BALI TRIBUNE - DPRD Badung mendesak Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) melakukan langkah-langkah inovasi untuk menangani permasalahan sampah yang melanda Pantai Kuta.
Pasalnya, pasca pencabutan status darurat sampah oleh DLHK, Pantai Kuta kini kembali ditumpuki sampah kiriman.
“Masalah sampah kiriman ini rutin terjadi di Kabupaten Badung. Bahkan tiap tahun fenomena sampah kiriman ini melanda pesisir Badung. Untuk itu kami minta instansi terkait berinovasi untuk mengatasi masalah sampah ini, jangan hanya sebatas wacana,” tegas Wakil Ketua Komisi II DPRD Badung I Nyoman Dirga Yusa dihubungi, Minggu (17/12).
Politisi PDI Perjuangan ini juga mendorong ada kajian matang dari DLHK untuk penanganan sampah ini. “Harus dibuat kajian mengenai fenomena sampah kiriman ini. Karena sekarang dinyatakan darurat sampah dan tidak boleh terjadi lagi tahun depan,” terangnya.
Ia pun mempertanyakan langkah-langkah sebelumnya yang dinilai tidak ada kemajuan. “Iya, tahun lalu saya dengar katanya ada perencanaan dari luar negeri, tapi mana hasilnya, mana hasil kajiannya?,” tanya mantan Ketua Komisi II ini.
Kedepan, ia berharap ada perubahan dalam penangan sampah kiriman ini. Sebab, jangan sampai sekarang darurat sampah, tahun depan lagi kembali ditetapkan darurat sampah. “Masak darurat sampahnya berulang-ulang? Berarti tidak ada kemajuan dong,” sentilnya.
Dirga Yusa pun mengaku tak masalah DLHK minta tambahan alat bila sudah ada kajian yang benar dan alat-alat tersebut benar-benar mampu mengatasi permasalahan sampai yang melanda pesisir Badung. “Kalau sudah jelas, nggak masalah ada penambahan sarana prasaran semisal alat berat, tenaga atau petugas kebersihan. Kami pasti backup yang penting itu benar-benar menyelesaikan masalah. Jangan sampai ada penambahan tapi tahun depannya permasalahan klasik ini terulang terus,” bebernya.
Pantai Kuta sebagai ikonnya pariwisata Badung wajib bersih. “Kebersihana kan menjadi garda terdepan pariwisata. Jadi, tugas DLHK lah yang melakukan itu,” tegasnya.
Sementara itu Kepala DLHK Badung I Putu Eka Merthawan, menjelaskan pencabutan status darurat sampah kiriman sudah berdasarkan SOP. Status darurat sampah ditetapkan apabila sampah kiriman mencapai diatas 50 ton per hari. “Pencabutan status darurat sampah kiriman itu sudah berdasarkan kajian. Sama halnya Gunung Agung sewaktu-waktu ditetapkan awas, kemudian turun lagi statusnya jadi siaga, kemudian bisa naik lagi,” ujarnya.
Eka Merthawan juga menegaskan bahwa pencabutan status darurat sampah kiriman ini bukan berarti sampah telah habis.
“Waktu kami turunkan statusnya itu seperti pantai Legian dan Kuta memang tidak ada lagi sampahnya. Tapi sekarang muncul lagi hampir merata dari pantai Canggu, Pererenana, sampai selatan. Dominan sampah plastik,"dalihnya.
Ia meyakinkan sampah yang ada di wilayah Pantai Kuta masih dibawah 50 ton per hari, sehingga belum bisa dikatakan darurat. "Sejauh ini terus petugas kebersihan standbay pasca musim hujan,” jelas mantan Camat Kuta Selatan ini.