Hari Ini Eks Warga Timtim Lapor Polda | Bali Tribune
Bali Tribune, Senin 30 Desember 2024
Diposting : 17 October 2016 10:16
ray - Bali Tribune
peraturan presiden
Drs Mateus Maia memperlihatkan Peraturan Presiden tentang Pemberian Kompensasi Kepada Eks Warga Timtim.

Denpasar, Bali Tribune

Puluhan eks warga Timor-Timur (Timtim) hari ini (Senin,17/10) akan mendatangi Mapolda Bali untuk melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum Komite Korban Politik Timtim (KOKPIT) Provinsi Bali terkait dana bantuan kepada eks warga Timtim di Bali.

Setiap keluarga eks warga Timtim diminta KOKPIT membayar Rp2 juta agar dana bantuan sebesar Rp10 juta untuk setiap keluarga itu dapat dicairkan. Padahal dalam Perpres Nomor 25 Tahun 2016 pasal 2 ayat 2 disebutkan nilai kompensasi Rp10 juta per keluarga eks warga Timtim di luar provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Peraturan Presiden itu juga dipertegas dengan Peraturan Menteri Sosial (Mensos) Nomor 9 Tahun 2016.

"Peraturan Presiden ini kan sudah sangat jelas, setiap keluarga eks warga Timtim mendapatkan dana kompensasi sebesar Rp10 juta. Dan itu juga diperjelas bahwa uang itu harus jatuh kepada yang bersangkutan dan tidak ada biaya embel-embel. Sekarang, setiap keluarga diminta membayar Rp2 juta baru bisa cair. Kami menduga ini pungutan liar karena di dalam Perpres itu tidak menyebutkan warga harus membayar Rp2 juta," ungkap mantan Walikota Dili, Drs Mateus Maia ditemui di Denpasar kemarin.

Dikatakan Mateus, dugaan pungli ini lantaran pihak KOKPIT tidak dapat menjelaskan secara terang benderang tentang tujuan pungutan Rp2 juta untuk setiap keluarga eks warga Timtim. Selain itu, KOKPIT juga tidak mau memberikan kwitansi sebagai bukti dan tujuan pembayaran. Pihak KOKPIT hanya memberikan tanda contreng kepada nama-nama yang telah membayar Rp2 juta sebagai rekomendasi untuk proses pencairan di salah satu bank di Denpasar selaku pemenang tender.

"Di Bali eks warga Timtim yang terdaftar saat ini sebanyak 1.663 keluarga. Jumlah ini kalau dikalikan Rp2 juta, berarti jumlahnya Rp3,2 miliar lebih. Sebagian warga sudah bayar, tetapi sebagian juga belum bayar. Bagi yang belum bayar, saya mengimbau supaya jangan membayar dan yang sudah membayar saya minta untuk dikembalikan. Sebagai mantan pejabat negara, saya punya tanggung jawab moril terhadap warga saya eks Timtim dan mengamankan kebijakan pemerintah," tegasnya.

Keberatan eks warga Timtim ini berkaca pada pengalaman dalam bantuan pertama pada 2009 lalu. Saat itu, bantuan sebesar Rp5 juta untuk setiap keluarga dipotong Rp500 bagi warga yang masuk ke Indonesia setelah jajak pendapat tahun 1999 dan potongan Rp1 juta bagi warga yang masuk Indonesia sebelum jajak pendapat dilakukan.

Selain itu, saat itu banyak eks warga Timtim yang tidak tidak mendapat bantuan tersebut. "Dalam Perpres ini jelas mengatakan, yang berhak mendapat dana kompensasi adalah eks warga Timtim dengan menunjukkan bukti-bukti sebagai persyaratan yaitu KTP Timtim, Kartu Keluarga Timtim, SK mutasi atau pindah dari Timtim, serta akta lahir ijazah sekolah anaknya di Timtim. Dan ini bagi mereka yang ke Indonesia setelah jajak pendapat atau sebelum jajak pendapat tapi minimal tinggal di Timtim empat tahun sebelumnya," terang Mateus.

Dikatakannya, dugaan pungli ini diduga merupakan kerja sama antara pihak KOKPIT dengan pihak lain karena sebagian eks warga Timtim yang mendatangi bank pembayar di Denpasar untuk menanyakan proses pencairan, pihak bank justru meminta harus ada pengantar dari KOKPIT. "Kami menduga, ini ada main mata, karena persyaratan dari bank sudah lengkap, tapi pihak bank malah meminta harus ada pengantar dari KOKPIT. Ini uangnya negara dan bantuan dari pemerintah, kok harus minta pengantar dari KOKPIT yang merupakan sebuah ormas. Ada apa ini?," ujarnya dengan nada tanya.

Sementara dua eks warga Timtim berinisial MN dan JH mengaku sudah membayar Rp2 juta ke KOKPIT. Namun sampai saat ini keduanya belum mendapat pencairan dari bank. "Waktu itu, kami ke bank (sambil menyebut nama salah satu bank,red), tetapi disuruh harus ke KOKPIT untuk minta pengantarnya. Di KOKPIT, kami diminta harus bayar dua juta baru bisa bisa proses pencairan. Ya, terus terang kami takut tidak cair sehingga mau bayar," ujar JH diamini MN.