Gubernur Bali Usulkan Cacah Kebudayaan Pada 2019 | Bali Tribune
Diposting : 6 December 2018 00:17
Hans Itta - Bali Tribune
Gubernur Bali, Wayan Koster
BALI TRIBUNE - Gubernur Bali Wayan Koster mengusulkan pelaksanaan cacah atau sensus kebudayaan dapat dilaksanakan mulai 2019, untuk mendata seluruh aspek yang berkaitan dengan unsur-unsur budaya daerah setempat.
 
 "Kebudayaan kita itu kaya sekali, ada tarian, gamelan, patung, arsitektur, tenun, seni rupa dan sebagainya," kata Koster disela-sela memberikan arahan dalam Kongres Kebudayaan Bali III di Denpasar, Selasa. Dilansir dari Antara, dengan telah dimiliki data-data kebudayaan secara komprehensif, maka kemudian dapat dilakukan pemetaan, yang pada akhirnya dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat Bali. Cacah kebudayaan tersebut, lanjut Koster, nantinya dapat melibatkan kalangan perguruan tinggi, khususnya mahasiswa yang sedang menempuh masa kuliah kerja nyata (KKN), sehingga kegiatan yang dilakukan mahasiswa juga dapat berkontribusi secara lebih luas. "Harapan saya, jangan budaya hanya untuk budaya saja, tetapi budaya juga harus dapat membangun perekonomian masyarakat. Contoh saja dengan adanya Pergub Penggunaan Busana Adat Bali setiap hari Kamis juga dapat membangkitkan perekonomian masyarakat Bali," ucapnya. Bahkan Koster juga menginginkan agar setiap pertemuan nasional yang diselenggarakan di Bali, panitianya harus menggunakan busana adat Bali, sehingga para pedagang pakaian adat pun menjadi lebih bergairah. "Apalagi yang membelinya para pejabat, para pedagang seharusnya dapat lebih menaikkan harganya," seloroh Koster. Selain itu, orang nomor satu di Bali itu ingin agar tidak saja papan nama kantor yang berisikan aksara Bali, tetapi juga baliho-baliho juga menggunakan huruf Bali.
 
 Dengan demikian, akan membuka kesempatan kerja juga bagi putra-putri Bali yang menguasai aksara Bali. "Gebrakan-gebrakan besar di bidang kebudayaan akan saya lakukan pada 2019 dan sejumlah OPD (organisasi perangkat daerah) harus bisa mengakomodir hal-hal besar untuk Bali tersebut," ujarnya. Masih terkait dengan kebudayaan, lanjut Koster, yang sangat penting untuk dijaga kuat-kuat adalah desa pakraman, karena adat dan budaya Bali sangat melekat dengan kehidupan masyarakat di desa pakraman (desa adat). Sementara itu, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan untuk memperkuat kebudayaan daerah, yang terpenting dan harus diperhatikan dengan memperkuat SDM di bidang kebudayaan. "Kebudayaan tidak bisa dicangkok dari atas, pemerintah hanya bisa memfasilitasi dan memperkuat kebudayaan supaya maju, tetapi peran aktif tetap dari masyarakat," ucapnya. Hilmar mencontohkan, yang perlu disiapkan diantaranya tenaga terampil untuk mengoperasikan lampu atau pencahayaan hingga "sound system" saat pementasan atraksi budaya.
 
 "Kita belum punya sekolah untuk itu, maka jangan salahkan ketika grup kesenian asing pentas di sini, mereka akan menggunakan tenaga-tenaga mereka sendiri. Yang jelas, suasana batin dalam Kongres Kebudayaan kali ini sudah ketemu dan tinggal menyambungkan. Kami pun siap mendukung agenda pemajuan kebudayaan di Bali," ujar Hilmar. Dalam acara Kongres Kebudayaan Bali III itu juga menghadirkan pemateri Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha dan peneliti warisan budaya Dr Eng I Wayan Kastawan ST MA dengan para pesertanya meliputi unsur budayawan, seniman, praktisi, hingga perwakilan dinas kebudayaan dari sembilan kabupaten/kota di Bali.