Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Mengapa Harus Serba Jokowi ?

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar pada Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Stispol Wira Bhakti.

balitribune.co.id | Saya heran juga, kok semua persoalan pelik (pro-kontra) yang sangat teknis, harus menunggu perintah Jokowi. Terakhir, adalah persoalan harga PCR. Sebelumnya banyak yang protes, karena harganya terlalu tinggi. Bahkan  di bandara harganya nyaris mencapai Rp. 1 juta. Kemudian terus diturunkan, lalu menjadi di atas Rp. 400 ribu. Tiba akhirnya Presiden Jokowi memberikan statemen. Bahwa harga PCR diminta Rp. 300 ribu, dan berlaku hingga tiga hari.  Lalu besoknya sudah ada perubahan. Harganya bisa dijadikan Rp. 300 ribu. Bahkan di Jawa-Bali harganya lebih rendah lagi, yakni Rp.275.000.

Mosok masalah-masalah teknis seperti itu, harus sampai ditangani oleh Presiden. Lalu, aparat yang terkait bersembunyi di mana? Tampaknya, aparat kita tidak peka terhadap situasi krisis. Tidak bisa (berani) mengambil tindakan, bila ada kasus-kasus yang meresahkan masyarakat. Kalau sebetulnya harga PCR adalah Rp.275-300 ribu, kenapa harganya bisa sangat tinggi sejak beberapa bulan sebelumnya?

Di masa pandemi dan situasi ekonomi yang masih lesu, seharusnya semua komponen masyarakat siap untuk berpartisipasi, dan memberi kepada bangsa dan negara. Tapi, kok sebaliknya, semua ingin mencari untung yang besar, dan mencekik leher rakyat. Dalam hal ini, pihak pengusaha ingin memaksimalnya keuntungannya, dan pihak aparat terkait, tampaknya seperti tidak tahu menahu. Sepertinya ada kong kali kong antara pengusaha dana penguasa.

Demikian pula halnya dengan kasus pinjaman online (pinjol) ilegal. Sebetulnya sudah sejak lama menjadi pergunjingan dan keresahan masyarakat. Ternyata aparat kita tidak ada yang mengambil tindakan. Hingga tiba saatnya Presiden Jokowi bersuara keras di depan acara OJK. Maka besoknya, pihak polri sudah bisa mengambil tindakan terhadap bandar-bandar pinjol. Itu artinya, aparat kita sudah tahu dan paham dengan seluk-beluk pinjol itu. Tetapi tidak ada yang mengambil tindakan tegas. Setelah polri turun tangan, maka nyaris semua aparat mulai kelabakan. Bahkan Menko Polhukam, Mahfud MD bersuara lebih keras lagi. “Masyarakat bisa tidak membayar terhadap pinjol ilegal yang telah dilakukan” katanya. Lalu sebelumnya, aparat kita bersembunyi di mana?

Dalam pemerintahan Jokowi Jilid I, ia juga pernah berang terhadap kasus pungutan liar (pungli) yang serba meraja-lela di Indonesia. Ia lalu memberikan statemen yang galak tentang pungli. Maka besoknya, pihak Polri sudah menangkap basah kasus pungli di Ditjen Perhubungan Laut. Jadi, sebetulnya aparat kita sangat mengetahui berbagai kasus pelanggaran hukum (pungli) tersebut. Tetapi nyatanya mereka tidak mau mengambil tindakan apa-apa. Mengapa kita takut mengungkap? Apakah karena pungli terlanjur ada dan meraja-lela di mana-mana? Lalu, aparat kita serba salah. Bahkan akhirnya Menko Polhukam Wiranto, membuat gerakan Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar). Gerakan inipun akhirnya bagaikan hangat-hangat tahu ayam. Terakhir di Buleleng ada kasus tukang parkir yang didakwa melakukan pungli, karena memungut biaya parkir di luar ketentuan.

Kasus-kasus yang disampaikan di atas, tampaknya membuktikan, bahwa Jokowi  menerima banyak laporan, tentang keadaan masyarakat di akar rumput. Lalu kalangan stafnya di Istana, mampu mengolahnya dengan seksama. Kemudian mampu meyakinkan Presiden, agar Jokowi berbicara keras tentang kasus tsb. Misalnya, di mana Jokowi mendapatkan angka Rp,300 ribu untuk biaya PCR? Diyakini, pasti dari stafnya yang memberikan second  opinion    kepada Presiden. Karena Jokowi memiliki kepekaan terhadap kalangan bawah yang tertindas, maka ia tidak ragu memberikan statemen yang keras.

