BALI TRIBUNE - Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Penuntut Keadilan mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (18/12). Mereka menuntut agar Bendesa Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda dihukum berat dalam kasus dugaan reklamasi liar dan pembabatan mangrove.
Aksi ini sendiri mendapat kecaman dari Ketua PN Denpasar, Amin Ismanto yang meminta pihak kepolisian mengusut para peserta aksi yang melakukan bakar-bakaran di dalam areal PN Denpasar.
Dari pantauan di lapangan, aksi ini berlangsung sejak pukul 11.00 Wita. Sekitar 200 masa dari Aliansi Masyarakat Penuntut Keadilan datang ke PN Denpasar dengan membawa spanduk berisi kecaman terhadap jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Bendesa Tanjung Benoa itu dengan tuntutan 8 bulan penjara. Selain itu, mereka juga membawa foto Kajati Bali, Djaya Kesuma yang diminta mundur karena menuntut tersangka reklamasi liar dan pembabatan mangrove dengan hukuman ringan.
Meski ada ratusan massa yang melakukan aksi demo, namun tidak ada satupun petugas kepolisian terlihat mengawal mereka. Massa yang masuk ke areal PN Denpasar lalu melakukan orasi yang di antaranya menuntut majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menjatuhkan hukuman berat kepada Bendesa Tanjung Benoa. “Kami minta Bendesa Tanjung Benoa dihukum seberat-beratnya,” ujar massa yang melakukan orasi.
Sekitar pukul 12.30 Wita, massa melakukan aksi bakar poster dan bantal guling yang dibuat pocong. Aksi bakar-bakaran di dalam areal PN Denpasar ini, sempat membuat asap tebal dan mengganggu pengunjung sidang. Bahkan banyak staf dan pegawai PN yang keluar untuk melihat aksi pendemo ini.
Beberapa anggota kepolisian sendiri baru datang setelah aksi demo bakar-bakaran ini selesai. “Mana polisinya. Kok aksi seperti ini dibiarkan. Ini kan pengadilan kok pakai bakar-bakaran,” ujar salah satu staf PN Denpasar yang melihat aksi bakar-bakaran ini.
Ketua PN Denpasar, Amin Ismanto juga ikut mengecam aksi demo yang berakhir dengan aksi pembakaran di areal PN Denpasar ini. Ia mengatakan pihaknya tidak mendapat laporan ataupun pemberitahuan terkait aksi demo ini. “Nanti akan kita tertibkan. Apalagi demo yang tidak bersurat dan inskontitusional akan kita serahkan ke pihak kepolisian,” tegas KPN yang baru dua bulan menjabat ini.
Ditegaskannya, semua yang berkait tindak kriminal tidak harus ada laporan dan harus ditindak lanjuti aparat kepolisian. “Kalau polisi tahu itu ada unsur tindak kriminal, kami serahkan semua ke pihak kepolisian,” tegasnya.
Dihukum Berat
Ketua Aliansi Masyarakat Penuntut Keadilan, Jhony Lomi menilai ada kejanggalan dengan tuntutan JPU yang begitu ringan. Sebab, Made Wijaya adalah seorang anggota DPRD Kabupaten Badung yang terhormat, seorang Bendesa Adat Tanjung Benoa yang di muliakan dan pengusaha besar dan sukses di bidang wisata bahari. Namun dalam melaksanakan kegiatan di kawasan Tahura dengan nama Panca Pesona kenapa tidak mengajukan permohonan izin kepada pemerintah terkait, izin atau paling tidak menanyakan apakah rencana kegiatan tersebut di perbolehkan atau tidak.
"Saudara Made Wijaya alias Yonda ini orang yang mengerti, kenapa tidak melakukan semua prosedur itu. Apa karena selaku Bendesa Adat tidak perlu minta izin kepada Pemda dan mematuhi peraturan perundangan di Indonesia atau Bali khususnya," ujarnya.
Dikatakan Jhony, JPU yang hanya menuntut Yonda 8 bulan penjara denda Rp10 juta, sungguh tidak adil karena tahun 2014 di Probolinggo seorang kuli pasir menebang 3 batang pohon mangrove dipenjara 2 tahun dan denda Rp 2 miliar.
"Rasa keadilan hancur jika melihat tuntutan JPU dalam kasus ini. Bagaimana seorang punya jabatan publik, dan dengan sengaja melakukan kejahatan lingkungan dituntut 8 bulan penjara dan denda Rp10 juta. Besar harapan kami agar kepututusan majelis hakim dapat memberikan keadilan, ketegasan dalam komitmen bangsa dalam menjaga alam dan lingkungan demi anak cucu kita dimasa depan serta putusan hakim dapat menjadikan efek jera sehingga upaya kita bersama dalam menjaga dan memelihara dan melawan kerusakan lingkungan bisa membuahkan hasil," harapnya.
Sementara itu, DPD Garda Tipikor provinsi Bali kemarin melayangkan surat keberatan kepada Ketua KPK. Intinya, mereka mengaku kecewa dengan tututan tim JPU yang hanya 8 bulan penjara dan denda Rp10 juta. Untuk itu, DPD Garda Tipikor provinsi Bali meminta KPK untuk melalukan atensi terhadap para JPU yang menuntut Yonda.
"Semoga saja tidak ada unsur korupsi dalam tuntutan ini. Dan menurut kami, tuntutan oleh JPU ini sangat tidak adil karena di Probolinggo kuli pasir yang hanya menebang tiga pohon mangrove saja divonis dua tahun penjara. Apa ini karena Yonda seorang anggota DPRD sehingga dituntut ringan?," ujar Ketua DPD Garda Tipikor Bali, Pande Nyoman Rata.