Sisa Kasus Reforma Agraria Desa Sumberklampok, Pemkab Fasilitasi Percepat Realisasi | Bali Tribune
Diposting : 12 October 2021 20:56
CHA - Bali Tribune
Bali Tribune / Kepala Disperkimta Buleleng, Ni Nyoman Surattini menerima data pemohon eks pengungsi Timtim dari Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Bali Ni Made Indrawati.
balitribune.co.id | Singaraja - Sepertinya titik terang penyelesaian konflik agraria untuk eks pengungsi Timor Timur (Timtim) di Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak cukup terbuka. Ini setelah Pemkab Buleleng menyatakan akan mempercepat proses penyelesaian terlebih sudah mendapatkan lampu hijau dari pemerintah pusat. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimta), Ni Nyoman Surattini usai melakukan rapat Koordiasi dengan Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Bali Ni Made Indrawati, Kepala Desa Sumberklampok, I Wayan Sawitra Yasa dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bali, Kasi Penyuluhan Kehutanan dan Pemberdayaan Masyarakat Dishut Bali Hesti Sagiri, Kabag Hukum dan Kabag Pemerintahaan Buleleng, di Kantor Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemkab Buleleng, Selasa (12/10).
 
“Karena sudah ada lampu hijau dari pemerintah pusat kami fasilitasi masyarakat kita sendiri untuk lebih cepat bisa terealisasi terlebih sudah tidak ada masalah lagi,” ujar Kadis  Ni Nyoman Suratini.
 
Menurutnya, warga masyarakat eks pengungsi Timtim yang mendiami lahan kawasan hutan produksi terbatas (HPT) di Banjar Adat Bukit Sari Desa Sumberklampok dalam seluas 136,96 hektar, sudah tidak ada masalah. Terlebih warga sudah mendiami tempat itu  sejak tahun 2000 silam.
 
“Kita akan ikuti tahapan selanjutnya. Pemkab Buleleng sifatnya mengantar dan selanjutnya menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi dan pusat,” tandasnya.
 
Sementara itu, Kepala Desa Sumberklampok, I Wayan Sawitra Yasa mengatakan, keberadaan warga eks pengungsi Timtim di Desa Sumberklampok sudah lebih 20 tahun, namun persoalan lahan belum ada penyelesaian signifikan. Terlebih warga lainnya di Desa Sumberklampok sudah terlebih dahulu mendapatkan hak kepemilikan. Hal ini, katanya akan menyulitkan pihak desa melakukan penyeragaman penggunaan dana desa untuk pembangunan diwilayahnya.
 
“Jika belum jelas hak kepemilikan atas lahan kami memiliki kendala dalam hal penggunaan dana desa untuk membantu warga yang tinggal di Banjar Dinas Bukit Sari Desa (eks Pengungsi Timtim) membantu kesejahteraan warga setempat,” ujarnya.
 
Secara kewenangan kata Sawitra Yasa, lokasi tinggal warga sebanyak 107 KK (bukan 119 KK) masih dimiliki oleh kawasan Hutan TNBB sehingga pemerintahan desa tidak bisa memberikan bantuan jenis apapun terutama untuk perbaikan jalan-jalan di Banjar Dinas Bukit Sari.
 
“Adanya peluang penyelesaian konflik tenurial kami minta semua pihak untuk memperhatikan kepentingan masyarakat terlebih pemerintah saat ini memiliki kepentingan dengan program strategis nasionalnya,” ucapnya.
 
Sedangkan Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Bali Ni Made Indrawati, mengatakan, saat ini pihaknya telah melakukan proses penyelesaian kasus eks pengungsi Timtim dengan melakukan rapat kordinasi dengan Pemkab Buleleng. Hasilnya, menurut Indrawati cukup menggembirakan dan menunggu bukti riil untuk tindak lanjut pertemuan tersebut.
 
“Kesepakatan yang telah dicapai yakni Pemkab Buleleng akan terlibat secara positif untuk proses penyelesaian konflik tenurial eks pengungsi Timtim yang tinggal di kawasan hutan TNBB.Dan KPA menunggu langkah pemerintah menyikapi persoalan ini secara lebih cepat,” ujar Indrawati.
 
Ia melihat alat hukum penyelesaian sudah sangat jelas terkait keberadaan warga mendiami kawasan tersebut hanya 20 tahun.Faktanya,per 1 September 2021 warga eks pegungsi Timtim telah tinggal ditempat itu selama 21 tahun untuk mendapat legalitas.
 
“Secara legimitasi hukum warga pengungsi sudah mendapatkan legalitas haknya.KPA dalam konteks ini membantu pemerintah mempercepat proses penyelesaian konflik ini.Bahkan lebih bagus jika pemerintah yang berinisiatif melakukan akselerasi penyelesaian pengungsi,” imbuhnya.
 
Indrawati khawatir,jika konflik tenurial itu tidak cepat diselesaikan akan muncul persoalan baru diantaranya penambahan populasi jumlah penduduk.”Saat ini saja dari 107 KK sudah ada tambahan 12 KK namun pemohonnya tetap 107 KK karena sudah komitmen,Sedang yang 12 KK akan diakumulasikan dengan tanah ayahan Pura Subak yang juga dimohonkan dalam kawasan,” tandasnya.
 
Untuk diketahui, sebanyak107 kepala keluarga atau sebanyak 319 jiwa lebih eks pengungsi Timtim telah mendiami lahan kawasan hutan produksi terbatas (HPT) di Banjar Adat Bukit Sari Desa Sumberklampok dalam skala luas 136,96 hektar. Pada lahan tersebut, warga yang merupakan eks transmigran Timtim asal berbagai daerah di Bali itu telah melakukan cocok tanam berbagai tanaman produksi untuk menunjang hidup mereka.
Itu setelah mereka dipaksa keluar dan kehilangan harta bendanya pasca jejak pendapat Timtim pada era Pemerintahan BJ Habibie. Sebelumnya selama setahun oleh Pemerintah di tempatkan ditransito/Ifuntor Transrniglasi Kabupaten Buleleng. Kemudian dengan berjalannya waktu, pada bulan September tahun 2000 dipindahkan ke Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Desa Sumberklampok oleh pemerintah Kabupaten Buleleng dan pemerintah Provinsi Bali tanpa legalitas yang jelas.