Polemik Grab-Uber - Organda Bali Dianggap Mandul dan Gagal Akomodir Anggota | Bali Tribune
Diposting : 8 April 2016 14:50
Arief Wibisono - Bali Tribune
GPS (tengah) di acara diskusi transportasi di kantor DPD RI, Renon.

Denpasar, Bali Tribune

Anggota DPD RI, Gede Pasek Suardika, yang sebelumnya sempat dinilai gagal paham terkait permasalahan transportasi online GrabCar dan Uber Taksi tampaknya kini telah mulai menemukan titik terang. GPS sapaan akrab Pasek, meminta pihak Grab dan Uber jangan menghancurkan tarif transportasi yang ada selama ini.

Hal itu tertuang dalam dalam kesimpulan diskusi dengan tema “Transportasi Umum: Titik Temu Kesejahteraan Bersama dan Kemajuan Teknologi” di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali Renon Denpasar, Kamis (7/4). Diskusi ini dihadiri sejumlah pengurus Organda Bali, koperasi taksi, persatuan sopir seperti Persotab, Pass On, United Bali Driver, perwakilan sopir taksi dan sopir GrabCar, serta sejumlah mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Bali.

Salah satu peserta diskusi yang memberikan pendapat sekaligus penegasan yakni Wayan Pande Sudirta SH selaku Ketua Koperasi Ngurah Rai Bali menilai Grab dan Uber bukanlah penyelenggara angkutan umum, sehingga para sopir taksi yang menolak selama ini bukan mempermasalahkan aplikasi angkutan online tersebut.

Menurutnya, Grabdan Uber harusnya hanya sebagai penyedia aplikasi bukan berlaku seperti operator transportasi yang menentukan dan mengatur tarif. “Seharusnya Grab dan Uber yang bicara, apakah dia sebagai kendaraan umum atau hanya sekedar penyedia aplikasi?. Setahu saya dia hanya penyedia aplikasi jadi tidak boleh bertindak layaknya operator taksi,” kata dia.

Permasalahan ini, kata Dewan Pimpinan Unit Taksi Bali ini, seharusnya tidak terjadi jika Grab dan Uber mengikuti aturan dan bisa berkomunikasi dengan semua pihak. Baginya, disadari atau tidak para sopir di Bali maupun di Indonesia diadu domba oleh Grab dan Uber. Untuk itu, Pande berharap jika sudah ada keputusan resmi Gubernur Bali yang melarang Grab dan Uber, hendaknya dipatuhi.

“Jangan mau kita diadu domba karena semua yang pro kontra adalah warga kita. Ini bukan masalah mendukung atau tidak mendukung. Sudah ada keputusan Gubernur kita ikuti dulu, bukan berarti saya pendukung Gubernur karena saya beda aliran dan partai dengan Gubernur tapi dalam hal ini saya setuju dengan Gubernur,” ungkap Pande, yang langsung mendapat aplaus dari para peserta diskusi.

Pande memandang permasalahan transportasi online bukan hanya masalah legal atau tidak legal ataupun tentang aplikasi, namun masalah harga yang tidak wajar dan jauh dari tarif normal taksi pada umumnya. Ia memaparkan, jika Grab dan Uber berizin, namun pelaku pelaksananya tidak berizin yang selama ini dipermasalahkan para sopir lokal di Bali.

“Taksi sama kendaraan sewa, sewa lebih mahal dari taksi. Namun dengan Grab-Uber, terbalik situasinya. Contoh dari lokasi A ke B taksi tarifnya Rp100 ribu, sementara Grab bisa Rp40 ribu. Ini yang tidak dibenarkan. Mereka menurunkan harga angkutan yang sudah ditentukan disepakati bersama. Semua sopir Grab dan Uber sebenarnya ingin tarifnya naik, ini permasalahan yang terjadi,” paparnya.

Lebih jauh Wakil Ketua III Organda Bali ini menegaskan jika angkutan aplikasi berbasis online yang dipermasalahkan dalam hal ini terkait harga yang tidak bisa difasilitasi oleh Organda Bali selaku wadah pengusaha transportasi yang menjadi mitra pemerintah. Pande bahkan menuding ada pengurus Organda Bali yang terlibat main mata terhadap rekomendasi GrabCar sehingga permasalahan ini berlarut-larut.

“Saya katakan jika Organda Bali tidak bisa memfasilitasi kebutuhan anggotanya, ini juga otokritik terhadap Organda Bali yang juga tidak kompak dan tidak mampu mengayomi anggotanya dan justru terlibat permainan kotor. Hal-hal seperti itulah yang membuat pengurus Organda Bali pecah,” tegasnya.

Peserta diskusi lainnya yaitu Wayan Suata selaku Ketua Asosiasi Sopir Angkutan Pariwisata Bali yang juga menilai Organda Bali mandul tidak bisa mengakomodir anggotanya dalam menentukan tarif ataupun mendapatkan subsidi pajak. “Perang tarif tidak bisa diselesaikan oleh Organda Bali. Eddy Dharma selaku Ketua telah gagal pimpin Organda Bali,” sindir Suata yang juga Ketua Biro Angkutan Sewa DPC Organda Badung.

Di kesempatan yang sama Ketut Suwitra dari Persotab dengan lantang juga mengatakan jika persoalan Grab dan Uber di Bali sebenarnya sudah selesai dengan turunnya SK Gubernur dan rekomendasi dari DPD RI, dan DPRD Bali. “Masalah ini sebenarnya sudah selesai dengan turunnya SK Gubernur dan rekomendasi lainnya, kita mesti tunduk dan menghormati aturan itu, jangan lagi dibuka buka Grab dan Uber sudah tutup,” kata Witra dengan lantang.

Setelah mendengarkan sejumlah peserta diskusi, akhirnya Gede Pasek Suardika cukup memahami carut marutnya permasalahan angkutan transportasi di Bali. GPS menyimpulkan jika permasalahan utama terkait aplikasi online GrabCar dan Uber Taksi ini terkait disparitas harga atau variasa harga yang jauh berbeda dengan angkutan taksi pada umumnya.

“Pak Pande Sudirta sudah sangat gamblang tadi menyampaikan. Permasalahan harga yang menjadi masalah terhadap GrabCar dan Uber Taksi yang mesti dicarikan solusinya. Kita usulkan cari solusi dengan Perda. Untuk saat ini, kita minta pihak GrabCar dan Uber Taksi tidak hancurkan tarif transportasi yang sudah ada,” tutupnya.