Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Mencari Titik Temu ‘Desakralisasi’ Tradisi Bali

Bali Tribune / SEMINAR- Dua Narasumber beserta moderator dalam Seminar Seni Sakral, di Gedung Citta Kelangen, ISI Denpasar, Selasa (2/8).

balitribune.co.id | DenpasarFenomena "desakralisasi" terhadap tradisi sakral Bali terus menjadi persoalan, bak bola bergulir yang tak kunjung usai. Berbagai upaya dilakukan untuk mencari titik temu, hingga menjadi perbincangan hangat, baik di keluarga maupun kalangan ahli.

Puluhan orang yang terdiri dari para dosen, mahasiswa, bendesa adat, dan masyarakat berkumpul pada 'Seminar Seni Sakral' yang diadakan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bersama Majelis Kebudayaan Bali, Selasa (2/8).

Kegiatan ini membahas kesenian sakral Bali yang pada intinya mencari pemecahan terhadap fenomena "desakralisasi" yang selama ini terjadi. Perbincangan yang berlangsung kurang lebih 3 jam ini berlangsung di Gedung Citta Kelangen, Institut Seni Indonesia, Denpasar.

Narasumber pertama yakni, Dr Drs I Gusti Ngurah Seramasara Mhum, menyampaikan topik terkait seni pertunjukan sakral, proses dan pementasannya dalam masyarakat Hindu Bali. Ia mengawali dengan penjelasan bahwa masyarakat Bali mewarisi seni pertunjukan seni, wayang, dan gamelan, terkait dengan upacara keagamaan.

Dimana, proses dan pementasannya memiliki keunikan tersendiri, sesuai dengan kebiasaan lokal (kuna dresta, loka dresta) yang kemudian dikenal dengan desa kala patra. Seni pertunjukan ini hanya dilakukan pada saat ada upacara keagamaan.

Ternyata keunikan itu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Pada masa penjajahan atau awal abad 20, kebijakan kolonial menjadikan Bali sebagai daerah wisata. Darisitu mulailah terjadi komodifikasi seni pertunjukan sakral. Seperti pada 1930, "cak" yang merupakan pengiring tari Sanghyang, dikemas menjadi pertunjukan tari Kecak, dengan memasukan cerita Ramayana.

Itu sebabnya, Kecak kemasan ini menjadi daya tarik wisata hingga menyebar seperti ke Bona, Kemenuh, Singapadu, Sumerta dan seterusnya. Sehingga berlanjut menjadi pertunjukan yang dipertontonkan untuk para wisatawan.

Dengan berkembanganya pariwisata Bali saat itu, suasana sosial budaya dan sosial religius berpengaruh pada fungsi seni pertunjukan. Sehingga mengaburkan persepsi akan seni sakral yang hanya dipentaskan saat upacara dan seni pertunjukan yang berorientasikan uang.

Walau demikian, kata Ngurah pada dasarnya masyarakat Bali tidak mengenal istilah sakral maupun sekuler. Hanya saja 'orang Bali' memaknainya sebagai kepercayaan, proses ritual, angker, suci, dan waktu tertentu, bukan pemisahan terhadap ruang.

Proses tari sakral yang dapat diamati di Bali, ada yang diwarisi dan ada juga yang merupakan hasil kreativitas. Maka dari situasi tersebut berkembanglah proses sakralisasi dan sekulerisasi dalam masyarakat Bali.

Selanjutnya proses sakral tersebut ditetapkan berdasarkan lontar dalam ajaran Hindu Bali. Oleh karena itu, tidak sembarang ciptaan dapat dijadikan tari sakral. Saat ini, banyak sekali ciptaan seni yang dikaitkan dengan upacara keagamaan tetapi juga dipentaskan di sembarang tempat, yang mempertajam kekaburan seni sakral masyarakat Bali.

"Misalnya seperti fenomena Rejang Renteng sebagai seni upacara, apakah sudah direkonstruksi melalui proses sakral? bila sudah mengapa dipentaskan juga di sembarang tempat?, hal seperti ini yang perlu diluruskan," kata Ngurah.

Ia menambahkan, jika sesungguhnya kesenian khususnya tarian sakral tidak bisa dipertunjukan secara massal, seperti maraknya fenomena saat ini. Karena sifatnya yang sakral dan terikat dengan upacara. Namun bukan sakral yang terikat dengan ruang (tempat), karena menurutnya ruang di Bali tidak ada yang tidak sakral.

