
balitribune.co.id | Singaraja - Rencana dua pegawai berstatus sebagai Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang akan menggugat pemecatan mereka ditanggap Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra. Sutjidra mempersilakan pegawai tersebut yakni GAP dan WI yang dipecat karena dianggap melakukan affair alias peselingkuhan untuk menempuh jalur hukum.
“Keputusan (pemecatan) mau digugat, ya itu sudah risiko yang kita harus hadapi.Ya, jadi kita hadapi, dari Sekda juga sudah menyampaikan ya, silakan kalau misalkan ada keputusan yang misalkan mereka tidak setujui, boleh mereka akan melakukan hal-hal yang seperti itu,” kata Sutjidra, Senin (28/7).
Sutjidra menyebut pemecatan terhadap GAP dan WI telah melalui berbagai pertimbangan teknis terutama Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Bahkan bentuk sanksi atas perbuatan itu juga sudah diputuskan berdasar ketentuan yang ada.
“Jadi tidak serta-merta keputusan itu diambil sepihak, tidak. Ini sudah melalui komunikasi yang intens melalui proses. Bahkan pertimbangan-pertimbangan lain juga kami sudah berikan,” imbuhnya.
Bupati Sutjidra juga membantah keputusan memecat kedua pegawai yang terlibat affair itu dilakukan dengan tergesa-gesa, terlebih tidak melalui mekanisme sidang etik. Dalam melakukan penindakan terhadap pegawai ada mekanisme yang dilakukan sebelum diambil keputusan.
“Sebagai pembina ASN sudah ada mekanismenya. Jadi kalau ada ASN yang melakukan hal-hal yang di luar ketentuan, Baperjakat sudah pasti akan memanggil dan itulah sidang di sana itu. Enggak ada lagi,dan untuk PPPK memang tidak ada lagi seperti pertimbangan itu. Kalau di PPPK ada sembilan pertimbangan, dan ASN hanya tiga sanksinya ringan, sedang, berat gitu,” tandasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum GAP dan WI menganggap Keputusan Bupati bernomor 800.1.6.3/16037/BKPSDM/2025, tentang Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri Sebagai Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja, sangat prematur dan terburu-buru. Selain tidak transparan keputusan itu dipandang sangat pribadi dan politis.
Kuasa hukum GAP, Made Ngurah Arik Suharsana Putra, menegaskan, pemecatan terhadap GAP banyak kejanggalan dan terkesan terburu-buru karena tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku. Menurut Ngurah Arik, jika pemecatan GAP hanya atas dasar dasarkan dugaan perselingkuhan dari rekaman video pada media sosial, hal tersebut bukan menjadi dasar.