BALI TRIBUNE - Penutur kejernihan Gde Prama hadir di Balai Budaya Ida Dewa Agung Istri Kanya Klungkung, Sabtu 13/5) lalu. Dihadapan ratusan warga, pria asal Desa Tajun Buleleng ini bertutur tentang kedamaian jiwa dan keluarga. Tampak hadir dalam kegiatan itu, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta bersama istri.
“Acara ini sejalan dengan semboyan Pemkab Klungkung yaitu Gema Santhi yang berarti menyuarakan kedamaian. Semoga fibrasinya bisa dirasakan dan menjadi tuntunan hidup bagi masyarakat Klungkung dan bahkan seluruh umat manusia,” sapa Gde Prama memulai.
Menurut Gde Prama, jiwa yang ada dalam tubuh manusia hanya menginginkan kedamaian. “Semua jiwa yang gelisah dan penuh ambisi pasti rindu pulang ke rumah penuh damai. Untuk itu program Gema Santi atau Gema Perdamaian harus didukung,”sambungnya.
Dikatakan Gde Prama, rumah yang indah adalah jiwa yang damai, jika jiwa pada tubuh manusia tidak menemukan rumah indah (kedamaian,red) maka jiwa dimaksud pastinya akan sakit, tertekan, marah, badmood dan sebagainya.
Oleh karena itu Gde Prama berpesan agar setiap individu senantiasa berusaha dapat menemukan kedamaian jiwa atau rumah yang indah. “Salah satunya dengan menerima apapun keadaan serta kekurangan yang menimpa diri kita,”katanya.
Lebih jauh Gde Prama bertutur, dalam kekurangan juga terdapat sisi yang indah yang nantinya membawa jiwa pada rumah yang indah. “Perasaan yang tertekan saat kecil dan tertumpuk disaat dewasa akan tumbuhlah menjadi kesedihan,”terang Gde Prama.
Pada kesempatan itu Gde Prama membeberkan pula beberapa hal yang dapat dijadikan cara untuk melawan kesedihan. Diantaranya, dengan berimajinasi seakan-akan kita sedang mendekap seorang bayi yang menangis dan berusaha meredam tangisan tersebut dengan nyanyian-nyanyian.
Untuk menciptakan jiwa yang damai, Gede Prama juga meminta untuk tidak terlalu bersaing dalam menjalani hidup.
“Persaingan menjadikan seseorang menjadi orang lain, bukan menjadi diri kita sendiri, sehingga tubuh tidak akan menjadi rumah kedamaian bagi jiwa,”nasehatnya.
Lanjut Gde Prama bertutur, mengingat manusia memiliki karakter yang berbeda-beda seyogyanya manusia tidak memaksakan kehendaknya untuk sama satu sama lainnya.
“Lihatlah pohon kamboja yang hidup di tanah, dan lotus yang hidup di lumpur, jika salah satunya dipaksakan hidup bukan ditempatnya maka tidak akan terjadi kedamaian. Begitu pula binatang bebek yang girang ketika hujan, berbeda dengan ayam yang malah berteduh ketika hujan,”ucap Gde Prama mencontohkan.
Terkait kedamaian di keluarga Gde Prama bertutur saat ini banyak terjadi perceraian, pasien RSJ yang terus bertambah hal itu diakibatkan karena tidak adanya kedamaian di rumah tangga.
Menurut dia, keluarga adalah kumpulan individu yang berbeda, jadi jangan dipaksalkan untuk sama. Karena jika dipaksakan untuk sama maka akan terjadi peselisihan dan pertentangan.
“Perbedaan itu bisa menjadi pelangi yang indah jika satu sama lain saling menerima,”sebutnya.
Peserta kegiatan terdiri dari pelajar, sekeha teruna, prajuru adat, para Pemangku, serta sejumlah PNS di lingkungan Pemkab Klungkung. Disela-sela penuturuannya, Gde Prama mengajak mereka untuk melakukan meditasi.
“Meditasi ini bertujuan untuk mengheningkan dan mengistirahatkan jiwa dan pikiran dari berbagai permasalahan duniawi,” ucap Gde Prama.