Dewan Persoalkan Peruntukan PHR Badung | Bali Tribune
Diposting : 20 July 2017 19:12
Putu Agus Mahendra - Bali Tribune
RAPAT
RAPAT – Suasana Rapat antara Bangar DPRD Kabupaten Jembrana dan TAPD Pemkab Jembrana masih deadlock.

BALI TRIBUNE - Rancangan alokasi peruntukan dana hibah yang bersumber dari pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran (PHR) Kabupaten Badung yang diajukan Pemkab Jembrana dalam Kebijakan Umum APBD-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) perubahan tahun 2017 belakangan ini dipermasalahkan kalangan legislative di Kabupaten Jembrana.

Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Jembrana kini mempertanyakan alokasi dana hibah dari PHR Badung yang dalam pelaksanaannya justru sudah lengkap dengan rincian para penerimanya. Selain dituding sarat dengan muatan politik juga dirasakan rentan akan menimbulkan kesenjangan sosial.

Bahkan rapat pembahasan KUA-PPAS Perubahan tahun 2017 antara Badan Anggaran (Bangar) DPRD Kabupaten Jembrana bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Jembrana yang dilaksanakan Selasa (18/7) hingga kini masih deadlock.

Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Jembrana, I Putu Dwita didampingi anggota dewan lain, I Putu Kamawijaya dikonfirmasi Rabu (19/7) membenarkan rapat antara TAPD dan Banggar itu masih deadlock. Menurutnya, pihak Bangar di legislatif belum mau menandatangani usulan KUA-PPAS tersebut terutama yang berkaitan dengan peruntukan PHR Badung yang dialokasikan sebagai dana hibah. Politisi Partai Demokrat ini menyatakan tidak mempermasalahakan pembagian PHR Kabupaten Badung itu dimasukan ke APBD dan diperuntukan sebagai hibah. “Yang tidak bisa saya terima  kenapa objek-objek yang diberikan hibah itu sudah dirinci. padahal yang tahu kondisinya adalah kita yang ada di Jembrana” ungkapnya.

Ia mengungkapkan, pada saat pembahasan APBD Induk 2017 lalu, estimasi bagi hasil PHR Kabupaten Badung untuk Kabupaten Jembrana yang telah disepakati untuk pengembangan pariwisata nilainya mencapai Rp 29,5 Miliar. Namun kenyataan PHR Badung yang turun ke Jembrana sebesar Rp 60 Miliar. Adanya kelebihan Rp 30,5 Miliar dari estimasi awal tersebut menurutnya  selain kembali dirancang untuk pengembangan pariwisata juga dirancang masuk untuk dana hibah. Pihaknya tidak mempermasalahkan tambahan anggaran untuk pengembangan pariwisata namun mempertanyakan dana yang diperuntukan untuk hibah seperti belanja bantuan sosial (bansos) senilai Rp 2 Miliar lebih, kemudian digunakan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) senilai Rp 6,5 Miliar lebih. “Pada peruntukan dana hibah itu, di dalamnya ada untuk bantuan kepada para tokoh  termasuk rehab tempat ibadah, tetapi semua yang dapat itu justru sudah ditentukan," sesal politisi asal Kelurahan Dauhwaru ini.

Ia memastikan, tidak ada prosudural ataupun acuan berdasarkan asas keadilan pada proses pembagian hibah yang bersumber dari PHR Badung tersebut. Pihak eksekutif dikatakannya tidak mau merubah kendati pembagian dana hibah itu tanpa melalui proses verifikasi ataupun penyesuaikan terhadap fakta yang ada dilapangan. “Itulah yang menyebabkan kami tidak mau dan merasa keberatan karena disatu sisi eksekutif minta persetujuan kita (bangar), ini kan seolah-olah kami tukang stampel saja, Ya kalau itu benar barangnya. Kami sendiri tidak ingin ikut dapat bagian, tetapi sistemnya yang memang tidak benar, ” beber Wakil Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Jembrana.

Semenatara itu I Putu Kamawijaya mengungkapkan kenati sesuai keterangan pihak esekutif dikatakan alokasi dana hibah yang sudah ditententukan itu memang telah menjadi ketentuan dalam MoU dengan Kabupaten Badung, namun ia menilai hal tersebut jelas tidak etis karena secara pribadi sebagai masyarakat Jembrana, akan merasa tersinggung sampai diatur daerah lain. “Kalau memang tidak bisa diubah, kenapa tidak langsung dari Badung saja? Kan jadi lebih baik kalau memang sudah diatur dari Badung sehingga tidak usah lagi masuk APBD Jembrana,” tegas politisi Partai Demokrat asal Desa Pergung, Mendoyo ini.