Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Akses ke Pura Dibatasi, Pansus TRAP DPRD Bali Tindaklanjuti Aduan Warga Adat Jimbaran

DPRD Bali
Bali Tribune / Pansus TRAP saat menerima berkas dari warga adat Jimbaran di DPRD Bali, Rabu (5/11)

balitribune.co.id | Denpasar - Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali segera menindaklanjuti keluhan warga Desa Adat Jimbaran, Kabupaten Badung, terkait pembatasan akses ke sembilan pura yang berada di kawasan yang dikuasai oleh PT Jimbaran Hijau (PT JH).

Tiga pura di antaranya—Pura Batu Nunggul, Pura Batu Layah, dan Pura Batu Mejan—dilaporkan benar-benar tertutup aksesnya, membuat warga kesulitan untuk bersembahyang di tempat suci yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, menegaskan bahwa tanah adat yang menjadi lokasi pura tidak boleh dibatasi penggunaannya oleh pihak mana pun. “Orang pura itu sudah tempat ibadah dari zaman nenek moyangnya. Nggak boleh dilarang-larang. Jangan sampai orang Bali jadi tamu di rumahnya sendiri,” tegas Supartha, Rabu (5/11)

Ia meminta pengempon pura segera menyampaikan surat resmi kepada Kapolda Bali, dengan tembusan ke Polres dan Polsek setempat, serta ke Gubernur Bali, Ketua DPRD Bali, Komisi I, dan Pansus TRAP. “Setelah surat disampaikan, kami akan turun langsung mengecek kegiatan pembangunan di lokasi. Kami ingin memastikan apakah perizinannya lengkap dan apakah ada pelanggaran, termasuk pembangunan di tebing atau di lahan yang masih disengketakan,” jelasnya.

Pansus TRAP juga berencana memanggil pihak PT Jimbaran Hijau untuk klarifikasi paling cepat pekan depan, setelah pengumpulan data dan inventarisasi masalah selesai dilakukan. “Kami ingin semua pihak duduk bersama, dari pemerintah, masyarakat, hingga BPN. Prinsipnya, masalah ini harus diselesaikan secara musyawarah tanpa harus sampai ke pengadilan,” ujar Supartha yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali.

Sementara itu, Bendesa Adat Jimbaran, A.A. Rai Dirga Arsana Putra, mengungkapkan bahwa terdapat sembilan pura di kawasan tersebut. Tiga di antaranya berada di area yang kini diklaim milik PT JH.

Beberapa pura seperti Pura Taksu masih bisa diakses karena telah dibuatkan jalan khusus oleh pihak perusahaan. Namun bagi pura lainnya, warga harus terlebih dahulu meminta izin untuk bersembahyang. “Kalau tidak ada petugas yang pegang kunci portal, ya tidak bisa masuk. Kami sering menerima keluhan warga yang tidak bisa sembahyang di pura mereka sendiri,” ujar Rai Dirga.

Menurutnya, pembatasan itu juga berlaku bagi para jero mangku (pemangku pura) dan umat lain yang hendak beribadah. “Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, sebelum lahan itu dikelola oleh perusahaan,” tegasnya.

Ia menilai pernyataan pihak PT JH yang mengaku tidak pernah melarang umat beribadah tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. “Faktanya, jalan menuju pura rusak dan dipasangi portal yang dikunci. Jadi kami harus izin untuk sembahyang. Ini aneh, kami mau sembahyang kok harus minta izin,” keluhnya.

Rai Dirga juga menjelaskan bahwa sejak lahan tersebut dikuasai PT JH sekitar tahun 2010–2012, berbagai upaya sudah dilakukan untuk mencari kejelasan status lahan. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai hak dan kewenangan atas tanah yang sebelumnya merupakan tanah adat. “Kami berharap Pansus DPRD Bali bisa membantu memfasilitasi penyelesaian agar warga bisa kembali beribadah dengan tenang tanpa hambatan,” ujarnya.

Pansus TRAP DPRD Bali menegaskan akan menelusuri aspek hukum dan perizinan yang melatarbelakangi penguasaan lahan oleh PT Jimbaran Hijau, termasuk keterlibatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah.

Made Supartha menekankan, penyelesaian persoalan tanah adat dan akses pura harus berpihak kepada kepentingan masyarakat dan nilai-nilai Pancasila. “Tanah dan tempat suci adalah milik bersama, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Negara harus hadir melindungi hak rakyatnya,” ujarnya, seraya berjanji akan mengecek lahan tersebut, mana yang disebut tanah negara ataukah ada asset Pemrov Bali di sana.arw

 

Pansus TRAP saat menerima berkas dari warga adat Jimbaran di DPRD Bali, Rabu (5/11).

Akses ke Pura Dibatasi, Pansus TRAP DPRD Bali Tindaklanjuti Aduan Warga Adat Jimbaran


Denpasar, Bali Tribune. Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali segera menindaklanjuti keluhan warga Desa Adat Jimbaran, Kabupaten Badung, terkait pembatasan akses ke sembilan pura yang berada di kawasan yang dikuasai oleh PT Jimbaran Hijau (PT JH).

