
balitribune.co.id | Denpasar - TULOLA menggelar perayaan Kawan Nusantara IDENTITAS di Andaz Bali, Kamis (11/9). Acara yang dirancang untuk merayakan akar budaya Nusantara melalui seni, perhiasan, dan kolaborasi lintas bidang ini turut menghadirkan sosok pengrajin perak asal Desa Taro, Gianyar, Made Arsanata atau kerap disapa Ketut Daging.
Ketut Daging, perajin perak yang telah puluhan tahun menekuni profesinya, berbagi kisah tentang proses panjang di balik karya perhiasan yang dikerjakannya. “Kalau bikin dengan tangan, apalagi ketok manual, waktunya lama. Satu pendant kecil saja bisa butuh sepuluh hari, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan. Tapi di situlah keunikannya,” tuturnya, seraya menambahkan, lantaran itulah ia tidak bisa memastikan pesanan bisa selesai, karena lebih mengutamakan nilai seni dalam setiap produk yang dihasilkan.
Bersama perajin lainnya, I Made Suama ia berkesempatan memamerkan hasil karya dalam pameran "Heroes of Heritage" yang menjadi bagian dari rangkaian acara. Kolaborasi ini didukung penuh oleh BCA lewat payung Bakti BCA. EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menegaskan komitmen BCA menjaga kelestarian budaya. “Kerja sama seperti ini penting agar budaya asli Indonesia tetap hidup sekaligus relevan dengan perkembangan zaman,” ujarnya.
Program Kawan Nusantara tahun ini kembali “pulang” ke Bali setelah sebelumnya sukses digelar di Jakarta. Bagi Happy Salma, Founder & Creative Conceptor TULOLA, Bali bukan sekadar lokasi, tetapi rumah sekaligus sumber inspirasi. “Bali menumbuhkan, mengilhami, dan memberi napas pada karya-karya kami. Karena itu, penting menghadirkan Kawan Nusantara di tanah asal inspirasi ini,” ucapnya.
Tak hanya menghadirkan karya perajin, TULOLA juga memamerkan 12 art-wear berupa tas edisi terbatas dalam instalasi “IDENTITAS”. Kolaborasi kreatif ini melibatkan nama-nama besar, seperti desainer Didit Hediprasetyo, sutradara Garin Nugroho, hingga arsitek Trianzani Sulshi.
Selain itu, TULOLA meluncurkan koleksi perhiasan IDENTITAS berisi 41 item—mulai dari anting, bros, kalung, gelang, hingga karya "one of a kind". Koleksi ini terbagi dalam empat babak perjalanan identitas Warisan, Komunitas, Dunia Baru, dan Legacy.
Desa Taro di Kecamatan Tegallalang, Gianyar, dikenal sebagai desa wisata bersejarah. Kini, desa tersebut juga melahirkan generasi baru perajin perak berkat dukungan kolaborasi semacam ini. Menurut Ketut Daging, keterlibatan anak-anak muda semakin terlihat. “Banyak anak-anak yang belajar bikin perhiasan kecil, jadi ada regenerasi. Itu yang membuat saya senang,” katanya.
Bagi TULOLA, mengangkat karya lokal bukan hanya soal estetika, melainkan juga identitas. Hal ini selaras dengan pesan koleksi IDENTITAS yang merayakan akar budaya sekaligus memberi ruang bagi inovasi.
Sebagai penutup, Chief of the Village Andaz Bali, Marc Walz, menegaskan komitmen pihaknya mendukung seniman lokal. “Andaz Bali bukan hanya tempat bagi tamu, tapi juga ruang bagi seniman lokal untuk berekspresi dan menjaga warisan budaya,” katanya.
Acara Kawan Nusantara Identitas di Bali menjadi bukti bahwa warisan leluhur tak hanya bisa lestari, tetapi juga bertransformasi menjadi inspirasi baru yang bernilai tinggi.