Ujian Bagi Penegak Hukum | Bali Tribune
Diposting : 2 August 2016 10:21
habit - Bali Tribune
Narkoba
Oleh: Amril Jambak

EKSEKUSI mati tahap tiga bagi terpidana narkoba yang dilakukan pada Jumat (29/7) dinihari di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Nusakambangan, usai sudah. Namun setelah selesai, ada pernyataan menarik dari Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar, dimana disebutkannya adanya keterlibatan para pejabat tinggi negara dalam bisnis narkoba.

Haris pun mengaku mengetahui nama-nama pejabat hukum yang disebut-sebut Freddy terlibat. Namun, ia enggan membeberkannya. Tak hayal, komentar Haris yang konon katanya berasal dari pernyataan terpidana mati Freddy Budiman, membuat Kapolri Jenderal Tito Karnavian memerintahkan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar untuk bertemu dengan Haris Azhar.

Dalam pertemuan tersebut, Haris mengaku juga memberikan beberapa informasi dan petunjuk untuk membongkar kasus bisnis narkoba yang diduga melibatkan petinggi hukum.

“Saya menceritakan seperti yang tulisan saya, juga beberapa informasi yang saya tidak bisa sampaikan dalam tulisan tersebut. Saya juga menyampaikan, Pak Boy juga nanya kira-kira kalau dikembangkan seperti apa, saya sampaikan beberapa petunjuk liputannya, kira-kira bahan keterangan saya yang ini diverifikasi gimana dan lainnya. Ketiga Pak Boy juga nanya itu kira-kira kalau diteruskan menurut mas Haris seperti apa. Saya mengusulkan beberapa hal, lalu Pak Boy ‘oke nanti saya laporkan dulu ke Kapolri,” kata Haris di kantor YLBHI, Jakarta, Ahad (31/7), seperti dirilis dari republikaonline.

Ia meminta agar Kepolisian menguji keterangan dari Freddy Budiman kepada dirinya. Menurut dia, sudah menjadi tugas aparat keamanan dan pemerintah menindaklanjuti pernyataan Freddy tersebut. Haris pun mengaku siap bekerja sama dengan aparat untuk mengungkap kasus ini. Menurutnya, terdapat banyak petunjuk yang dapat digunakan untuk membongkar kasus ini. Ia pun meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung penyelidikan kasus ini sehingga dapat membongkar oknum pejabat hukum yang terlibat.

Haris kemudian menjelaskan alasan pengungkapan informasi Freddy kepada publik. Sebab, selama ini kasus yang dilaporkan kepada aparat kepolisian hanya berakhir begitu saja tanpa tindak lanjut. Ia pun kemudian mengkhawatirkan kasus ini akan menghilang apabila hanya dilaporkan kepada kepolisian. Terlebih informasi ini mengaitkan adanya keterlibatan oknum pejabat tinggi hukum.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto mengatakan, tudingan Fredy Budiman kepada instansi ukum yang terlibat dalam peredaran narkoba bisa menjadi titik intropeksi bagi aparat penegak hukum (APH) sendiri. Walaupun tudingan Fredy tak bisa begitu saja diterima karena tak bisa diverifikasi.

Wiranto mengatakan, meski Fredy tak lagi bisa dimintai keterangan karena sudah meninggal. Namun kejadian ini bisa menjadi momen para aparat penegak hukum untuk intropeksi ke dalam. Ia mengakui, memang perlu ada yang perbaikan sistem hukum ke depan agar pemberantasan dan penanggulanan narkotika bisa berjalan baik.

Wiranto menilai, langkah perbaikan kedalam dan intropeksi APH menjadi pilihan yang baik daripada saling tuding. Ia menilai, agar semua pihak menahan diri agar kasus ini tak menjadi polemik yang besar. Ia melihat, dalam segi kacamata hukum, tudingan Fredy Budiman ini memang sulit dibuktikan karena Fredy sendiri sudah tidak bisa memberikan keterangan.

Dalam kacamata hukum, orang yang menuding harus bisa menjelaskan dan memberikan bukti. Hal ini sesuai dengan sistem hukum dan supermasi hukum yang berkeadilan. Ia menegaskan, untuk hal ini, maka harus ada perbaikan di tubuh APH agar bisa lebih baik ke depannya. Menurutnya, perlu ada pembaruan sistem dan model penanggulangan narkoba yang lebih efektif. Selain agar mempercepat bersihnya Indonesia dari Narkoba, hal ini juga bisa membuat APH tak mudah diimingi melakukan kesalahan.

Anggota Komisi III DPR Syarifudin Sudding, meminta Kepolisian dan TNI menelurusi laporan Kontras mengenai keterlibatan oknum terkait jaringan narkoba Freddy Budiman. Sebab, kisah Freddy yang diberikan kepada Haris Azhar sudah terlanjur menyebar ke publik.

Politisi Hanura tersebut meminta polisi bisa mengembangkan kasus itu hingga tuntas. Jangan sampai, kisah atau cerita dari Haris Azhar mendiskreditkan institusi negara.

