Denpasar, Bali Tribune
Meski Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya, SE alias Yonda membantah adanya reklamasi liar dan pengerusakan lahan Tahura Ngurah Rai di Pantai Barat Kelurahan Tanjung Benoa, namun warga Tanjung Benoa mengakui telah terjadi pengerusakan dan reklamasi liar di Tanjung Benoa.
Adalah I Ketut Sadia, warga Kelurahan Tanjung Benoa ini menegaskan bahwa adanya reklamasi di Pantai Barat Tanjung Benoa. Bahkan, ia mengatakan bahwa dirinyalah saksi atas semuanya itu. “Saya menjadi saksi saat polisi turun ambil barang bukti, antara lain potongan mangrove, molen, semen, pasir dalam karung, kabel listrik dan selang. Kalau bukan reklamasi terselubung, kenapa barang-barang itu ada di sana? Benar ada reklamasi liar di Tanjung Benoa. Kami melihat dengan mata kepala sendiri,” tegasnya kepada wartawan di Denpasar, Selasa (25/04/2017).
Sementara, Ketua Forum Peduli Mangrove Bali (FPMB), Steve, menyayangkan pernyataan Yonda yang meminta agar proses hukum dugaan penyerobotan lahan Tahura Ngurah Rai yang saat ini sedang bergulir di Polda Bali dihentikan. Termasuk kesimpulan Yonda bahwa laporan FPMB ke Polda Bali tersebut sebagai upaya untuk melemahkan penolakan reklamasi di Tanjung Benoa. Steve mempersilahkan Yonda menolak reklamasi namun jangan membelokkan kasus dugaan penyerobotan lahan Tahura dan bersembunyi di balik gerakan tolak reklamasi.
“Ini lahan Tahura, tanah negara. Jangan digiring ke tolak reklamasi. Silahkan Anda tolak reklamasi, tapi jangan bohong dan membodohi masyarakyat luas. Kami minta Yonda bersikap ksatria, apalagi yang bersangkutan adalah teladan selaku Bendesa Adat Tanjung Benoa dan juga anggota DPRD Kabupaten Badung. Kalau memang merasa tidak berbuat salah, hadapi saja proses hukum dengan gagah berani. Seorang tokoh yang menjadi teladan, kok malah minta proses hukum dihentikan di luar koridor hukum,” ujar Steve.
Pengamat lingkungan dan pesisir, Made Mangku, berharap masalah ini dapat selesai dengan baik untuk kebaikan dan kemajuan Bali umumnya dan Tanjung Benoa khususnya. Menurutnya, hukum harus ditegakkan dan setiap pelanggaran harus ditindak. “Selesaikan dengan kepala dingin. Saya tidak memihak siapa pun. Kalau salah, ya salah. Kalau sudah meminta maaf dan mengklarifikasi kepada Dinas Kehutanan bahwa tidak ada koordinasi berarti sudah tahu atau sadar akan kesalahannya. Lalu kenapa harus ada bantahan lagi,” pungkasnya.*