balitribune.co.id | Denpasar - Polda Bali kembali kecolongan. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan besar tindak pidana perdagangan dan pencucian uang (TPPU) yang bersumber dari bisnis impor pakaian bekas ilegal atau thrift di Bali. Tidak tanggung-tanggung, total perputaran dana ini mencapai Rp 669 miliar yang berasal dari aktivitas perdagangan baju bekas sejak tahun 2021 hingga tahun 2025.
Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Ade Safri Simanjuntak didampingi Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy menjelaskkan, dari pengungkapan ini polisi menetapkan dua tersangka masing - masing berinisial ZT warga Denpasar dan SB yang berdomisili di Tabanan. ZT diketahui merupakan bos perusahaan transportasi bus PT KYM Trans yang dananya diduga dicuci dari hasil penjualan barang terlarang ini. Penyidikan mengungkapkan bahwa modus operandi kedua tersangka sangat terstruktur. ZT dan SB diduga melakukan pemesanan pakaian bekas dari luar negeri, khususnya dari Korea Selatan. Mereka memesan melalui perantara warga negara asing berinisial KDS dan KIM. Barang-barang yang termasuk dalam kategori dilarang impor tersebut kemudian dikirim dari Korea Selatan menuju Port Klang, Malaysia, menggunakan jasa transportir laut.
"Setelah itu, barang dimasukkan ke wilayah pabean Indonesia dan dikirim menggunakan ekspedisi darat menuju gudang penyimpanan milik tersangka di Bali. Perbuatan ini berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2025," ungkap Ade Simanjuntak kepada wartawan di Denpasar, Senin (15/12).
Sementara aliran dana, para tersangka melakukan pembayaran kepada supplier di luar negeri melalui beberapa rekening. Mereka mentransfer ke supplier menggunakan rekening atas nama mereka sendiri, rekening atas nama pihak lain, bahkan menggunakan profil mahasiswa, serta melalui jasa remitansi. Dan berdasarkan analisa transaksi keuangan PPATK, total dana yang dikirim keluar negeri mencapai Rp 367 miliar.
"Bahkan, terdeteksi adanya indikasi kuat skema trade base money laundering (pencucian uang berbasis perdagangan) yang direkayasa agar terlihat sebagai transaksi ekspor-impor yang sah," terangnya.
Keuntungan yang fantastis dari bisnis ilegal ini kemudian dicuci dan disamarkan atau dikenal dengan istilah mingling (mencampur dana ilegal dengan usaha legal) oleh kedua tersangka. Sebagian besar hasil kejahatan tersebut digunakan untuk memperbesar usaha bus transportasi PT KYM milik ZT dan juga toko pakaian mereka. Sehingga keuntungan dari penjualan barang ilegal bercampur dan seolah-olah berasal dari hasil usaha yang sah.
Sementara sejumlah barang bukti yang diamankan berupa 698 bal pakaian bekas impor senilai sekitar Rp3 miliar, 72 bal pakaian bekas milik ZT senilai Rp 288 juta, serta 76 bal pakaian bekas milik SB senilai Rp 300 juta. Seluruh barang tersebut ditemukan di sejumlah gudang di wilayah Denpasar dan Tabanan. Tidak hanya barang dagangan, polisi juga menyita tujuh unit bus milik tersangka ZT dengan nilai taksiran Rp 15 miliar. Bus - bus tersebut diduga dibeli dari hasil keuntungan bisnis ilegal dan digunakan untuk menunjang usaha transportasi yang dijadikan sarana pencucian uang. Tidak hanya itu saja. Penyidik turut mengamankan uang tunai dan saldo rekening bank milik tersangka di Bank BCA dan BSI dengan total mencapai Rp 2,55 miliar, satu unit mitsubishi pajero, satu unit toyota raize, serta berbagai dokumen penting terkait pengiriman barang dan pembukuan gudang.
“Penyitaan ini dilakukan untuk mengamankan aset hasil kejahatan sekaligus memutus aliran dana ilegal yang digunakan untuk memperbesar usaha para tersangka,” katanya.
Menurut Ade Simanjuntak, penyitaan aset menjadi bagian penting dalam penegakan hukum tindak pidana pencucian uang. Dengan langkah ini, negara berupaya memastikan bahwa pelaku tidak lagi dapat menikmati hasil kejahatan yang merugikan perekonomian nasional.
"Pengungkapan ini sebagai bentuk komitmen nyata Polri dalam menjalankan program prioritas pemerintah untuk memberantas penyelundupan, melindungi industri tekstil dan UMKM dalam negeri, serta menjaga kesehatan masyarakat dari risiko bakteri yang ditemukan pada sampel pakaian bekas yang disita," ujarnya.
Atas perbuatannya, ZT dan SB dijerat dengan pasal berlapis. Mereka dituduh melanggar Pasal 111 jo Pasal 47 ayat (1) dan/atau Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja) dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 64 KUHP, yang mengancam mereka dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.