Wacana Pungutan 10 Dolar dari Wisman Lemahkan Posisi Bali | Bali Tribune
Bali Tribune, Jumat 29 Maret 2024
Diposting : 12 June 2018 22:11
Arief Wibisono - Bali Tribune
 I Gede Sumarjaya Linggih
I Gede Sumarjaya Linggih
BALI TRIBUNE - Pemerintah semestinya tak ikut-ikutan berbisnis sebagaimana swasta. Kalau pun ada BUMN yang saat ini terjun ke dunia usaha, maka yang dijalankan seharusnya bukan murni untuk berbisnis mengejar untung, namun lebih pada upaya membangkitkan dan menumbuhkan ekonomi.
 
"BUMN itu agent development, jadi pemerintah jangan ikut-ikutan berbisnis untuk 'melawan' rakyatnya," tegas Anggota Komisi VI DPR RI Gede Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer ini, Senin (11/6) di Denpasar saat ditanya adanya rencana meraup pendapatan oleh Pemerintah Provinsi Bali dari Bandara Internasional  I Gusti Ngurah Rai, namun hal itu urung dilakukan karena pemerintah khawatir akan menggerus anggaran daerah. 
 
Sebagaimana diketahui sejumlah kalangan di Bali saat ini lagi hangat-hangatnya membahas agar bisa  ikut mendapat sharing keuntungan dari BUMN seperti halnya Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Bahkan, wacana terakhir ada usulan untuk mengenakan tarif 10 dolar kepada wisatawan mancanegara yang ke Bali melalui bandara.
 
Menurut Demer yang juga mantan Ketua HIPMI Bali ini, ide untuk ikut ambil bagian seperti memiliki saham di BUMN sangat berisiko tinggi. Sebab, kata dia, selain pemerintah ranahnya bukan berbisnis, juga  bisa menggerus anggaran daerah. "Ini sangat berisiko tinggi bermain di bisnis itu. Sebab kalau sampai rugi bisa menyedot anggaran," tegas politisi senior Golkar ini. 
 
Lantas ia mencontohkan penempatan anggaran di bisnis jalan tol yang menurutnya kurang fisibel. Karena itu tegas Demer, sebaiknya pemerintah daerah jangan masuk ke bisnis layaknya BUMN. Namun cukup pada bagaimana bisa memanfaatkan fasilitas yang telah dibangun. "Kita bisa dapatkan  fasilitasnya dan memanfaatkannya dengan baik seperti pendapatan dari pajak," imbuhnya.
 
Terkait rencana pengenaan 10 dolar kepada turis, menurutnya ini juga berisiko ekonomi biaya tinggi dan bisa melemahkan daya saing Bali dengan kawasan wisata lainnya. Sebab dalam kenyataannya pungutan terhadap wisatawan sudah cukup banyak. "Turis ke Bali itu sudah dipunguti macam-macam mulai nginap, makan dan lain-lainnya. Kemana larinya semua itu," ujarnya bernada tanya. 
 
Ia juga berpendapat Apakah benar BUMN seperti AP I itu lebih menguntungkan dari BUMN lain yang ada di Bali, harus dihitung itu dulu karena kalau melihat di Jawa Timur banyak bertebaran BUMN yang jumlahnya jauh dari Bali, tapi kenapa mereka tidak pernah menuntut bagi hasil atau apapun juga.
 
Menurut Demer,  kalau itu diberikan maka bagaimana dengan setoran BUMN pada pemerintah yang notabene akan masuk ke pendapatan negara. Kalau setoran ke negara berkurang maka akan mempengaruhi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan ke pemerintah daerah akibat pengurangan yang terjadi pada BUMN.
 
"Apakah dengan adanya bandara lantas pemerintah Bali bisa menuntut kontribusi dari BUMN tersebut, lantas bagaimana dengan daerah lain. Apakah pemerintah memberikan itu? Hati-hati menyikapinya," katanya mengingatkan. 
 
Untuk itu ia meminta Pemprov Bali hendaknya berhitung dengan baik, lebih cermat, tapi ikuti saja mekanismenya. "Jangan hanya bunyi untuk mendapatkan simpati politik," sentilnya.