Tiga pura di antaranya—Pura Batu Nunggul, Pura Batu Layah, dan Pura Batu Mejan—dilaporkan benar-benar tertutup aksesnya, membuat warga kesulitan untuk bersembahyang di tempat suci yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, menegaskan bahwa tanah adat yang menjadi lokasi pura tidak boleh dibatasi penggunaannya oleh pihak mana pun. “Orang pura itu sudah tempat ibadah dari zaman nenek moyangnya. Nggak boleh dilarang-larang. Jangan sampai orang Bali jadi tamu di rumahnya sendiri,” tegas Supartha, Rabu (5/11)

Ia meminta pengempon pura segera menyampaikan surat resmi kepada Kapolda Bali, dengan tembusan ke Polres dan Polsek setempat, serta ke Gubernur Bali, Ketua DPRD Bali, Komisi I, dan Pansus TRAP. “Setelah surat disampaikan, kami akan turun langsung mengecek kegiatan pembangunan di lokasi. Kami ingin memastikan apakah perizinannya lengkap dan apakah ada pelanggaran, termasuk pembangunan di tebing atau di lahan yang masih disengketakan,” jelasnya.

Pansus TRAP juga berencana memanggil pihak PT Jimbaran Hijau untuk klarifikasi paling cepat pekan depan, setelah pengumpulan data dan inventarisasi masalah selesai dilakukan. “Kami ingin semua pihak duduk bersama, dari pemerintah, masyarakat, hingga BPN. Prinsipnya, masalah ini harus diselesaikan secara musyawarah tanpa harus sampai ke pengadilan,” ujar Supartha yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali.

Sementara itu, Bendesa Adat Jimbaran, A.A. Rai Dirga Arsana Putra, mengungkapkan bahwa terdapat sembilan pura di kawasan tersebut. Tiga di antaranya berada di area yang kini diklaim milik PT JH.

Beberapa pura seperti Pura Taksu masih bisa diakses karena telah dibuatkan jalan khusus oleh pihak perusahaan. Namun bagi pura lainnya, warga harus terlebih dahulu meminta izin untuk bersembahyang. “Kalau tidak ada petugas yang pegang kunci portal, ya tidak bisa masuk. Kami sering menerima keluhan warga yang tidak bisa sembahyang di pura mereka sendiri,” ujar Rai Dirga.

Menurutnya, pembatasan itu juga berlaku bagi para jero mangku (pemangku pura) dan umat lain yang hendak beribadah. “Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, sebelum lahan itu dikelola oleh perusahaan,” tegasnya.

Ia menilai pernyataan pihak PT JH yang mengaku tidak pernah melarang umat beribadah tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. “Faktanya, jalan menuju pura rusak dan dipasangi portal yang dikunci. Jadi kami harus izin untuk sembahyang. Ini aneh, kami mau sembahyang kok harus minta izin,” keluhnya.

Rai Dirga juga menjelaskan bahwa sejak lahan tersebut dikuasai PT JH sekitar tahun 2010–2012, berbagai upaya sudah dilakukan untuk mencari kejelasan status lahan. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai hak dan kewenangan atas tanah yang sebelumnya merupakan tanah adat. “Kami berharap Pansus DPRD Bali bisa membantu memfasilitasi penyelesaian agar warga bisa kembali beribadah dengan tenang tanpa hambatan,” ujarnya.

Pansus TRAP DPRD Bali menegaskan akan menelusuri aspek hukum dan perizinan yang melatarbelakangi penguasaan lahan oleh PT Jimbaran Hijau, termasuk keterlibatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah.

Made Supartha menekankan, penyelesaian persoalan tanah adat dan akses pura harus berpihak kepada kepentingan masyarakat dan nilai-nilai Pancasila. “Tanah dan tempat suci adalah milik bersama, bukan untuk kepentingan segelintir pihak. Negara harus hadir melindungi hak rakyatnya,” ujarnya, seraya berjanji akan mengecek lahan tersebut, mana yang disebut tanah negara ataukah ada asset Pemrov Bali di sana.

wartawan
ARW
Category

Taman Mekotek" Seharga Rp2,4 Miliar Kini Jadi Ikon Wisata Desa Munggu

balitribune.co.id | Mangupura - Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa meresmikan Taman Mekotek Desa Wisata Munggu, Kecamatan Mengwi, Kamis (13/11). Taman mekotek yang berdiri megah di perempatan desa Munggu, tepatnya di Jl. By Pass Tanah Lot tersebut merujuk pada tradisi budaya Mekotek Desa Munggu yang dilaksanakan setiap hari Kuningan.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Diduga Tipu Klien Miliaran Rupiah, Togar Situmorang Diadili

balitribune.co.id | Denpasar - Pengacara Togar Situmorang yang terbisa duduk dikursi penasihat hukum, saat sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Hakim Isak Ulingnoha, di Ruang Candra PN Denpasar, Kamis (13/11), justru duduk di tengah sebagai terdakwa. Ia didakwa dalam kasus penipuan terhadap kliennya untuk melobi sebuah kasus.

Baca Selengkapnya icon click

Klungkung Cetak Rekor Nasional, Wapres Gibran Puji Keberhasilan Turunkan Stunting

balitribune.co.id | Semarapura - Prevalensi stunting di Kabupaten Klungkung tercatat menjadi yang terendah di Indonesia yakni 5,1 persen, hasil survei kesehatan Indonesia tahun 2024. Capaian ini tidak terlepas dari komitmen bersama dalam upaya menurunkan angka stunting di Kabupaten Klungkung. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Lakukan Pembinaan Berkelanjutan, LPLPD Yakin Mampu Tingkatkan Tata Kelola LPD di Buleleng

balitribune.co.id | Singaraja - Badan Kerja Sama Lembaga Perkreditan Desa (BKS-LPD) Kabupaten Buleleng bekerja sama dengan Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LPLPD) yang tentunya didukung oleh Pemkab Buleleng terus melakukan langkah2 strategis untuk pengelolaan LPD utamanya dalam hal tata kelola lembaga.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.