Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Banjir Bali: Panggung Drama Apatisme dan Kegagalan Tata Kelola Lingkungan yang Harusnya Sudah Lama Diakhiri

Komang Devana Hariswa
Bali Tribune / Komang Devana Hariswa - Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Airlangga

balitribune.co.id | Bali tak lagi hanya dilanda gelombang wisatawan, tetapi juga oleh gelombang air hujan ekstrem, meluas ke jalan raya, permukiman, bahkan kawasan pariwisata yang tak pernah diduga sebelumnya akan luluh oleh banjir. Dalam fenomena ini, bukan hanya air yang turun dari langit tetapi juga kritik publik yang menggelegar. Apakah kita sudah begitu materialistis, sehingga rela menjual paru-paru Bali demi industri pariwisata yang tidak berhenti meningkat? Karena jika demikian, maka kebanjiran yang melanda Bali pada September 2025 bukan sekadar bencana alam, melainkan akibat pilihan kolektif yang ambisius dan tanpa kontrol.

Pulau yang memiliki kondisi lebih cocok sebagai daerah agraris, kini terus dipacu menjadi daerah industri. Akibatnya pulau yang sering orang juluki sebagai “Pulau Seribu Pura” kini menjadi “Pulau Seribu hotel, villa, toko, gedung hingga seribu menara telekomunikasi.” Ini bukan hiperbola semata: perubahan fisik ruang Bali dalam beberapa dekade terakhir mencerminkan alih fungsi ekstraktif dan komersial yang sangat cepat, dengan konsekuensi berat bagi lingkungan dan masyarakat.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan fakta singkat dibalik Banjir Bali 2025 meliputi: terjadi kenaikan curah hujan di beberapa wilayah Bali yang mencapai 200-385 mm dalam sehari (melebihi ambang normal) yang menyebabkan hujan ekstrem; kombinasi topografi, pasang laut, dan sungai dengan kapasitas debit terbatas yang diperparah oleh banyaknya bangunan di bantaran sungai serta ruang resapan yang kian tergerus; hingga setidaknya korban jiwa dalam fenomena ini terdapat puluhan orang meninggal, puluhan hilang, ratusan mengungsi dan ribuan bangunan serta infrastruktur rusak. 

Publik Berbicara

Publik Bali kini mulai menyuarakan kekecewaan. Banyak warga yang mengaku tak lagi percaya bahwa pemerintah serius dalam menanggulangi banjir. Mereka melihat pembangunan jalan, hotel, dan villa terus digencarkan, sementara sistem drainase kota dibiarkan usang. Sejumlah akademisi juga menegaskan hal serupa. Misalnya, Yayat Supriatna dari Universitas Trisakti menegaskan bahwa alih fungsi lahan hijau, sawah, dan wilayah resapan menjadi bangunan wisata adalah penyebab penting selain hujan ekstrem. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol juga menyebut sampah yang parah dan kurangnya resapan air. Akademisi dari Warmadewa University, I Nyoman Gede Maha Putra, mengatakan pembangunan terlalu fokus menarik wisatawan dan investor, tetapi mengabaikan infrastruktur yang tahan bencana. Akademisi hukum seperti Gede Yoga Satriya Wibawa dari Institut Mpu Kuturan mengecam bahwa regulasi telah jelas dalam UU Penataan Ruang 2007, Perda RTRW Bali, Perda Zonasi, tetapi praktik pengawasannya lemah, dan banyak pelanggaran izin bangunan di sempadan sungai dan kawasan lindung. 

Siapa yang Salah?

Jika harus menunjuk pihak yang paling bertanggung jawab maka pemerintah daerah dan pusat jelas berada di barisan terdepan. Mereka memiliki kuasa penuh dalam menyusun Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW), memberikan izin pembangunan, hingga menegakkan hukum lingkungan. Faktanya, perizinan pembangunan hotel, villa, dan pusat perbelanjaan diberikan secara telanjang, meski jelas-jelas melanggar daya dukung lingkungan. DPRD pun tidak bisa lepas tangan, karena banyak kasus menunjukkan adanya kompromi politik dalam pengesahan kebijakan tata ruang.

Namun, bukan berarti masyarakat sepenuhnya tanpa salah. Warga lokal, dalam godaan kapitalisasi lahan, kerap menjual sawah atau pekarangan kepada investor tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Sementara itu, investor besar dengan mudah memanfaatkan celah regulasi untuk meraup keuntungan. Jadilah Bali kini bagaikan panggung besar, di mana aktor-aktornya, yakni pemerintah, investor, hingga sebagian masyarakat bersatu dalam satu lakon: drama apatisme terhadap krisis lingkungan.

Tri Hita Karana yang Terciderai

Lebih jauh lagi, fenomena banjir ini sejatinya merupakan pengkhianatan terhadap filosofi Tri Hita Karana yang selama ini diagungkan oleh masyarakat Bali. Salah satu prinsipnya, palemahan, menekankan pada keharmonisan antara manusia dengan alam. Namun, bagaimana bisa keharmonisan tersebut terwujud jika kebijakan tata ruang justru mendiskriminasi alam itu tersendiri? Alih-alih diperlakukan sebagai entitas yang harus dijaga, alam Bali kini diposisikan semata-mata sebagai instrumen ekonomi. Ironisnya, masyarakat Bali dengan bangga menyebut diri sebagai penjaga alam, tetapi pada saat yang sama justru mengizinkan lahannya dieksploitasi secara brutal demi kepentingan pariwisata, real estate, dan industrialisasi. Kehidupan yang seharusnya harmonis kini justru dirusak oleh sikap abai dan kebijakan yang tidak berkelanjutan.

