
balitribune.co.id | Amlapura - Kendati pemilik lahan telah menyampaikan keberatan tanah warisan orangtuanya dipergunakan untuk proyek peningkatan ruas jalan Datah menuju Asah, namun proyek yang dilaksanakan oleh Kontraktor Pelaksana PT. Sinar Tunas Karya Utama, dengan Konsultan Pengawas CV Mahottama tersebut tetap berlangsung. Kini bidang tahan milik warga yang diserobot tersebut sudah menjadi jalan aspal.
Untuk mempertahankan tanah peninggalan orangtuanya dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 65 dengan luas 2.90 M2 atas nama I Gede Pica tersebut, hak warisnya I Gede Baktiasa telah merencanakan untuk menempuh jalur hukum. Kepada awak media, Selasa (30/11/2021), Gede Baktiasa mengatakan jika langkah itu terpaksa diambil lantaran laporannya pada Tanggal 13 September 2021 lalu di Kantor Kepala Desa Datah, sampai hari ini tidak ada penyelesaian yang optimal.
“Lamanyan hampir kurang lebih 3 bulan. Saya sangat menyayangkan, sepertinya seolah-olah baik pemerintah dari tingkat desa maupun Pemerintah Kabupaten terkesan lebih mementingkan penyelesaian proyek peningkatan jalan Datah Asah selesai ketimbang menyelesaikan masalah keberatan kami sebagai ahli waris tanah yang digunakan tersebut,” keluh I Gede Baktiasa.
Pihaknya mengaku sangat menyesalkan karena selama kurang lebih tiga bulan sejak laporannya tersebut, hasilnya hanya baru berupa tembusan surat Kepala Desa Nomor: 140/3453/2021 ke Dinas PU Kab. Karangasem. Sebelumnya Tanggal 16 September 2021 memang sudah diadakan mediasi dengan kesimpulan ganti rugi tanah. Dan seluruh kegiatan di sekitar tanah yang menjadi masalah tersebut sementara waktu dihentikan sebelum ada solusi, namun faktanya kata dia proyek peningkatan ruas jalan itu terus berlangsung hingga selesai pengaspalan. “Di sini sebagai ahli waris almarhum I Gede Pica saya tidak punya niat sedikit pun menghalangi atau menggagalkan pembangunan jalan yang dimaksud sepanjang ada etika dikedepankan menyangkut lahan masyarakat yang terdampak seperti tanah milik almarhum orangtua saya. Semestinya cara-cara itu dilakukan, jangan malah sebaliknya mempergunakan cara-cara serampangan yang mengesankan pemerintah mengajari masyarakat merampok atau mencuri guna membangun daerahnya,” ucapnya.
Menurutnya ini budaya yang tidak elok, semestinya duduk bersama saling menghormati kepentingan masing-masing, mengedepankan budaya santun dan karena itu para pihak yang terlibat mestinya tanggap. “Besar harapan saya sebagai ahli waris agar persoalan ini cepat tuntas sehingga tidak menggelinding terus seperti bola liar yang ditendang dari segala sudut lapangan,” lontar Baktiasa sembari menyebutkan, untuk langkah hukum yang akan ditempuhnya itu, dirinya sudah menunjuk dua orang Penasihat Hukum (PH) yang akan mendampingi.
Di pihak lain, Plt. Kadis PU Karangasem I Nyoman Sutirtayasa ketika dikonfirmasi media ini beberapa waktu lalu menegaskan jika yang membuka akses jalan tersebut adalah masyarakat, jadi pembebasan lahan untuk ruas jalan tersebut adalah urusan internal kelompok masyarakat disana. “Artinya dulu saat akses jakan itu dibuka tidak ada masalah, dan selanjutnya oleh masyarakat jalan tersebut diusulkan ke pemerintah untuk menjadi jalan kabupaten pada Tahun 2016. Dan sudah termuat menjadi jalan kabupaten, karena memang secara teknis ruas jalan itu bisa diakomodir menjadi jalan kabupaten. Tentu saja itu melalui proses komunikasi di internal masyarakat di sana. Jadi kalau pemerintah disebut menyerobot pada saat dilakukan penanganan saat ini adalah tidak tepat. Harusnya komplain ahli waris disampaikan ke pihak yang berkomunikasi terdahulu saat membuka ruas jalan tersebut. Dan maslah ini sudah dibahas dalam rapat dan akan dibahas oleh pihak Desa Adat melalui tokoh-tokoh adat,” tandasnya.
Ditegaskannya, kalau dulu bermasalah tentu tidak akan bisa dibuka menjadi badan jalan, dan tentu juga tidak akan termuat menjadi jalan kabupaten.