BALI TRIBUNE - Sempat gagal terbang pada Sabtu (22/7), layangan Janggan Nagaraja karya ST. Dananjaya, Banjar Dangin Peken, Sanur akhirnya mengudara di langit Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar Minggu (23/7) serangkaian pelaksanaan Dananjaya Kite Festival.
Namun sangat disayangkan, ekor layangan yang panjangnya 250 meter ini terputus akibat tersangkut atap sebuah bangunan. Namun, hebatnya Naga Raja tetap bisa mengudara sempurna sampai akhirnya diturunkan karena faktor angin yang belum mendukung.
Tidak ada kesulitan yang berarti dalam proses penerbangannya. Hal ini karena penonton sudah lebih paham. Bahkan, pihak panitia mengizinkan penonton turut andil menarik layangan janggan dengan ukuran jumbo ini.
Kordinator layang-layang Naga Raja, Kadek Suprapta Meranggi mengaku berbahagia dengan naiknya layangan janggan terbesar di Bali ini. Suprapta menuturkan, pada saat hendak dinaikkan pada hari Sabtu, pihaknya mengaku kesulitan lantaran membludaknya penonton. Saat menaikkan pertama diiringi langsung suara seruling yang dimainkan Gus Teja, sempat berhasil terbang hanya beberapa meter tiba-tiba layangan oleng dan terjatuh. “Fatalnya sayap layangan dan bantang guangan patah, sehingga Nagaraja tidak bisa mengudara lagi,” jelasnya.
Pria yang akrab dipanggil Dek Soto ini sama sekali tidak kecewa, bahkan, pihaknya bersama undagi Dangin Peken langsung memperbaiki layangan. Alhasil setelah satu jam layangan kembali seperti semula. “Justru yang kami takutkan adalah adanya penonton yang tertimpa layangan, karena layangan ini beratnya 700 kg lebih,” terangnya.
Namun usaha ST. Dhananjaya, rupanya berhasil menghibur ribuan pasang mata yang memadati area Pantai Mertasari pada hari Minggu. Layangan yang memiliki bentang sayap 11,5 meter, Panjang 15 meter, panjang ekor 250 meter dan berat 700 kg ini mampu mengudara hanya dengan kecepatan angin sekitar 13,2 knot. “Kecepatan angin ini tergolong kecil, karena biasanya layangan dengan ukuran sebesar ini naik dengan kecepatan angin 17 knot,” kata Dek Soto.
Terkait dengan putusnya ekor layangan, Dek Soto mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dimana, pria yang aktif menjadi pengurus PHRI Bali ini menilai sebagai sebuah risiko. Dan pihaknya telah menduga dan memberikan pertimbangan kepada beberapa warga Dangin Peken terkait dengan peluang putusnya ekor layangan.
Total biaya yang dihabiskan untuk membuat mahakarya yang masuk dalam Museum Rekor Indonesia (Muri) ini adalah sekitar Rp130 jutaan. Namun, pihaknya tetap berharap layangan ini mampu menjadi ikon dan kebanggan masyarakat Bali. Selain itu tentunya dapat menarik minat kunjungan wisatawan ke Bali.