Sudding juga heran, mengapa Haris baru mengungkapkan cerita Freddy itu. Padahal, kalau diungkapkan tidak berdekatan dengan waktu eksekusi mati, Kepolisian maupun TNI bisa mengonfirmasi kepada yang Freddy Budiman langsung, siapa saja oknum aparat yang diduga terlibat dalam perederan narkoba. Sudding meminta Polri maupun TNI menelusri lebih jauh cerita Haris tersebut. Mesti ada klarifikasi apakah terbukti atau tidak skandal yang melibatkan institusi penegak hukum itu.

Anggota Komisi I DPR Hidayat Nur Wahid juga menekankan hal yang sama dengan Sudding. Ia mendesak TNI, BNN dan Polri menuntaskan laporan Kontras. Dirinya juga menyatakan DPR akan memanggil ketiga institusi itu dan Kontras untuk dimintai keterangan.

Ia menilai, sudah seharusnya baik itu TNI maupun Polri untuk mengungkap masalah ini. Institusi yang disebutkan oleh Freddy dalam cerita itu mesti membuktikan, apakah benar lembaga atau oknum mereka terlibat. ‘‘Saya tidak yakin itu sebagai lembaga disuap hingga Rp 300 miliar, kemudian membekingi perjalanan dari Medan sampai Jakarta,’’ katanya.

Curhatan Freddy ini penting untuk bisa ditelusuri, baik itu oleh TNI, Polri maupun DPR. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi fitnah yang bisa merusak nama baik TNI maupun Polri.

Kasus narkoba semakin memprihatinkan. Peredaran barang haram ini bahkan sudah melibatkan aparat penegak hukum. Senin (22/2), 13 anggota TNI dan Polri ditangkap. Seorang anggota DPR juga terjaring dalam operasi yang dilakukan Tim Yonintel dan Pom Asintel Komando Strategis Cadangan TNI AD (Kostrad). Penangkapan belasan oknum Kostrad dan Polri ini merupakan hasil pengembangan dari penggeledahan di Perumahan Kostrad Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Delapan anggota TNI yang diduga terlibat peredaran narkoba jenis sabusabu ini adalah Serda Z, Serka K, Serma E, Serma S, Sertu AS, Kopka N, Kopka B, dan Pratu A. Sementara lima oknum polisi adalah Briptu E, Aiptu Al, Bripka AB, Aipda W, dan Aiptu A. Adapun anggota DPR yangturutditangkapdiidentifikasi berinisial IH. Dia diduga sebagai pemakai. Selain itu beberapa warga sipil yang diduga kurir sabu-sabu, yakni H, O, J, S, Sg, juga turut diciduk.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso mengatakan, razia narkoba di Tanah Kusir sepenuhnya kewenangan TNI dan Polri. Sejauh ini BNN hanya turut membantu dalam mengungkap kasus tersebut. “Kita hanya membantu. Kalau memang betul (terlibat), nanti diserahkan ke Polri atau BNN tergantung nanti,” katanya.

Menurutnya, keterlibatan oknum TNI dan Polri pada kasus narkoba bisa disebabkan oleh berbagai macam hal. Pasalnya, jaringan narkoba bisa memengaruhi seluruh lapisan masyarakat termasuk anggota pertahanan negara. “Jaringan ini hebat, karena bisa pengaruhi seluruh lapisan, termasuk dari TNI, Polri, BNN macam-macam,” tandasnya.

Lain lagi yang terjadi di Sumatera Utara. Kasat Narkoba Polres Pelabuhan Belawan AKP Ichwan Lubis ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) karena menerima suap dari bandar narkoba. Penyidik dari Mabes Polri telah mendatangi BNN untuk mencari tahu fakta pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ichwan. Kabag Humas BNN Kombes Slamet Pribadi mengatakan, saat ini AKP Ichwan telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan BNN.

Kasus ini juga harus menjadi ‘warning’ bagi aparat penegak hukum ataupun pejabat yang lain. Terlebih, jika tersangkut masalah seperti ini, maka hukumannya bisa jauh lebih berat dibanding warga sipil.

Dikatakan Slamet, AKP Ichwan terancam sanksi berat atas masalah ini. Terlebih kini pihak Mabes Polri telah mendatangi BNN untuk mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan AKP Ichwan.

Melihat kondisi yang ada, menurut amatan penulis, apa yang dilontarkan Koordinator KontraS Haris Azhar, ada benarnya juga. Dan jika aparat penegak hukum serius memberantas narkoba, diyakini narkoba tidak akan beredar luas di Tanah Air. Dengan adanya buka-bukaan dari KontraS tersebut, merupakan ujian bagi penegak hukum untuk mengeyahkan narkoba serta pelakunya.

Penulis menyarankan, dalam memberantas narkoba tersebut sudah seharusnya semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, bekerjasama, saling bahu-membahu dan berkomitmen menghukum mati pelaku narkoba tanpa pandang bulu. Semoga saja ujian bagi aparat penegak hukum ini menjadikan Indonesia bersih dari narkoba.