangkan, pada H-1 pujawali atau pada Soma Wage Medangsi, Senin (26/9) ada upacara Pawintenan pamangku.

I Gede Pindah dari Banjar Munggal Maeka Jati sebagai Pamangku menggantikan ibu kandungnya yang telah almarhum. Dikatakan, Pamangku di Pura Dalem Kahyangan Kedaton dan Pura lainnya di Desa Pakraman Kukuh berdasarkan garis keturunan. Mereka yang kapingit (dipilih secara niskala) secara sukarela ngayah menjadi Pamangku.

Ditambahkan, selain Mapeed, tradisi Ngerebeg menjadi paling dinanti anak-anak hingga orangtua. Ngerebeg merupakan ritual berlari keliling pura sebanyak tiga kali dengan membawa tombak, bandrang, umbul-umbul, tedung, dan lelontek. Sementara peserta anak-anak berlari membawa ranting kayu. Menurut Bendesa Adat Kukuh, I Gede Subawa, ngerebeg bermakna gereget, suka cita karena seluruh rangkaian upacara berjalan dengan lancar.

Saat Ngerebeg, patapakan Barong Ket dan Barong Landung dari lima banjar pakraman tedun dari balai peparuman untuk menyaksikan krama ngayah berlari sorak sorai. Para peserta ngerebeg tak berani berlari sebelum Pamangku Pura memercikkan tirta sebagai tanda aba-aba. Pamangku yang bertugas membawa bumbung berisi tirta untuk dipercikkan kepada peserta setiba di jaba tengah Pura.

Pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton selesai saat sandikala, sekitar pukul 18.20 Wita. Krama pangempon menghindari upacara selesai malam karena ada pantangan menyalakan api sebagai penerangan. Sehingga saat sembahyang pun, pamedek berpantang pakai dupa, termasuk tanpa kwangen. Keunikan yang bisa dilihat secara langsung yakni pujawali tanpa penjor seperti piodalan umumnya di Bali. Sementara tamiang tak terbuat dari janur tetapi dari daun pisang emas.

Sebelum upacara selesai, Pamangku ngayah tari Kencang-kencung dan Tari Pendet. Kencang-kencung merupakan tradisi Pamangku menari saling berhadap-hadapan. Satu kelompok membawa tirta dalam bumbung, satu lainnya membawa tirta. Saat mereka bertemu di titik tengah, Pamangku yang bawa tirta membagi tirta kepada pamangku lainnya yang bawa tekor (piring terbuat dari daun pisang). Tradisi nyambleh menjadi upacara pamungkas.