Sepakat dengan pernyataan itu, narasumber kedua, Prof Dr I Nengah Duija Msi menyebutkan, ketika seni menjadi tontonan massal, maka nilai seninya menjadi hilang. Seperti halnya kekeliruan terhadap seni sakral di Bali.

Misalnya pada seni calonarang, yang sesungguhnya merupakan pertentangan dua sifat baik dan buruk (barong dan rangda), tapi tidak ada yang kalah. Namun, fenomena sekarang justru masyarakat berpaling perhatian pada "sawa" atau bangke matah.

Terkait fenomena desakralisasi, Duija berpendapat, untuk pihak manapun khususnya pemerintah janganlah seni sakral dijadikan momen yang diperjual belikan untuk pariwisata. Pada momen itu Ia juga menyampaikan, Majelis Kebudayaan Bali (MKB) memiliki kewajiban untuk membuat pedoman-pedoman yang mengatur tentang hal ini.

"Hasil seminar ini bisa menjadi panduan untuk menyusun kebijakan, dalam upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan objek, pemajuan tradisi budaya," ujarnya.

wartawan
DEB

Dipimpin Gubernur dan Bupati Badung Bangunan Melanggar di Pantai Bingin Dibongkar

balitribune.co.id | Mangupura - Pembongkaran bangunan melanggar di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung mulai dibongkar, pada Senin (21/7). Pembongkaran bahkan dipimpin langsung oleh Gubernur Bali I Wayan Koster dan Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa. Meski ada aksi penolakan dari pemilik, bangunan yang ditenggarai berdiri di atas tanah negara itu tetap dieksekusi dan digempur.

Baca Selengkapnya icon click

Anak Diculik Mantan Pacar, Laporan Belum Ada Kejelasan, Wanita Asal Inggris Menangis

balitribune.co.id | Denpasar - Seorang ibu berkebangsaan Inggris, Kathryn Rosalie Joy Dench alias Kate menangis lantaran putranya berinisial SEB (9) diduga jadi korban penculikan oleh mantan pacarnya berinisial BJWB di Pulau Serangan, Denpasar Selatan, 21 April 2025 pukul 18.11 Wita silam. Sementara laporannya di Polresta Denpasar hingga saat ini belum ada kejelasan.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Tutup PKB XLVII dan Buka FSBJ VII, Gubernur Koster: Budaya Bali Kuat, Tak Pernah Mati

balitribune.co.id | Denpasar - Gubernur Bali, Wayan Koster menutup secara resmi Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025 sekaligus membuka Festival Seni Bali Jani (FSBJ) VII Tahun 2025 ditandai dengan pemutaran Padma Asta Dala di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali, Sabtu (19/7) malam.

Baca Selengkapnya icon click

WNA dan Warga Luar Bali Cekcok di Nora Kitchen And Bar

balitribune.co.id | Semarapura - Personel Polsek Nusa Penida bergerak cepat menindaklanjuti laporan adanya peristiwa keributan antara Warga Negara Asing (WNA) dan warga pendatang yang terjadi pada Sabtu malam (19/7) sekitar pukul 22.15 Wita di Nora Kitchen and Bar, Banjar Nyuh, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Gubernur Koster: Terima Kasih Bullyan Netizen, Jadi Penyemangat Kerja

balitribune.co.id | Tabanan - Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan terima kasih kepada warga dan netizen di dunia maya yang membullynya akibat jalan amblas di Bajera Selemadeg Tabanan. Bagi Koster, bullyan dan cibiran warganet justru menjadi penyemangat dirinya dan semua pihak terkait bekerja cepat dan tuntaskan jalan jebol Bajera.

Baca Selengkapnya icon click

Hari Ini, Bangunan Melanggar di Pantai Bingin Dibongkar, Satpol PP Badung Siap Kerahkan Ratusan Personel

balitribune.co.id | Mangupura - Pembongkaran puluhan bangunan melanggar di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kuta Selatan akan dimulai pada Senin 21 Juli 2025 ini. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol)  Kabupaten Badung selaku eksekutor akan mengerahkan ratusan personel untuk membongkar bangunan yang berada di tanah negara itu.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.