Saya kira, kalangan Staf Khusus Presiden di Istana, telah mampu memunculkan perannya yang strategis, sebagai second opinion. Bahkan mungkin telah memberi “pukulan” kepada aparat struktural di kementrian. Semoga saja tidak ada friksi antara pejabat struktural di kementrian, dengan staf khusus Presiden di Istana. Namun hal ini ada segi baiknya juga, karena akan dapat mengasah kepekaan masing-masing.

Tetapi alangkah baiknya, untuk hal-hal yang teknis seperti itu, tidak harus sampai dipikirkan oleh Presiden. Karena visi pembangunan tentu saja adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, semua aparat negara, sesuai bidang tugasnya masing-masing, harus kreatif memikirkan dan mengambil tindakan tegas. Tindakan untuk melindungi rakyat (kasus pinjol, kasus pungli, dll), dan tindakan untuk meringankan beban rakyat, seperti kasus harga PCR.

Kasihan Presiden kita, yang sudah sibuk dengan berbagai urusan negara. Khususnya urusan untuk meningkatkan citra negara di arena pergaulan internasional, dll. Tetapi harus disibukkan lagi dengan kasus-kasus tetek-bengek, yang sebetulnya bisa dilaksanakan dengan ketat oleh aparat teknis.  Untuk itu sangat diperlukan kepekaan terhadap krisis yang sedang dihadapi oleh negara dan bangsa.

Di mana dalam kondisi krisis, seharusnya tidak diperkenankan untuk mencari keuntungan pribadi. Janganlah seperti kasus eks Mensos Juliari Batubara. Belum terhitung dua tahun menjadi mensos, kok sudah menjelma menjadi koruptor. Lalu, di mana hati nuraninya sebagai seorang pemimpin dan kader partai? Mungkin ia perlu ditatar. Bahwa dahulu dalam situasi krisis tahun 1945, para bapak-bapak bangsa kita, justru dengan tulus-ikhlas memberi kepada bangsa dan negaranya. Bahkan kalau perlu, bapak-bapak bangsa kita memberikan jiwanya untuk bangsa dan negaranya.

 

wartawan
Wayan Windia
Category
Iklan icon ads
Iklan icon ads

BVA Ajak Pengelola Vila Lakukan Antisipasi Terhadap Cuaca Ekstrem

balitribune.co.id | Denpasar - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan kondisi cuaca terkini dan potensi risiko hidrometeorologi menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026. Berbagai pihak termasuk pengelola akomodasi wisata di Bali turut memperkuat kesiapsiagaan selama momen libur Nataru yang berpotensi terjadinya hujan ekstrem dan angin kencang. 

Baca Selengkapnya icon click

Bangunan di Jatiluwih Ditutup, Belasan Pemilik Protes dengan Pasang Seng

balitribune.co.id | Tabanan - Pemilik bangunan di kawasan objek wisata Jatiluwih yang ditutup pemerintah daerah memasang belasan pelat seng di pematang sawah mereka pada Kamis (4/12).

Pemasangan pelat seng itu dilakukan sebagai bentuk protes atau penutupan bangunan milik mereka saat Panitia Khusus Tata Ruang dan Aset Pemerintah (TRAP) DPRD Bali bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sidak pada Selasa (2/12).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Investor Australia Gugat Pemilik Hotel Sing Ken Ken Seminyak, Berbeda Soal Kepailitan

balitribune.co.id | Denpasar - Kasus kepailitan hotel Sing Ken Ken di Jalan Arjuna Nomor 1 Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung terus bergulir dan kian rumit. Hotel Sing Ken Ken dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 4/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Niaga Sby tertanggal 18 Juli 2017 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 609 K/Pdt.Sus-Pailit/2018 tertanggal 18 Juli 2018.

Baca Selengkapnya icon click

Bupati Adi Arnawa Terima Kunjungan Wali Kota Eri Cahyadi

balitribune.co.id | Mangupura - Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa menerima kunjungan resmi Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, dalam rangka pertukaran pengetahuan (knowledge sharing) mengenai kebijakan fiskal dan strategi percepatan pembangunan infrastruktur daerah, bertempat di Ruang Nayaka Gosana, Puspem Badung, Jumat (5/12).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.