Akankah ada Jalan Keluar?

Kritik tanpa solusi hanya akan menjadi keluhan kosong. Karena itu, perlu ditawarkan langkah-langkah konkret. Beberapa akademisi dan praktisi lingkungan telah mengusulkan saran yang patut digarisbawahi. Pertama, menurut Dr. Putu Sudira, ahli lingkungan dari Universitas Gadjah Mada, Bali harus melakukan moratorium izin pembangunan hotel dan villa baru, terutama di kawasan rawan banjir. Kedua, organisasi lingkungan WALHI Bali menegaskan perlunya restorasi daerah aliran sungai dengan menertibkan bangunan ilegal di bantaran sungai. Ketiga, praktisi arsitektur hijau, I Ketut Artawan, menyarankan penerapan desain bangunan ramah lingkungan dengan sistem resapan air yang wajib, termasuk sumur imbuhan dan taman hijau.

Selain itu, revitalisasi sistem subak mutlak dilakukan. Subak bukan hanya warisan budaya, tetapi juga sistem ekologis yang mampu menjaga keseimbangan air. Pemerintah harus menjadikan subak sebagai pusat pengelolaan air terpadu, bukan hanya simbol pariwisata. Terakhir, masyarakat lokal harus dilibatkan secara aktif dalam pengawasan pembangunan. Tanpa partisipasi masyarakat, kebijakan sebaik apapun akan berakhir menjadi jargon kosong.

Mari Berbenah

Banjir di Bali bukan sekadar fenomena musiman, tetapi potret nyata dari apatisme kolektif dan kegagalan tata kelola lingkungan yang kronis. Semua aktor, baik pemerintah, investor, hingga masyarakat memainkan peran dalam drama yang seharusnya sudah lama ditutup tirainya. Kehancuran subak, alih fungsi lahan, pembangunan tanpa kendali, dan regulasi yang lemah telah membawa Bali pada titik krisis ekologis. Ironisnya, krisis ini terjadi di pulau yang katanya dengan prinsip “Tri Hita Karana”-nya sangat menjunjung tinggi hubungan antara manusia dengan alam. 

Sudah saatnya panggung drama ini ditutup. Bali tidak boleh terus-menerus menjadi korban dari keserakahan ekonomi dan kelalaian tata ruang. Pulau ini membutuhkan keberanian politik, komitmen lingkungan, dan partisipasi masyarakat untuk keluar dari lingkaran banjir. Jika tidak, maka julukan “Pulau Seribu Pura” akan benar-benar tenggelam, bukan oleh air hujan semata, tetapi oleh air mata generasi yang kehilangan rumah ekologisnya.

wartawan
Komang Devana Hariswa
Category

Astra Motor Bali Gelar Edukasi Safety Riding Karyawan PT Taurus Gemilang

balitribune.co.id | Denpasar - Konsistensi dalam mengampanyekan keselamatan berkendara terus digaungkan oleh Astra Motor Bali. Sebagai wujud kepedulian terhadap keselamatan para pekerja di jalan raya, Astra Motor Bali menggelar pelatihan Safety Riding bagi karyawan PT Taurus Gemilang pada Selasa (23/12).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Koster: Bali Masuk Era Digital, Turyapada Tower Tuntaskan Masalah Blank Spot

balitribune.co.id | Singaraja – Gubernur Bali Wayan Koster meresmikan operasional penuh Turyapada Tower KBS 6.0 Kerthi Bali di Desa Pegayaman, Buleleng, Sabtu (27/12). Peresmian itu menandai berakhirnya ketergantungan masyarakat terhadap parabola di sebagian besar wilayah Bali. Peresmian ditandai dengan bergabungnya Metro TV sebagai pemegang Multiplexing (MUX) terakhir yang mengudara dari Turyapada Tower.

Baca Selengkapnya icon click

Eksplorasi Gaya Klasik Modern, New Honda Stylo Y2K Ultra Retro Hadir di Bali

balitribune.co.id | Denpasar – Menutup tahun 2025, Astra Motor Bali menghadirkan pilihan terbaru bagi pecinta sepeda motor bergaya klasik modern melalui peluncuran New Variant Modifikasi Stylo Y2K Edisi Ultra Retro. Edisi ini hadir sebagai jawaban atas tren retro yang kembali digemari, khususnya di kalangan konsumen yang ingin tampil unik dan berkarakter.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

HS Donasikan Keuntungan Konser Slank Bali untuk Sumatra

balitribune.co.id | Denpasar - Konser Slank bertajuk “Hey 42th Slank, HS Berani Kita Beda Peduli Sumatra” digelar di Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar, Sabtu (27/12/2025). Seluruh keuntungan dari konser ini akan disumbangkan untuk korban bencana banjir dan tanah longsor di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Baca Selengkapnya icon click

Pemerintah Kabupaten Tabanan Mengucapkan Selamat Hari Raya Natal 2025 dan Sambut Tahun Baru 2026

balitribune.co.id | Tabanan – Dalam rangka menyambut Hari Raya Natal Tahun 2025 dan Tahun Baru 2026, Bupati Tabanan Dr. I Komang Gede Sanjaya.,S.E.,M.M bersama Jajaran Forkopimda Kabupaten Tabanan beserta jajaran Pemerintah Kabupaten Tabanan menyampaikan ucapan selamat merayakan hari suci Natal kepada umat Kristiani serta menyambut Tahun Baru kepada seluruh masyarakat.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.