Diposting : 6 July 2021 01:05
ATA - Bali Tribune
balitribune.co.id | Gianyar - Bulan Juli hingga awal September, di sejumlah desa adat tengah mengadakan upacara ngaben, baik secara massal ataupun peorangan. Kondisi ini membuat prajuru adat harus putar otak untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap PPKM Darurat. Warga adat yang sudah mempersiapkan upacara jauh-jauh hari pun tidak mungkin ditunda. Pesanan petulangan ngaben yang diterima sejumlah undagi di Gianyar, seperti patung Singa, Lembu, Bade dan lainnya tetap berlanjut.
Anak Agung Gede Oka Pemayun, salah seorang undagi petulangan sarana ngaben di Jalan Raya Udayana, Banjar Getas Kawan, Buruan Blahbatuh, ditemui Senin (5/7) justru terlihat sibuk untuk menuntaskan pesanan.
Sebagai seniman tradisional, dirinya sempat was-was dengan pemberlakukan PPKM Darurat ini. Namun, karena pemesannya sudah melakukan persiapan jauh-jauh hari, ucapara ngaben tetap dilaksanakan dan pesanannya pun tidak ada yang dibatalkan.
“Justru di bulan-bulan ini kami banyak pesanan. Meksi ada PPKM, tak mungkin pula pemerintah berani membatalkan atau menghalangi umat melaksankan yadnya,“ yakinnya.
Disebutkan, dirinya pun harus melibatkan sejumlah asisten untuk mempercepat penyelesaikan pesanan petulangan. Namun dia memastikan protokol kesehatan tetap dijaga, karena tempat kerjannya cukup luas.
“Kami juga harus kejar target, karena dekat-dekat ini banyak desa adat di Gianyar melaksanakan ngaben massal, dan pesanan ini sudah harus kami kirim beberapa hari sebelum hari puncak pembakaran," ujarnya.
Tambahnya, di bulan-bulan ini boleh dibilang musim pesanan padat, dan tidak mungkin menolak pesanan. Terlebih di saat pandemi ini, dirinya dan sebagian besar warga mengalami kesulitan ekonomi.
“Kalau hari-hari biasa, kami tetap mendapat pesanan petulangan, tapi jumlahnya tak banyak. Karena pesanannya bukan kolektif, melainkan untuk ngaben atau pelebon perorangan," jelasnya.
Berbeda dengan di awal-awal pandemi diakuinya pesanan kosong. Hal ini dikarenakan banyak pihak desa adat melakukan penundaan upacara ngaben massal. Kalaupun ada satu dua yang terpaksa harus dikremasi, saat itu banyak yng memilih prosesi dilaksanakan di tempat-tempat krematorium. “Sekarang desa adat kan tidak bisa menunda upacara ini, hanya saja karena situasi sulit, harga kita turunkan, biar sama-sama jalan," ujarnya.
Penurunan harga petulangan ini kata Oka sangat jauh. Harga yang normalnya Rp6 juta kini jual Rp4-5 juta. Kendati ada penurun harga kualitas petulangan masih tetap sama. Mulai bentuk, ornamen payasan tidak ada pengurangan agar tetap terlihat metaksu.
Sementara terkait bahan, dikatakan tidak ada kesulitan berati. Namun harga bahan mulai naik, seperti lem yang dulu 15 ribu kini 20 ribu.
"Peranan kami ini kan tidak serta merta bisnis, namun juga harus ada sisi ngayahnya. Jadi harga petulangan kami sesuaikan agar dapat melayani krama yang sedang beryadnya di tengah pandemi ini," jelasnya lagi.