Wakapolda Buka Acara Regional Counterterrorism Course | Bali Tribune
Diposting : 14 January 2020 05:02
Bernard - Bali Tribune
Bali Tribune/ Acara Regional Counterterrorism Course di Nusa Dua, Senin (13/1).
balitribune.co.id | Denpasar -  Wakapolda Bali Brigjen Pol I Wayan Sunartha membuka acara Regional Counterterrorism Course di Nusa Dua, Senin (13/1). Sunartha mewakili Kapolda Bali, Irjen Pol Petrus Reinhard Golose.
 
Mantan Kapolresta Denpasar itu membacakan sambutan Petrus Reinhard Golose yang mengatakan, perkembangan industri 4.0 (four point o) belakangan ini telah mendorong berkembangnya teknologi dan informasi hingga akhirnya membawa kita pada era baru yang dikenal dengan era digital. salah satu hal yang ditawarkan dalam era digital ini adalah kemudahan komunikasi melalui jaringan internet atau yang biasa disebut dengan cyberspace. 
 
Komunikasi yang dilakukan cyberspace membuat komunikasi individu relative anonim, cepat dan menembus batas hingga mencapai tataran tanpa batas. Manfaat perkembangan internet sangat luar biasa, dimulai dengan keunikan cara untuk membagikan informasi maupun ide. Namun teknologi ini juga dimanfaatkan oleh teroris untuk kepentingan mereka.
 
"Dalam buku saya invasi Teroris ke Cyberspace saya sebutkan bahwa aktivitas terorisme (9-P) adalah suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan yang terdiri dari propaganda, perekruitan, penyediaan logistik, pelatihan, pembentukan paramiliter secara melawan hukum, perencanaan, pelaksanaan serangan teroris, persembunyian dan pendanaan, dimana kegiatan tersebut dilakukan oleh teroris baik secara individu maupun kelompok dengan tujuan mempertahankan atau membangun organisasi terorisme, mempromosikan ideologi terorisme, menyebarkan ketakutan atau teror dan memaksakan mencapai tujuannya melalui tindakan kekerasan. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi aktifitas terorisme tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi ini," ujarnya.
 
The use of internet for the terrorist purposes tersebut dapat dilihat dari hasil investigasi yang dilakukan terhadap 315 orang tersangka jaringan terorisme selama 2019 dimana mayoritas tersangka berasal dari jaringan teror yang beroperasi melalui media sosial. dari pengungkapan dan pencegahan aksi teror yang telah kita lakukan pada sel-sel jaringan teror yang berasal dari sosial media dan mesengger, terlihat bahwa mereka saat ini tidak butuh adanya metode taklim atau konsolidasi konvensional untuk meradikalisasi seseorang, mereka dapat memanfaatkan.