balitribune.co.id | Amlapura - Hingga saat ini rencana penyebaran nyamuk ber-Wolbachia di Bali masih menuai pro dan kontra, di mana masyarakat meminta agar pemerintah melakukan penelitian dan kajian ulang terkait efektifitas dan dampak lain yang ditimbulkan dari penyebaran nyamuk ber-Wolbachia tersebut.
Kabupaten Karangasem belum masuk sebagai salah satu daerah yang menjadi tempat penyebaran nyamuk ber-Wolbachia. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, dr. I Gusti Bagus Putra Pertama, kepada awak media, Rabu (29/11/2023), menyampaikan, terkait penyebaran nyamuk ber-Wolbachia, pihaknya sejauh ini belum mendapatkan intstruksi baik dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali maupun dari Pemerintah Pusat dalam hal ini kementrian Kesehatan-RI.
Kendati demikian, dari seminar dan Zoom Meeting yang diikuti berkaitan dengana penyebaran nyambuk ber-Wolbachia, menurut hemat dia sebenarnya penyebaran nyamuk ber-Wolbachia merupakan pelengkap dari upaya penanganan merebaknya kasus demam berdarah. Artinya kata Putra Pertama, penanganan atau upaya antisipasi peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang biasa dilakukan seperti gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta upaya Fogging atau pengasapan di wilayah ditemukan kasus DBD masih cukup efektif. “Dari seminar dan zoom meeting dengan kementrian kesahatan dan Dinas Kesehatan Provinasi Bali yang kami ikuti, sebenarnya penyebaran nyamuk ber-Wolbachia ini merupakan upaya pelengkap dalam menekan kasus DBD,” tegasnya.
Kendati demikian, untuk penyebaran nyamuk ber-Wolbachia di Karangasem, pihaknya saat ini masih menunggu hasil penelitian dan kajian lebih lanjut yang tengah dilakukan pemerintah. Dan jika nantinya ternyata penyebaran nyamuk ber-Wolbachia itu aman dan efektif, pihaknya akan menunggu intsruksi dan regulasi dari pusat serta petunjuk teknis bagaimana penyebaran nyamuk ber-Wolbachia tersebut. “Terkait penyebaran nyamuk ber-wolbachia hanya melengkapi dari program penanggulangan DBD yang sudah dilaksanakan selama ini,” sebutnya, sembari menagaskan jika kasus DBD di Karangasem saat ini relatif landai dan tidak ada kasus yang merebak.
Dari Januari hingga November 2023 ini kasus DBD tercatat hanya 455 kasus, jumlah itu jauh menurun dibandingkan dengan kasus DBD tahun sebelumnya yakni 2022, dimana saat itu kasus DBD tercatat sebanyak 822 kasus. Upaya pencegahan DBD yang sudah dilakukan yakni meningkatkan kewaspadaan dini dan respon melalui tim surveilans aktif di masyarakat dan Faskes untuk mendapatkan data yang cepat dan tepat. Melaksanakan foging, gertak PSN, memaksimal pokjanal DBD, pemantauan jentik melalui program G1R1J (gerakan 1 rumah 1 jumantik) juga tetap dilaksanakan.