Tabanan, Bali Tribune
Dibukanya pasar manggis besar-besaran oleh Pemerintah Tiongkok tahun 2016 ini membawa angin segar bagi para petani manggis, tak terkecuali petani manggis di Kabupaten Tabanan.
Para petani buah yang memiliki nama latin garcinia mangostana sebagian besar berada di Kecamatan Pupuan dan Selemadeg Barat yang dikoordinir kelompok tani yang tergabung dalam Sub Terminal Agribisnis (STA) Sari Buah di Banjar Padangan Kaja, Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Tabanan.
Ketua Sub Terminal Agribisnis (STA) Sari Buah Jero Putu Tesan menyampaikan setiap hari pihaknya mengirim 15 ton manggis ke negeri Tirai Bambu tersebut. Buah manggis dibeli dari petani mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 11.000 perkilogram tergantung kualitas buah. Standar buah manggis yang lolos ekspor harus bersih, tidak terlalu kehitaman serta daun telinga buah harus segar. “Kalau yang kualitasnya kurang atau tidak memenuhi standar ekspor bisa Rp 6.000 perkilogram,” ungkap Jero Tesan, Selasa (12/4) kemarin.
Menurutnya, buah manggis asal Bali mampu memikat hati konsumen karena memiliki citarasa. Kendati ada competitor, seperti manggis Jawa dan Thailand, buah manggis Bali tetap dicari. “Buah manggis asal Bali rasanya manis dan dianggap lebih original di Cina. Sehingga mudah mendapat tempat di hati konsumen,” terangnya
Dirinya menambahkan, informasi harga sangat terbuka, dimana semua koordinator zona memperoleh informasi langsung dari Cina sehingga pihaknya tidak bisa mempermainkan harga. Guna memenuhi pasokan, STA Sari buah melibatkan anggota yang jumlahnya mencapai 6000 petani dengan luas lahan sekitar 950 Hektar dengan total produksi kurang lebih 4000 ton. “Dan saat ini diwilayah Pupuan dan Selemadeg Barat sudah ada enam lokasi pengepakan,” imbuhnya.
Sebelum dikirim, buah manggis terlebih dahulu menjalani proses kontrol kualitas yang dilanjutkan dengan pembersihan dan penyegaran buah. Buah akan disemprot menggunakan cairan khusus yang terbuat dari bahan-bahan alami kemudian di kemas di gudang STA Sari Buah Desa Padangan, selanjutnya akan diangkut ke Banyuwangi untuk dimasukan ke dalam kontainer. “Akan dikirim ke Malaysia terlebih dahulu menggunakan kapal, nah setelah itu baru dikirim ke Cina. Jadi kira-kira membutuhkan waktu hingga 14 hari untuk sampai di Cina,” papar Jero Tesan.
Musim panen manggis di Tabanan berlangsung antara bulan Januari hingga Mei. Petani manggis binaan STA Sari Buah sendiri tersebar di sejumlah desa dan banjar yang dikelompokan dalam empat zona yaitu : Zona satu; Munduk Temu, Belatungan, Bantiran, Pajahan dan Pupuan. Zona dua; Desa Kebon Padangan, Mundeh Kangin, dan Jelijih Pungang. Zona tiga; Desa Batungsel, Sanda, Belimbing dan Karyasari. Zona empat; Desa Lumbung, Tiying Gading, Yeh Silah dan Nyuh Gading.
Disamping itu, kelompok tani STA Sari buah juga memasarkan buah alvokat, durian dan salak gula pasir untuk memenuhi pasar dalam negeri seperti di Semarang dan Jakarta. “Kurang lebih 1000 tenaga kerja terserap diseluruh zona dan perputaran uang mencapai 1 miliar per hari,” sambungnya.
Jero Tasen pun berharap agar pemerintah mengambil langkah-langkah agar ekspor manggis ke Cina tidak perlu lagi melalui Malaysia. “Adanya pengawasan yang jelas dan tepat itu sangat perlu agar ketika ada produk yang bermasalah bukan petani yang jadi korban,” tegasnya.
Sementara itu, salah seorang petani manggis, Nyoman Suarda asal Banjar Pempatan, Batungsel mengatakan bahwa sejak terbentuknya kelompok usaha tani STA Sari Buah tahun 2004 silam, dirinya merasa lega karena tidak bingung untuk memasarkan buah yang ia panen. “Saya dan petani yang lain senang dan lega karena dipermudah dalam pemasaran,” ujarnya.