Denpasar, Bali Tribune
Mantan Sekretaris DPD Partai Golkar Provinsi Bali, DAP Sri Wigunawati, santer dikabarkan telah hijrah ke PDIP. Kabar ini tak berlebihan, mengingat keaktifan politisi asal Jembrana itu dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh DPD PDIP Provinsi Bali.
Dalam acara peringatan Hari Kartini yang berlangsung di Kantor DPD PDIP Provinsi Bali, Kamis (21/4) misalnya, Sri Wigunawati juga tampak hadir dan berbaur bersama ratusan srikandi PDIP lainnya. Tak sekedar hadir, sebab Sri Wigunawati juga tampak mengenakan pakaian serba merah, yang merupakan warna kebesaran PDIP.
Hal serupa juga dilakukannya saat hadir dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPD PDIP Provinsi Bali di Sanur, 26 Maret lalu. Ketika itu, Sri Wigunawati mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Bahkan, dosen di salah satu perguruan tinggi swasta itu juga menggunakan seragam PDIP ketika itu.
Lantas, benarkah Sri Wigunawati sudah resmi menjadi kader partai berlambang kepala banteng moncong putih itu? Ditanya demikian, Sri Wigunawati sempat berkelit. Namun akhirnya ia memastikan, bahwa saat ini dirinya masih melakukan penjajakan. Apalagi, ia pun belum mengantongi Kartu Tanda Anggota (KTA) PDIP.
“Belum, belum. Saya memang ikuti sejumlah kegiatan PDIP. Tetapi saya belum pegang KTA PDIP,” tuturnya kepada Bali Tribune disela-sela peringatan Hari Kartini yang berlangsung di Kantor DPD PDIP Provinsi Bali.
Menurut dia, selaku orang yang baru bergabung di PDIP, dirinya harus banyak berproses. Sri Wigunawati tak mau menciptakan ketidaknyamanan bagi kader-kader yang telah lama berproses. Itu pula sebabnya, ia tidak serta-merta langsung menduduki posisi tertentu di PDIP.
“Kalau kita orang baru, tiba-tiba saja menempati posisi tertentu pasti kader yang sudah lama berproses akan marah. Hal serupa juga terjadi di partai lainnya. Jadi, saya lebih baik berproses dan mengalir saja,” tandas Sri Wigunawati.
Ia menambahkan, sebagai politisi yang cukup lama bergumul dengan dinamika politik, dirinya tentu siap apabila dipercayakan untuk menjalankan suatu tugas yang dipercayakan. Hanya saja, tugas tersebut diberikan bukan lantaran faktor kedekatan, namun lebih karena kapasitas serta kemampuan yang dimiliki.
“Akan lebih elegan, jika kita dipercayakan untuk duduk di posisi tertentu, karena memang kita dipandang memiliki kemampuan serta kapasitas di sana. Itu sangat elok. Tetapi kalau belum apa-apa diberi posisi, apalagi hanya karena faktor kedekatan, itu kurang bagus bagi dinamika organisasi,” pungkasnya.