Forkom Dewi: Harus Selektif Kembangkan Desa Wisata | Bali Tribune
Bali Tribune, Jumat 29 Maret 2024
Diposting : 6 August 2019 21:45
Ayu Eka Agustini - Bali Tribune
Bali Tribune/ Made Ramia Adnyana
balitribune.co.id | Denpasar -  Industri pariwisata di Pulau Bali yang mengedepankan Community Based Tourism (CBT) atau konsep pengembangan suatu destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal dalam bentuk desa wisata ini perlu perhatian khusus. Sebab, CBT diyakini meningkatkan perekonomian masyarakat di desa atau sebagai salah satu pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, manfaat dari industri pariwisata dapat menyentuh semua lapisan masyarakat. 
 
Made Ramia Adnyana, Wakil Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Provinsi Bali beberapa waktu lalu di Denpasar menyampaikan, di Bali memiliki 1.493 desa adat, namun sebanyak 160 merupakan desa wisata atau telah dikembangkan maupun dipromosikan sebagai desa wisata karena potensi yang dimiliki mampu menarik kunjungan wisatawan. 
 
"Ke depan, kita harus benar-benar selektif di dalam mengembangkan desa wisata ini, karena tidak semua desa wisata bisa kita kembangkan, karena itu akan menjadi boomerang buat kita di dalam pengembangannya," ucapnya. 
 
Menurut dia selektif ini diperlukan untuk mengantisipasi aspek negatif dari pariwisata itu sendiri. "Oleh karena itu kita harus selektif, dan peran Forkom Dewi di dalam menjaga serta mengontrol setiap desa wisata itu sangat penting, supaya ada yang namanya pengelolaan serta manajemen yang lebih pasti terhadap perkembangan desa wisata ke depannya," jelas Ramia yang juga Wakil Ketua Indonesian Hotel General Manager Association.
 
Lebih lanjut dia menyampaikan jika dibiarkan desa wisata dikembangkan secara tidak terkontrol, maka dikhawatirkan budaya dari pariwisata akan membawa dampak negatif. "Yang pertama itu dengan adanya budaya turis yang bebas, mungkin dari seks bebas, narkoba serta hal negatif lainnya yang ditimbulkan oleh budaya pariwisata yang dibawa oleh turis ini ke desa tersebut nantinya. Makanya pengembangan desa wisata harus berbasis keunikan wilayah" tegasnya. 
 
Selain itu juga pentingnya kontrol dari masyarakat. "Sehingga tidak secara membabi buta nanti pengembangannya, karena hanya melihat dari aspek ekonomi saja," imbuhnya. 
 
Forkom Dewi hingga saat ini masih mengevaluasi 160 desa wisata yang menjadi alternatif wisatawan ketika berada di pulau ini. "Kita masih review kemungkinan besar belum semua sesuai dengan peruntukkannya, tapi kita akan review kenapa tidak bisa berkembang sesuai yang diharapkan oleh Pemerintah Provinsi Bali," terang pria asal Karangasem ini. 
 
Ramia menyatakan, kurang lebih sekitar 20 desa wisata yang sekarang berjalan sesuai dengan harapan. "Sisanya itu masih belum jelas. Contoh di Badung ada 11 desa wisata yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, namun cuma 3 saja yang berjalan," sebut Ramia yang juga pengurus PHRI Badung. 
 
Hal ini kata dia karena kurangnya sumber daya yang menggerakkan, kemudian terkait anggaran dan ketidakpahaman pengurus desa wisata itu sendiri. "Jadi tim yang ada itu belum paham bagaimana mengembangkan sebuah desa wisata. Itu kendala-kendalanya," cetusnya. 
 
Padahal Pemerintah Badung dinilai sangat serius dalam mengembangkan desa wisata tersebut yang menjadi nilai tambah pariwisata Bali. "Buktinya tahun 2020 ini target dari pemerintah kabupaten adalah mengembangkan 5 desa wisata yang ada di Kabupaten Badung, supaya bisa memberi dampak yang positif dan kontribusi terhadap masyarakat," tutupnya. (u)