8th Bali International Field School for Subak 2022, Peran Teknologi Digital dalam Pelestarian Subak dan Tradisi Bali | Bali Tribune
Diposting : 5 September 2022 02:18
HAN - Bali Tribune
Bali Tribune/ SUBAK-Sekolah lapangan Subak yang dikelola oleh Bumi Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) bersama mitra lokal, yakni Yayasan Bali Kuna Santi.

balitribune.co.id | Denpasar -  Dikelilingi sawah menghijau dan asrinya Desa Selat di kaki Gunung Agung, dilaksanakan kegiatan penyusunan gagasan dan tukar pikiran tentang pelestarian Subak, World Heritage UNESCO 2012.

Kegiatan ini adalah rangkaian dari Bali International Field School for Subak (BIFSS), sekolah lapangan Subak yang dikelola oleh Bumi Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) bersama mitra lokal, yakni Yayasan Bali Kuna Santi sejak tahun 2015.

Puncak kegiatan pada 2 September 2022 juga dimeriahkan oleh delegasi dari 5th World Planning School Congress dan 16th Asian Planning School Congress yang berasal dari berbagai negara, serta dijadwalkan akan dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali dan Wakil Bupati Karangasem.

“BIFSS tahun ini adalah pelaksanaan ke-8 sejak tahun 2015. BIFSS dipusatkan di Subak Selat sebagai lokasi observasi lapangan, dengan Jero Tumbuk sebagai pusat aktivitas” jelas Dr. Catrini Kubontubuh, Ketua Dewan Pimpinan BPPI yang memimpin BIFSS.

Tema tahun ini adalah The Role of Digital Technologies in the Preservation of Subak and Balinese Cultural Heritage, atau Peran Teknologi Digital dalam Pelestarian Subak dan Tradisi Bali. “Kami berharap generasi muda bisa menjawab tantangantantangan yang dihadapi Subak dengan solusi-solusi penerapan teknologi terkini,” imbuhnya.

 BIFSS tahun ini didukung oleh Institut Bisnis dan Teknologi Indonesia (INSTIKI) dari Denpasar. Peserta BIFSS berjumlah 17 orang berasal dari Austria dan berbagai daerah, yakni Pekanbaru, Padang, Balikpapan, Kupang, Semarang, Yogya, Nias, dan kabupaten se-Bali.

“Melalui konsistensi BIFSS yang diadakan setiap tahun sekali, kita semua berharap Subak semakin dipahami tidak hanya oleh orang Bali, tapi juga secara luas khususnya generasi muda,” terang Prof. Wayan Windia, pakar Subak dari Universitas Udayana yang menjadi salah satu pengajar BIFSS.

“Subak bisa punah bila terus termarjinalkan dan tidak menjadi prioritas dalam pembangunan,” pungkasnya.

Dibagi menjadi tiga kelompok yakni Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan sesuai dengan konsep Tri Hita Karana, para peserta BIFSS diberikan pembekalan tentang sejarah Subak dan platform teknologi digital untuk mewadahi data yang dikumpulkan di area Subak Selat, yakni Desa Adat Selat dan Desa Adat Santi yang berada di Desa Selat, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.

“Kegiatan ini adalah rintisan penyusunan Ensiklopedia Subak yang akan mewadahi berbagai data digital terkait Subak,” jelas I Gusti Lanang Muliarta, Pembina Yayasan Bali Kuna Santi yang memastikan tindak lanjut dari hasil BIFSS ini akan dikembangkan bersama organisasi Subak Selat, masyarakat desa adat, pemerintah daerah setempat, dan kalangan perguruan tinggi seperti INSTIKI.