Bantu Pemerintah Tekan Volume Sampah, TPST di Petang Kesulitan Pemasaran Pupuk Organik | Bali Tribune
Diposting : 12 January 2018 18:55
I Made Darna - Bali Tribune
organik
Pengolahan sampah menjadi pupuk organik di TPST Tanda Sari Petang.

BALI TRIBUNE - Sejumlah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di wilayah Badung utara masih terkendala masalah pemasaran. Sejumlah TPST di wilayah tersebut mengaku bisa berproduksi, namun kesulitan untuk menjual hasil produksinya. Mereka pun meminta pemerintah membantu pemasaran pupuk organik hasil TPST ini.

Salah satu TPST yang mengaku kesulitan menjual hasil produksi berupa pupuk organik adalah TPST Tandan Sari, Petang. TPST yang berdiri sejak tahun 2010 di Banjar Angantiga, Desa Petang ini mengaku harus berjibaku sendiri untuk bisa hidup dan berproduksi.

“Sejauh ini kami bergerak mandiri. Produksi kami bisa, tapi pemasaran yang agak sulit,” ungkap Ketut Sukarta selaku ketua TPST Tanda Sari, Kamis (11/1).

Berkat kerja keras kelompok, TPST ini sebenarnya sudah bisa menembus lintas kabupaten. Produksi pupuk organik TPST ini bahkan beberapa kali sudah dipasarkan di wilayah Kabupaten Karangasem dan Tabanan. Namun, sifatnya terbatas tergantung pesanan. “Kami hanya sebatas sebagai pemasok pupuk, untuk labelnya atas nama perusahaan lain. Ini dah masalahnya,” kata Sukarta.

Untuk menjual menggunakan label nama sendiri, pihaknya mengaku belum bisa. Pasalnya, untuk promosi dan pemasaran sifatnya masih nebeng di tempat lain. "Terus terang kami berproduksi tergantung permintaan. Kalau kami disuruh menyiapkan sekian ton, langsung kami siapkan," jelasnya.

Padahal kalau bicara kualitas, Sukarta menyebut pupuk organik hasil TPSTnya sudah sangat baik. Pupuknya  sudah ada uji laboratorium. “Untuk kualitas sudah pernah diuji lab, hasilnya bagus sesuai standar,” tegas Sukarta.

Uji lab pupuk ini sendiri, lanjut dia dilakukan secara mandiri dengan bantuan pihak swasta, bukan pemerintah. Hasil lab menyebutkan bahwa pupuk organik produksi dari PTST ini sudah  memenuhi persyaratan kandungan pupuk organik. "Kalau kualitas, pupuk kami sudah memenuhi standar. Dan ini sudah diuji lab,” katanya sembari menyebut yang membantu untuk proses uji laboratorium ini adalah sebuah perusahaan di Kabupaten Tabanan.

Dibeberkan juga bahwa ide pembuatan pupuk ini berawal dari melimpahnya sampah organik di Badung utara. Sampah organik yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku pupuk diantara lidi pohon aren sisa produksi keterampilan rumah tangga, kotoran ternak, dan sampah rumah tangga. “Untuk bahan baku semua organik, mulai dari sampah sampai kotoran ternak,” sebutnya.

Untuk biaya produksi, Sukarta mengaku lumayan besar bagi petani seperti dirinya. "Kotornya, kami menjual dengan harga Rp 800 per kilonya. Itu belum nantinya dipotong pembelian karung, transportasi, dan lain-lain. Jadi keuntungan per kilonya di bawah Rp 100," tukasnya.